Sabtu, Mei 20, 2006

Trilogi - 3 (Sosok yang Ngangeni...)

Saat ini, siapa yang tidak kenal dengan orang ini? Yah. Mbah Maridjan memang sedang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan keadaan Gunung Merapi.

Sudah sejak 1983 Mbah Maridjan mendapat mandat dari Keraton Yogyakarta, dalam hal ini Sri Sultan HB IX, untuk menjadi Juru Kunci Merapi.

Tugas utamanya yang lain yaitu menjadi petugas saji labuhan di Merapi tiap 30 Rejeb (tahun 2006 jatuh pada tanggal 26 Agustus). Dimana rute labuhan itu sendiri dimulai dari rumah Mbah Maridjan, menuju Paseban Labuhan Dalem yang terletak di Pos II Gunung Merapi.

Mbah Maridjan memang istimewa. Selalu ngangeni sosoknya. Khas orang Jogja. Walaupun memiliki wewenang istimewa dari penguasa Keraton, namun tetap memiliki kepribadian yang rendah hati, ramah, dan santun.

Bahkan dengan tanggung jawabnya yang lumayan besar menjadi juru kunci, himbauan untuk turun gunung tidak dihiraukan. "Yang memerintahkan itu Gubernur, kalau Sri Sultan belum. Gubernur dan Sultan itu beda aturannya. Kalau dari keraton itu belum," begitu jawab Mbah Maridjan setiap polemik itu disinggung.

Yang lebih mengharukan, soal penolakannya untuk mengungsi, seperti diberitakan oleh banyak media, Mbah Maridjan mengatakan, "Di sini (Kinahrejo), saya bisa berdoa untuk keselamatan banyak orang. Tapi kalau saya ikut mengungsi, itu berarti saya mengejar kepentingan pribadi.

Sosok yang relijius ini juga sangat arif dan bijak dalam melihat fenomena alam di sekitar Merapi. Bebarapa diantaranya didapat dari sebuah "pesan". Diantaranya, manusia harus mengurangi tindakan yang merusak alam. "Mereka boleh mengambil pasir di sungai-sungai lereng Merapi, tapi jangan menggunakan mesin. Kalau menggunakan mesin, akibatnya merusak ekosistem, bisa menimbulkan banjir bandang, pohonan roboh," kata Mbah Maridjan.

Ngangeni.

#3

0 comments: