Tahun 2016 ini sepertinya memang tahun hujan, ya. Hujan bagai tak berhenti, seperti enggan bergantian dengan musim kemarau. Enam bulan hujan, enam bulan kemarau. Sampai bulan November ini hujan masih rutin. Akibatnya, di beberapa daerah mengalami surplus air, meluap sampai ke jalanan kota. Jakarta, Depok, Bandung, Karawang, Jogja, dan juga Bekasi mengalami banjir akibat musim hujan yang berkepanjangan ini. Ada yang langsung surut kembali, ada yang berhari-hari tetap menggenang.
Ternyata, sungai yang sudah bersih, rajin dikeruk, bebas dari sampah, belum efektif 100% untuk mencegah banjir. Karena bagaimana pun kapasitas sungai terbatas untuk menampung semua aliran air yang menuju sungai dan selokan, bahkan yang masuk ke waduk pun tidak mampu menampungnya. Akhirnya, pintu waduk pun harus dibuka dan membuat beban sungai menjadi makin besar. Seperti yang terjadi di waduk Saguling, yang mengalirkan airnya ke sungai Citarum.
Lalu, apa usaha yang efektif untuk 'membantu' sungai? Agar air tidak langsung atau semuanya ke sungai, kita harus 'menahan' air selama dan sebaik mungkin di dalam tanah. Kita arahkan agar air hujan yang selama ini langsung menuju selokan dan bermuara di sungai, berada di dalam tanah terlebih dahulu.
Salah satunya dengan membuat lubang biopori. Ya, lubang serapan air yang kita buat untuk mengarahkan air masuk ke tanah, daripada mengalir ke arah selokan atau sungai begitu saja. Karena, selain membantu mengurangi beban sungai, manfaat air yang masuk ke tanah bisa sebagai cadangan air bersih sumur kita, menjaga kualitas tanah, dan juga sumber air bagi tanaman yang berada di atasnya.
Bagaimana cara membuat lubang biopori? Caranya mudah, cukup menggunakan alat bor seperti foto di bawah ini. Lalu, cari lokasi di sekitar rumah atau halaman yang selama ini menjadi jalur air atau tempat air menggenang. Pada foto konblok di atas, sebelumnya sering menjadi genangan air, lalu kita jadikan lubang biopori, dan genangan pun hilang karena air langsung masuk ke tanah. Sekitar 1,5 meter dari lubang biopori tersebut, terdapat sumur pompa, sehingga lubang bioporinya bisa dimaksimalkan untuk 'menyimpan' air hujan sebagai cadangan air tanah.
Sekarang tahapan cara membuat lubang resapan biopori:
1. Kita basahi terlebih dahulu tanah yang akan kita buat biopori, agar lebih lunak. Kita putar bornya perlahan sambil ditekan ke bawah.
2. Setelah kita mencapai kedalaman sekitar 20 cm, kita tarik ke atas tanah beserta bornya tetap dengan cara diputar, begitu seterusnya.
3. Setelah kita membuat lubang dengan diameter 10 cm dan dalam 1 meter, kita pasang pipa pralon ukuran 4 inci sebagai casing kubang biopori bagian atas, agar tanah tidak runtuh dan menutupi lubang yang sudah kita buat. Potong pipa pralon sepanjang 10 atau 15 cm.
4. Agar lebih kuat, di sekeliling pipa pralon dengan lebar sekitar 2 cm kita semen.
5. Kemudian kita tutup dengan penutup biopori, yang bisa kita peroleh dengan membeli atau dengan melubangi penutup pipa pralon ukuran 4 inci.
Agar lubang biopori awet, isi lubang dengan sampah organik seperti daun, rumput, kulit buah-buahan, dan sampah yang berasal dari tanaman lainnya. Isi ulang sampah organiknya tiap 3 bulan sekali atau tiap akhir musim kemarau. Sampah organik di dalam lubang biopori ini nantinya bisa dipakai untuk pupuk kompos.
Nah, sekarang ketika hujan lebat mengguyur, air tidak langsung terbuang ke selokan atau sungai, tetapi bisa kita 'simpan' dahulu di dalam tanah. Dengan usaha kecil ini, paling tidak kita bisa mengurangi sedikit beban sungai, apabila ada 1000 saja lubang biopori dalam satu kecamatan, maka beban sungai pun semakin ringan. Banjir atau genangan di tengah kota bisa kita dihindari, atau minimal mempercepat air surut.
:)
Info: Untuk pembelian alat bor dan tutup biopori, bisa langsung ke:
http://www.biopori.com/sekretariat.php