Jumat, Desember 30, 2005

TTS*

Hello semuwaaa....wah, udah lama yah tak jumpa! Hehehehe...

Di Jumat yang damai dan indah serta merdu ini, ada satu kegiatan yang mungkin sudah aku tinggalkan sejak bertahun-tahun yang lalu...mengisi TTS!!! ^^v

Yah, sebagai sebuah kegiatan untuk mengusir rasa kantuk dan mengasah otak, TTS memang oye!!!!

Image hosted by Photobucket.com

TTS yang aku pilih (gambar terpasang) adalah sebuah TTS dari tabloid olahraga ini. Yah, sebagai pemuda kesayangan remaja putri dan ibu-ibu PKK yg gemar berolahraga, tidak jauh-jauh lah dari dunia olah raga tentu saja...hehehe...

Dan hebatnya, kurang dari 15 menit, sekian soal itu terjawab semua! hmmmm....

Oh, iya, sebentar lagi mau taon baruan neh...rencana sih nggak kemana-mana...paling nonton TV di rumah saja.

Oke yah...met tahun baru deh! Semoga semuanya jadi lebih indah di tahun 2006!

Salam!

*TTS = Teka Teki Silang

Kamis, Desember 15, 2005

Ritual Kehidupan

Kita hidup pastilah merasakan berbagai sensasi yang sangat beragam. Mulai dari ketika kita bangun tidur sampai beranjak ke peraduan untuk sekadar merelaksasikan segala kepenatan.

Begitu seterusnya sampai kita mungkin selalu bergumam, Akh, betapa cepatnya waktu bergulir. Kok, sudah hari Jumat lagi, yah? Antara takjub dan perasaan lega karena besok sudah libur.

Diantara waktu yang luang, aku sempatkan untuk googling tentang hal ritual. Dalam kehidupan terutama. Karena berasal dari Jawa, maka aku coba cari dari bagian yang paling dekat dari kehidupanku itu, hal yang paling mudah dipahami tentu saja.

Ketika kita dilahirkan, sebuah ritual sudah kita jalani, sampai kita melaksanakan apa yang disebut dengan pernikahan. Bahkan ketika pasangan kita melahirkan buah cinta yang menjadi tanda cinta semesta persona.

Ritual itu selalu saja berulang dan terus berulang. Hal yang sebenarnya bisa dijadikan sebuah pegangan hidup bagi kita. Walau mungkin kita merasa belum lengkap karena belum melewati semuanya.

Mungkin ada yang sudah sering mendengar, bahkan melewati fase tersebut. Tapi ada juga yang barangkali belum pernah sama sekali. Yah, hitung-hitung semacam nguri-uri budoyo daerah sebagai sebuah kekayaan dan ritual (adat) yang harus dijaga. Sebuah ritual dari dalam beteng keraton.

Ritual atau upacara yang biasa dijalankan dan bisa mewakili tahapan yang sudah atau akan kita jalani itu antara lain:

Image hosted by Photobucket.com
Bahan Brokohan.

Brokohan, yaitu upacara kelahiran bayi. Sesaji yang disediakan yaitu dawet, gula Jawa (satu tangkep), kelapa, kembang setaman.

Selapanan, yaitu upacara pemberian nama pada bayi yang baru lahir. Upacara itu diadakan pada hari ke-35 setelah kelahirannya.

Image hosted by Photobucket.com
Si anak sedang menapaki jadah warna-warni.

Tedhak Siten, upacara ini diperuntukkan bagi bayi yang berusia antara 5-6 bulan pada saat pertama kali turun ke tanah.
Urutan upacara tedhak siten:
1. Menginjakkan kaki bayi ke atas jadah sebanyak tujuh piring. Artinya agar kelak setelah dewasa selalu ingat tanah airnya.
2. Menaikkan bayi setahap demi setahap ke atas tangga bersusun tujuh yang terbuat dari tebu wulung. Artinya agar ia mendapat kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap.
3. Memasukkan bayi berikut inang pengasuh ke dalam kurungan dan menanti sampai bayi tersebut mengambil barang-barang yang disediakan dalam kurungan yang terdiri dari buku, pensil, wayang kulit, perhiasan emas berlian, dan mainan. Benda yang pertama kali diambil sang bayi akan melambangkan kehidupannya kelak.
4. Siraman, yaitu memandikan bayi dengan air bunga setaman yang bertujuan agar ia dapat menjalani kehidupan yang bersih dan lurus.

Tetesan, yaitu upacara khitanan untuk putri raja yang berusia 8 tahun. Upacara tetesan diadakan di Bangsal Pengapit sebelah selatan Dalem Prabayeksa. Dihadiri oleh garwa dalem, putra dalem, wayah, buyut, serta canggah.
Selain itu juga abdi dalem bedaya, emban, amping, abdi dalem keparak berpangkat tumenggung serta Rio yang duduk di emper bangsal pengapit. Abdi dalem lainnya berada di halaman sekitarnya.
Busana yang dikenakan untuk upacara tetesan terdiri dari nyamping cindhe yang dikenakan dengan model sabukwala, lonthong kamus bludiran, cathok kupu terbuat dari emas, slepe, kalung ular, subang gelang tretes, dan cincin tumenggul. Sanggulnya berbentuk konde dengan pemanis bros di tengahnya dan hiasan bulu burung bangau yang disebut lancur. Di atas sanggul diletakkan pethat berbentuk penganggalan atau bulan sabit.

Supitan, yaitu upacara khitanan untuk putra bangsawan yang berusia kira-kira 14 tahun.
Setelah menjalani upacara supitan para bangsawan tinggal di Ksatriyan terpisah dari ibunya dan saudara perempuannya.

Tarapan, yaitu upacara inisisasi haid pertama bagi anak perempuan. Busana yang dikenakan terdiri dari nyamping cindeh, lonthong kamus bludiran, udhet cindhe,slepe, gelang kana, sangsangan sungsun, subang, dan cincin.
Sanggulnya berbentuk tekuk dengan hiasan pethat gunungan. Di bagian tengah sanggul dikenakan bros, lancur, serta peniti renteng sebagai jebehan di keri kanan. Upacara diadakan di Bangsal Sekar Kedaton sebelah selatan Kedaton Kulon.
Upacara ini termasuk upacara intern wanita, sehingga para pria termasuk Sultan tidak boleh hadir dalam upacara tersebut.

Perkawinan, terus hamil, dan ada upacara Nggangsali (5 bulan) dan Mitoni (7 bulan). Usia 9 bulan, bayi lahir.
Brokohan lagi, dan seterusnya.

Itulah beberapa tahapan ritual yang merepresentasikan bagian kehidupan seseorang. Betapa banyak nilai moral yang ingin ditanamkan melalui ritual tersebut.

Kita tentunya tidak mengharapkan hal-hal yang mistik dari upacara tersebut. Hanya sebagai bagian tempaan awal bagi seorang anak manusia menuju hidup yang “nyata”.

Hal-hal yang baik tentu saja imbas yang diharapkan dari pelaksanaan ritual itu bagi si anak di masa depannya.

Bertahap. Ya, memang kita untuk mencapai sesuatu harus melalui tahapan-tahapan. Sejak dahulu kala sebenarnya kita tidak diajarkan melakukan suatu kebiasaan “potong kompas”. Dengan bertahap, hasil yang diharapkan bisa optimal.

Melihat foto yang terpampang, ada satu hal yang menarik. Sebagai sebuah ritual sakral di lingkungan keraton, ternyata hal tersebut sudah bisa dilaksanakan juga di lingkungan “luar beteng”. Selain sebagai upaya nguri-uri budoyo, juga pengharapan yang baik dengan ritual tersebut. Sesuatu hal yang menyejukkan. Di mana untuk sebuah kebaikan, tidak ada alasan untuk tidak boleh ditiru. Sebuah contoh kesetaraan yang sederhana namun dalam maknanya.

Secara pribadi memang belum pernah mengalami ritual semacam itu. Walaupun ada yang pernah dialami, seperti pada prosesi Supitan. Sebuah tuntunan religi yang ternyata sejalan juga dengan tradisi keraton.

Atau mungkin ada yang pernah menjalani ritual itu semua? Wah, sebuah pengalaman yang menarik. Apalagi pada prosesi tedhak siten, ketika sang bayi mengambil benda yang diletakkan di dalam kurungan (prosesi ke 3), suasana pasti gegap gempita diiringi derai tawa dan berbagai komentar hadirin yang menyaksikan. Wow!

Salam!

Jumat, Desember 09, 2005

Mengolah rasa

Image hosted by Photobucket.com

Selagi googling, melihat tulisan di sini, perasaan jadi bingung juga. Kenapa sesuatu yang halus harus dilawan dengan sesuatu yang keras.

Olah rasa. Mungkin itu yang bisa membuat hati kita tidak cepat panas ketika menerima sesuatu yang pedas kepada kita.

Bisa dengan membaca, atau juga mengotak-atik kata yang kita punya.

Contoh gampangnya, ketika kita sedang merayu seseorang tuk luluhkan hatinya...hehehe...kita tentu selalu menggunakan kata-kata yang halus dan mengharu biru.

Contohnya...

Was your father an astronout? Cause there's sparkling stars in your eyes.
Or maybe your father was an alien? Cause there's no one like you on earth.


Atau...

Have you seen the mirror lately? The mirror ask to me, where's the most beautiful girl on earth gone?

Trus...

If you have 21 roses, look at the mirror, you'll see 21 beautiful thing and 1 most beautiful thing in the world.

Yang ini...

Do you have any map? cause I've been lost in your heart.
I hope you've learn CPR, cause you've take my breath away.
Your parents must be a king and queen, cause they've made such a beautiful princess like you.


Apalagi...

My doctor will sent you a message, he'll need you to gave back my heart that have been stoled by you.
You are the most gorgeous thing that I've ever seen...


Nah, apa nggak mesam-mesem mbak'e dihujani dengan kata-kata nan syahdu seperti itu? Ya nggak, Mas? :p

Met weekend! Salam!

Kamis, Desember 08, 2005

Hujan di Bulan Desember

Hari Rabu (7/12) siang kemarin hujan kembali mengguyur kota Jakarta. Bukan hujan biasa. Hujan deras yang diselilingi kilatan petir dan angin puting beliung.

Bisa ditebak. Beberapa ruas jalan terjadi genangan, dan tentu saja kemacetan timbul diakibatkan genangan tersebut.

Akibat dari peristiwa alam tersebut antara lain juga menimbulkan beberapa pohon maupun hanya sekadar dahan dan ranting yang roboh.

Nah, hal itulah yang mengkhawatirkan. Bisa dibayangkan apabila kita sedang berkendara, apalagi jika menggunakan sepeda motor, sangat lah menyeramkan jika tiba-tiba pohon yang tepat di atas kita roboh menimpa.

Belum lagi jika mobil kita sedang diparkir di bawah pohon yang besar dan rindang. Ketika hujan lebat berangin terjadi, tidak menutup kemungkinan mobil kita akan ringsek ditimpa pohon yang tumbang.

Yang selalu membuat kita trenyuh, hal itu sudah berulang kali terjadi. Berulang kali musim berganti, hal itu seperti sudah lumrah harus terjadi. Mengerikan.

Kenapa dengan adanya pembagian tugas yang sudah tegas, Dinas Pertamanan sebagai penanggung jawab keadaan pohon perindang di pinggir jalan tidak melakukan tindakan preventif. Sekali lagi preventif.

Dengan kondisi dua musim besar yang dimiliki Indonesia, seharusnya mereka tahu, kapan seharusnya pohon itu rindang, kapan pohon itu harus dipangkas atau dirapikan.

Sehingga ketika musim hujan tiba, tidak ada lagi cerita bahwa ada pohon yang tumbang yang menyebabkan kendaraan atau rumah ringsek, bahkan menimbulkan korban jiwa.

Image hosted by Photobucket.com

Ada satu hal lagi berkenaan dengan pohon perindang. Kalau diamat-amati, sebenarnya kondisi pohon perindang di beberapa tempat, baik di ibu kota maupun daerah lain, kondisinya tidak ideal.

Kekhawatiran tersebut bisa diamati dari pemilihan pohon yang ditanam. Banyak pohon yang tidak layak digunakan sebagai perindang. Selain terlihat rapuh, berdahan kecil, dan tidak memiliki akar yang kuat.

Sebenarnya ketika Belanda menjajah dulu, pernah memberikan pelajaran berharga soal pohon perindang tadi. Kalau kita amati di beberapa tempat, para ahli tata kota Belanda selalu menggunakan pohon Asem sebagai perindang di tengah panasnya kota.

Keunggulan pohon Asem sangatlah lengkap. Mulai dari dahannya yang kokoh, memiliki akar tunggang yang kokoh dan tidak merusak trotoar, memiliki daun yang kecil dan mudah hancur, sehingga ketika terbawa air hujan tidak menyumbat got. Mau apa lagi? Pilihan yang tepat sudah di depan mata.

Salam, yo!

Sabtu, Desember 03, 2005

JJMP*

Ketika mudik minggu lalu, aku sempatkan mampir ke pasar tradisional paling prestisius di Jogja, Pasar (m)Beringharjo. Prestisius sejarahnya, prestisius tempatnya. Maklum, berada di ujung Jl. Malioboro dan berada di jantung kota.

Image hosted by Photobucket.com
Pasar mBeringharjo 1910.

Segala yang kita butuhkan sehari-hari atau biasa kita sebut dengan sembako (sembilan bahan pokok) tersedia di pasar itu. Namun, seiring dengan maraknya raksasa pasar-pasar retail di Jogja, sedikit banyak mengurangi jumlah pengunjung pasar. Kebersihan dan tatanan yang lebih moderen membuat pengunjung berpaling. Tapi tetap, kurang afdol berbelanja kalau belum belanja di pasar mBeringharjo.

Ke mBeringharjo sendirian? Oh, tentu saja tidak! Hehehehe...Ditemani ibunda tercinta, dong. Sebagai penawar handal, ibu harus diikutsertakan. Yah, melepas kangen dengan cara yang alternatif! ^^

Nah, aku pergi ke pasar tersebut untuk keperluan membeli apa yang biasa kita sebut dengan cowek. Cowek bukan cowok cewek. Tapi sejenis alat untuk melembutkan atau mengolah bumbu masak dengan cara di-uleg. Pasangan dari cowek itu adalah alat peng-uleg-nya, yang biasa disebut dengan munthu. Oke kalau buat melempar maling. Dijamin kelenger! :p

Image hosted by Photobucket.com
Dwi Tunggal: Cowek dan Munthu

Kebetulan asisten rumah tangga di Jakarta sangat butuh alat masak itu. Maklum, cowek berbahan batu kali yang berkualitas ternyata sudah sangat susah ditemukan di Jakarta. Yang ada kebanyakan berbahan lapisan semen ataupun dari kayu. Tidak awet.

Selain itu di Jakarta segalanya serba praktis. Segala bumbu masak sudah tersedia dalam berbagai kemasan. Tetap, yang alami lebih afdol, lebih nendang rasanya. Untuk itulah aku berkelana di mBeringharjo.

Urusan membeli cowek beres, jalan-jalan mblusuk pasar dilanjutkan.

Tidak jauh dari mbok-mbok yang jualan cowek, terhampar jajaran bahan untuk membuat jamu tradisional. Wuah, baunya itu lho, menyengat! Bagaikan sedang di-aromatheraphy. Hehehehe....

Image hosted by Photobucket.com
Hamparan bahan-bahan jamu.

Ternyata bangsa kita sangat kaya bahan untuk jejamuan itu. Alami. Antara lain ada:
- Jinten
- Adas kulo waras
- Temu lawak
- Temu giring
- Temu ireng
- Kunyit
- Kencur
- Sunthi
- Kapulogo
- Krangean
- Pujang
- dan masih banyak yang lainnya.

Kalau aku sih, jamu tahunya ya, kunir asem. Yang manis-manis pokoknya. ^^

Untuk sehat, ternyata bahannya ada di sekitar kita. Di Jakarta, cari di mana, yah? Wah, jangan-jangan perlu impor dari Jogja, nih? :p

Salam!

JJMP*: Jalan-jalan mBlusuk Pasar.

Jumat, November 25, 2005

Fiuuuhhh.....

Waktu membaca berita di sini, senyum kecut langsung mengembang.

Bingung. Mana yang harus menjadi pegangan. Tanpa ada tanda apa-apa, langsung saja harga gas elpiji direncanakan naik 41%. Riilnya, dari tabung yang beratnya sekitar 12 kg itu, akan dihargai menjadi sekitar 70 ribuan rupiah. Harga sebelumnya sekitar 50 ribuan.

Semoga berita itu bukan ingin mengetes reaksi masyarakat. Masyarakat mungkin sudah habis kesabarannya.

Dengan adanya kebocoran info bakal naiknya harga itu mungkin ada baiknya juga, namun ketidakjelasan itu semakin membuat geram saja. Apa saja sih yang sudah mereka kerjakan sehingga harga bisa seenaknya naik tanpa ada barometer yang jelas?

Kok rasanya pingin emosi saja yah bawaannya. Semoga bapak dirut ini atau yang berwenang segera bisa mengklarifikasi. Kalo memang benar harganya naik, wah, keterlaluan deh!**

Image hosted by Photobucket.com

Jangan bingung! Foto diatas memang tidak ada hubungannya sama gas elpiji! hehehehe....Yah, paling tidak ada hiburan di tengah kepenatan dengan menyaksikan akting si adek di layar lebar.

Kalau belum tahu jadwalnya, bisa klik di sini.**

Met weekend! Mudik dulu yah! ^^

Kamis, November 24, 2005

Warta kita

Image hosted by Photobucket.com

Pada hari Selasa (22/11/05) malam kemarin, kebetulan aku menghadiri acara temu alumni dengan adik-adik angkatan kuliah. Mereka sedang ada acara di Jakarta. Pertemuan itu sendiri diadakan di sebuah hotel yang berada di kawasan Mangga Dua.

Aku berangkat bareng Mas Sulak yang kebetulan satu almamater. Wah, perjalanan yang lumayan jauh. Ciputat-Mangga Dua kalau kita naik mobil, lama waktu yang kita tempuh bisa sebanding dengan rute Jogja-Malang! :D

Tapi, keberadaan busway mulai terasa manfaatnya ketika kita menempuh rute tersebut. Dengan memarkir kendaraan di Gd. Dharmala Jl. Sudirman, kita melanjutkan dengan busway sampai mentok di stasiun Kota. Perjalanan begitu cepat dan nyaman. Full ac dan tidak uyuk-uyukan.

Singkat cerita kita sampai di tempat acara sudah terlambat. Resikonya ya jadi pusat perhatian…hehehehe

Setelah saling berkenalan dan berbagi cerita, acara dilanjutkan dengan diskusi. Yap, obrolan menjadi agak lebih akademis dan ilmiah, walaupun tetap porsi dagelannya lebih dominan.

Salah satu topik yang menjadi diskusi paling hangat yaitu masalah jurnalistik.
Apa sih jurnalistik itu? Jurnalistik adalah sebuah proses mencari, mengumpulkan, menyeleksi, dan mengolah informasi yang mengandung nilai berita, serta menyajikan kepada khalayak melalui media massa.

Selain relevan dengan disiplin ilmu, masalah jurnalistik menjadi fokus karena beberapa hal yang terjadi di sekitar kita .

Antara lain: Fenomena penyampaian berita dari stasiun televisi dan juga fenomena infotainment yang tidak pernah lepas dari kontroversi seperti saat sekarang ini.

Nah, merujuk dari hal tersebut, ingin rasanya menelaah program siaran televisi sebagai bahan kajian, sesuatu yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Mengapa masalah jurnalistik kita tekankan di sini? Karena fakta dan juga data menunjukkan bahwa selama ini masyarakat kita yang diterpa oleh media berada dalam jumlah yang cukup besar dan dalam durasi waktu yang lumayan lama setiap hari.

Apabila kita diterpa dengan berbagai informasi tersebut secara simultan dan terus-menerus, maka dibawah sadar kita bisa terpengaruh dengan fenomena maupun informasi tersebut.

Akan berakibat negatif apabila kita sudah terpola menerima informasi yang tidak proporsional dan tidak lengkap.

Secara mudah mungkin kita bisa mengamati tulisan di koran yang kadang tidak membuat kita semakin tahu tapi justru membuat kita menjadi bingung. Misalnya tentang berita penggrebekan sarang Dr Azahari di Batu Malang beberapa waktu yang lalu.

Ketika sejumlah informasi belum lengkap sudah disajikan, maka kita akan terjebak dalam sebuah situasi yang mengambang dan penuh tanda tanya. Bagaimana sebenarnya situasi itu terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi? Bagaimana kejadian itu akhirnya?

Bekal dasar yang paling mudah bagi kita ketika menerima sebuah informasi tentu dengan rumus 5 W + 1 H. Yaitu: Who (siapa), What (apa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Dengan rumus itulah kita akan merasa imbang dengan informasi yang kita dapatkan.

Sebagai pedoman lainnya, harus kita bedakan dengan jelas antara fakta dan pendapat. Seperti yang selalu disampaikan oleh Aa Gym, suatu berita haruslah BAL, yaitu Benar, Akurat, dan Lengkap. Sebelum 3 hal itu terpenuhi, janganlah kita memutuskan sesuatu terhadap suatu berita.

Masalah etika komunikasi juga sangat penting. Namun demi sebuah dramatisasi, kadang hal tersebut diabaikan. Misalnya penampakan korban kecelakaan yang vulgar, penyajian sebuah suasana kesedihan atau penderitaan seseorang yang gamblang. Hal itu kadang membuat kita jengah maupun risi. Bukan keingintahuan yang terpenuhi, namun rasa muak yang kita rasakan.

Tidak jauh berbeda dengan tayangan infotainment. Tayangan tersebut sampai saat ini ternyata lebih banyak memiliki porsi berita tentang perceraian, perselingkuhan, bahkan masalah yang sangat pribadi sekalipun dari para narasumbernya.

Sesuatu yang tidak layak disampaikan. Apalagi jika ada anak dibawah umur yang ikut menyaksikan. Wah, bakalan tercemar sejak usia dini deh!

Untuk sekali penayangan mungkin tidak masalah. Namun seperti yang kita tahu, tayangan infotainment di tv kita begitu banyak macamnya dan memiliki waktu penayangan dari pagi sampai sore. Dan celakanya lagi dengan materi yang 95 % sama antara satu tayangan infotainment dengan tayangan infotainment yang lainnya.

Bukan bermaksud menghakimi siaran televisi. Namun kedigdayaan media televisi untuk memberi bahkan mempengaruhi pemirsanya melalui tayangannya sangat signifikan sekali. Apalagi jika tayangan tersebut terjadi berulang secara periodik. Ambil contoh yang sangat mudah, tayangan iklan.

Untuk satu sampai dua kali penayangan mungkin belum terasa. Begitu kita menerima yang ke empat dan seterusnya, di bawah sadar produk yang diiklankan tersebut akan terngiang-ngiang terus. Seperti itulah gambaran singkatnya.

Trus, bagaimana solusinya? Sebagai media yang digunakan sebagai referensi dan tontonan, media massa, terutama tv, harus bisa memberikan sesuatu yang:
- Benar-benar terjadi,
- Benar-benar ada,
- Benar-benar, benar, dan
- Harus mengandung nilai kebenaran.

Terlihat ribet. Namun jika kita mencoba membiasakan diri, maka kita akan bisa segera menentukan apakah sebuah berita dari suatu media massa layak kita terima atau langsung kita buang sejauh-jauhnya. **

Salam hangat!

Sabtu, November 12, 2005

TTM

Image hosted by Photobucket.com

Teman Tapi Mesra (TTM) - Ratu

aku punya teman
teman sepermainan
kemana ada dia selalu ada aku

dia amat manis
juga baik hati
dia selalu ada
waktu untuk membantuku

namun aku bingung
ketika dia bilang cinta
dan dia juga katakan
tuk ingin jadi kekasihku

reff:
cukuplah saja berteman denganku
janganlah kau meminta lebih
ku tak mungkin mencintaimu
kita berteman saja
teman tapi mesra

aku memang suka pada dirimu
namun aku ada yg punya
lebih baik kita berteman
kita berteman saja
teman tapi mesra

aku punya teman
teman sepermainan
kemana ada dia selalu ada aku

namun aku bingung
ketika dia bilang cinta
dan dia juga katakan
tuk ingin jadi kekasihku

repeat reff

**
...hayoooo! Pasti ada yang tersenyum simpul ya baca lirik lagu diatas???? Termasuk Mas Ganteng ini. Hehehehe...tematis, gitu!

