Senin, Mei 29, 2006

Jogja, Sabtu, 27 Mei 2006

Photobucket - Video and Image Hosting

Yang selamat semoga diberi kekuatan lahir & batin serta ketabahan. Bagi yang meninggal dunia semoga diberi tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Amien.

Sabtu, Mei 20, 2006

Trilogi - 3 (Sosok yang Ngangeni...)

Saat ini, siapa yang tidak kenal dengan orang ini? Yah. Mbah Maridjan memang sedang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan keadaan Gunung Merapi.

Sudah sejak 1983 Mbah Maridjan mendapat mandat dari Keraton Yogyakarta, dalam hal ini Sri Sultan HB IX, untuk menjadi Juru Kunci Merapi.

Tugas utamanya yang lain yaitu menjadi petugas saji labuhan di Merapi tiap 30 Rejeb (tahun 2006 jatuh pada tanggal 26 Agustus). Dimana rute labuhan itu sendiri dimulai dari rumah Mbah Maridjan, menuju Paseban Labuhan Dalem yang terletak di Pos II Gunung Merapi.

Mbah Maridjan memang istimewa. Selalu ngangeni sosoknya. Khas orang Jogja. Walaupun memiliki wewenang istimewa dari penguasa Keraton, namun tetap memiliki kepribadian yang rendah hati, ramah, dan santun.

Bahkan dengan tanggung jawabnya yang lumayan besar menjadi juru kunci, himbauan untuk turun gunung tidak dihiraukan. "Yang memerintahkan itu Gubernur, kalau Sri Sultan belum. Gubernur dan Sultan itu beda aturannya. Kalau dari keraton itu belum," begitu jawab Mbah Maridjan setiap polemik itu disinggung.

Yang lebih mengharukan, soal penolakannya untuk mengungsi, seperti diberitakan oleh banyak media, Mbah Maridjan mengatakan, "Di sini (Kinahrejo), saya bisa berdoa untuk keselamatan banyak orang. Tapi kalau saya ikut mengungsi, itu berarti saya mengejar kepentingan pribadi.

Sosok yang relijius ini juga sangat arif dan bijak dalam melihat fenomena alam di sekitar Merapi. Bebarapa diantaranya didapat dari sebuah "pesan". Diantaranya, manusia harus mengurangi tindakan yang merusak alam. "Mereka boleh mengambil pasir di sungai-sungai lereng Merapi, tapi jangan menggunakan mesin. Kalau menggunakan mesin, akibatnya merusak ekosistem, bisa menimbulkan banjir bandang, pohonan roboh," kata Mbah Maridjan.

Ngangeni.

#3

Trilogi - 2 (Misteri Gunung Merapi)

Disebutkan bahwa bagian dari Kraton mahluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh yang digunakan sebagai pintu gerbang utama Kraton Merapi. Gunung Wutoh dijaga oleh mahkluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati”yang bertugas melindungi linkungan di daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.

Selain tempat yang berhubungan langsung dengan Kraton Merapi ada juga tempat lain yang dianggap angker. Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang penduduk dan itu harus dihormati.

Selanjutnya tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dianggap angker. Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu: “Hutan Patuk Alap-alap” dimana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan ternak milik Kraton Merapi , “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.

Beberapa jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh Eyang Merapi. Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan Blumbang, pantang di tangkap atau di bunuh. Selanjautnya kuda yang tinggal di hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan diantara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Kraton Mahluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.

Di puncak Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga disini ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Rama dan Empu Permadi.

Seperti halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi) melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan alam Gunung Merapi.

Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas memelihara kehijauan tanaman Merapi. Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus. Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri. Tokoh berikutnya Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.

Photobucket - Video and Image Hosting
Upacara Labuhan

Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang jawa yaitu dengan mengadakan Selamatan atau Wilujengan, dengan melakukan upacara keagamaan dan tindakan keramat.

Photobucket - Video and Image Hosting
Kediaman Mbah Maridjan

Upacara Selamatan Labuhan diadakan secara rutin setiap tahun pada tanggal kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono X yakni tanggal 30 Rajab. Upacara dipusatkan di dusun Kinahrejo desa Umbulharjo. Disinilah tinggal sosok Mbah Marijan sebagai juru kunci Gunung Merapi yang sering bertugas sebagai pemimpin upacara labuhan. Gunung Merapi dan Mbah Marijan adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Keberadaan lelaki tua Mbah Marijan dan kawan-kawannya itulah manusia lebih, mau membuka mata dan telinga batinnya untuk melihat apa yang tidak kasad mata di sekitar Gunung Merapi.

Photobucket - Video and Image Hosting
Mbah Maridjan

Di Selo setiap tahun baru jawa 1 Suro di adakan upacara Sedekah Gunung, dengan harapan masyarakat menjadi aman, tentram dan sejahtera, dengan panen yang melimpah. Upacara ini disertai dengan menanam kepala kerbau di puncak Merapi atau di Pasar Bubrah.

#2

Trilogi - 1 (Alkisah...)

Sampai saat ini, kemungkinan apakah Gunung Merapi akan meletus atau tidak masih menjadi tanda tanya. Baik bagi kalangan awam maupun para ahli pergunungan.

Semua berpendapat. Semua melihat gejala alam ini sebagai sebuah peristiwa yang istimewa. Demikian juga dengan bapak Presiden kita, yang rela menjadi seperti Pramuka lagi; tidur di tenda komando Depsos! ^^

Gunung Merapi memang istimewa buat kota Jogja. Istimewa secara wujud nyata maupun secara "nyata".

Alkisah...

...Gunung Merapi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Keraton Yogyakarta. Kedua tempat itu tepat membuat garis lurus di bagian utara dan selatan Yogyakarta. Diantara keduanya terdapat Tugu Kota Yogyakarta yang menjadi salah satu landmark kota Gudeg itu.

Poros itu lurus dari utara ke selatan. Memang, Kota Yogyakarta dikenal memiliki tata kota yang sangat arah mata angin. Kita kemana-mana selalu berpatokan utara-selatan-barat-daya. Dijamin tidak akan mudah tersesat!

Beda dengan di Jakarta. Jika buat para pemula di Jakarta bertanya dengan patokan arah mata angin, maka mungkin baru lebaran tahun depan bisa ketemu tempat yang dicarinya. :p

Untuk poros tersebut, di bagian selatan kota terdapatlah pantai yang eksotis dan penuh misteri; Pantai Parangtritis.

Jika salah satunya mengalami suatu masalah, maka Kota Yogyakarta akan terkenan imbasnya juga. Maka, untuk menjaga agar semuanya baik-baik saja, diadakanlah upacara labuhan. Ingat, kan, dulu soal Sayur Lodeh? ^^

Ada cerita lain. Jika ada yang sempat atau mau plesir ke daerah keraton di wilayah Tamansari, maka biasanya akan dikisahkan oleh sang guide tentang makna poros itu tadi. Bahwa poros itu dapat digambarkan sebagai salah satu bagian dari "tubuh" Kota Yogyakarta. Tubuh di sini adalah tubuh seorang laki-laki.

Dikisahkan kalau keraton itu Kepala dari Kota Yogyakarta. Kemudian tangan dari tubuh tadi adalah Jalan KHA Dahlan sebagai Tangan kiri dan Jalan Pangeran Senopati sebagai Tangan kanannya. Bagian dari Badan tubuh tadi adalah jalan yang sangat populer; Jalan Malioboro.

Kemudian bagian Kaki kiri ada di Jalan Diponegoro dan Kaki kanannya terletak di Jalan Sudirman. Jadi, Tugu Kota Yogyakarta digambarkan sebagai apa semua paham, kan? ^^v

#1

Selasa, Mei 02, 2006

Masih sama

Tepat setahun yang lampau, tulisan ini dibuat. Dan ternyata masih sangat relevan untuk kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Masih sama. Sama buruknya.

Untuk ibu bapak guru dari TK sampai perguruan tinggi, bapak penjaga sekolah, ibu bapak kantin yang selalu rela prithilan gorengannya diambili secara gratis :p, ibu bapak TU yang selalu rela direpotin, ibu bapak tukang kebersihan sekolah, ini ada sekadar persembahan sebagai tanda terima kasih.

Salam!


Hymne Guru, buah karya: Sartono


Terpujilah wahai Engkau Ibu Bapak guru

Namamu akan selalu hidup, dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

S'bagai prasasti trima kasihku 'ntuk pengabdianmu

Engkau bagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa

**