Yap, lagu grup Ratu yang berjudul TTM itu memang sedang in dan digemari. Yah, jadi bahan bersenandung dimana-mana. Dari remaja putri sampai ibu-ibu PKK. Gak tau, apa juga udah dibikin buat dering handphone juga.

Dalam formasi yang terbaru ini, Maia Ahmad sebagai pentolan grup Ratu didampingi oleh duet barunya si Mulan, benar-benar tampil atraktif. Walau sudah jadi ibu-ibu, namun mereka tetap tambil funky dan gaul. Berjiwa muda!

Selain itu, saat Mulan diproklamirkan sebagai vokalis baru Ratu, Maia Ahmad pernah berjanji untuk membuat musik Ratu lebih ngerock dengan banyak permainan gitar. “Sekarang musik Ratu justru kita banget, tidak mellow lagi,” jelas Maia.

Sekadar catatan, sebagai persona, Maia Ahmad memang istimewa. Ibu beranak tiga ini memang istri dari musisi pentolan grup Dewa, Dhani Manaf. Tapi soal pengalaman bermusik Maia, banyak orang belum tahu sebelum grup Ratu muncul dengan formasi awal Maia-Pinkan Mambo.

Maia tidak hanya menyanyi dan menciptakan lagu, memainkan alat musik seperti gitar dan keyboard pun ternyata Maia jago. Lengkap.

Bicara tentang lagu TTM, tentu saja idenya diambil dari apa yang sering terjadi di sekitar kita. Status TTM memang mengundang berbagai macam reaksi. Tetapi tetap, lagu itu begitu mudah diterima khalayak pendengar karena terasa dekat di kehidupan kita. Hal itulah yang bisa membuat sebuah lagu menjadi populer dan banyak didengarkan dimana-mana. Dan yang pasti, asyik juga buat berjoget! ^^

...cukuplah saja berteman denganku
janganlah kau meminta lebih
ku tak mungkin mencintaimu
kita berteman saja
teman tapi mesra…

**

Rabu, November 09, 2005

Kreatif…Heran…*Wagu!

Image hosted by Photobucket.com

Membaca surat kabar ini pada tanggal 5 Nopember 2005 lalu sungguh menyentak akal sehat plus nurani plus logika plus daya pikir. Perasaan campur aduk. Bagaimana tidak, di dalam tangki bahan bakar (avtur) pesawat ini yang akan tinggal landas, terdapat kandungan 96, 46% air!!! Ya udah, mesin pesawat begitu di starter langsung mogok.

Hasil analisis laboratorium PT ini menyebutkan kadar air yang terkandung dalam avtur yang terisi dalam tangki pesawat itu sebanyak 96,46 persen. Sampel yang diambil sebanyak 100 mililiter. Metode analisis yang dipakai antara lain Karl Fischer dan penelitian tersebut atas permintaan maskapai penerbangan tersebut.

Tidak tahu mengapa, masalah serius yang timbul di Indonesia akhir-akhir ini mulai terlihat tidak bermutu. Serius. Yah, masalah avtur yang mengandung air tersebut benar-benar serius.

Di sini kita bicara tentang pesawat terbang. Apalagi pesawat komersial. Kita bisa membayangkan, jikalau pesawat itu bisa terbang, dipastikan ketika di angkasa pesawat itu pasti akan “batuk-batuk” seperti orang keselek biji salak.

Kalo bebek atau ayam sih oke-oke saja di sodorin air. Lha ini sebuah hasil teknologi mutakhir perlakuannya kok kayak beternak lele dumbo saja. Ngawur!

Bicara soal motif mungkin semakin membuat kita geleng-geleng kepala. Kalau orang yang mencampur avtur dengan air itu berniat melakukan semacam sabotase sih masih mending. Lha kalau hanya demi sekian rupiah karena himpitan masalah ekonomi oknum yang menyelewengkan pengisian avtur tadi, hal itu benar-benar nestapa.

Tapi seperti kasus-kasus sebelumnya, kehormatan korps tetap dijunjung setinggi langit ketimbang keinginan untuk menguak kasus yang berat ini.

Pertamina, sebagai pihak yang mendapat mandapat mandat mengisi avtur ke pesawat terbang, sekali lagi terkesan alot untuk ikut menguak tabir yang masih kelam ini. Padahal polisi sudah menetapkan 4 orang tersangka dari para karyawan Pertamina.

Mereka mungkin belum tentu bersalah, tapi paling tdak bisa ikut membantu menguak kasus ini bersama-sama dengan pihak kepolisian. Seharusnya.

Dengan berbagai kasus yang menimpa dunia penerbangan selama ini, semakin beratlah tugas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap maskapai penerbangan sebagai salah satu moda angkutan yang paling cepat dan praktis menuju ke berbagai tujuan.**

Image hosted by Photobucket.com

Belum selesai mengamati kasus pesawat ini, muncul lagi kasus yang lumayan wagu lagi ketika tadi pagi menikmati tontonan program stasiun ini.

Akhir-akhir ini ketika harga gas elpiji bertabung yang biasa digunakan untuk kegiatan di dapur itu naik, maka munculah berbagai kasus.

Selain kasus semakin langkanya stok gas di pasaran, ada kasus lain yang cukup merisaukan juga. Yaitu kasus gas bertabung “kentut”. Kentut di sini bukan aktivitas biologis dari manusia, namun gas bertabung yang isinya tidak hanya elpiji saja tetapi juga ditambahi dengan gas yang non elpiji.

Tujuannya tentu saja untuk mengeruk keuntungan dari pengurangan kadar elpiji di tabung itu.

Dengan penambahan gas non-elpiji di tabung tersebut, maka kandungan elpijinya menjadi berkurang, namun bobot tabung tersebut tetap sesuai standar. Para konsumen yang tidak telitilah yang menderita kerugian.

Mana sempat sih kita untuk mengecek apakah tabung itu layak atau tidak kita beli? Apalagi kita yang mungkin hanya menyuruh orang untuk membeli atau menggunakan jasa delivery/beli-antar.

Untuk kasus gas “kentut” ini ada salah satu tips untuk mengecek apakah tabung yang kita beli itu bodong atau asli isinya.

Jikalau tabung yang kita beli itu berisi murni elpiji, maka ketika kita gunakan untuk menghidupkan kompor gas kita cukup sekali kita tekan-putar kompor sudah menyala.

Tidak demikian dengan yang tabung “kentut”. Perlu beberapa kali “ctek” untuk menyalakan kompor kita.

Jadi kalau tabung yang kita beli ternyata bermasalah, kita bisa langsung putuskan pindah ke toko yang lain. Tapi kalau stoknya langka seperti saat ini susah juga yah pindah-pindah ke tempat yang tidak jelas juga ketersediaan stoknya. :p

Orang Indonesia tuh memang kreatif kalau sedang kepepet. Tapi kok ya kreatifnya nggak penting banget!

Hmmmm….itulah hal-hal yang menyambut pagiku hari ini. Hehehehe..dapetnya kok ya nggak manis dan romantis babar blas!

Oh, iya…Met lebaran bagi yang merayakan! Buat semuanya mohon maaf lahir batin ya jikalau selama ini selalu membuat perasaan gundah gulana!! ^^v

Salam!


Notes:
*Wagu=Jawa:Tindakan yang tidak pantas

Kamis, Oktober 27, 2005

as HOMY as JOGJA

Yap! Sebentar lagi lebaran tiba. Acara mudik kembali dilakoni. Untuk lebaran tahun ini rencana mudik tanggal 1 November malam, naik kereta api Taksaka.

Hmmmm....jadi berasa kangen gini yah? Hehehehe...maklum, Jogja ditinggal 2 bulan aja rasanya seperti ditinggal 10 tahun. :p

Mungkin ada juga yah teman-teman blogger yang mau mudik atau berkunjung ke Jogja liburan lebaran tahun ini? Kalau iya, mungkin sekelumit info dan gambar berikut bisa memberikan pencerahan, terutama yang sama sekali belum pernah ke Jogja.

Inilah beberapa tempat yang selalu menemani setiap derap langkahku di masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.

Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 1951.
Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 2003.

Foto di atas adalah Plengkung Wijilan. Plengkung ini pada jaman dahulu kala bisa dibilang sebagai salah satu gerbang masuk-keluar beteng Kraton Kasultanan. Pada masa sekarang juga dimanfaatkan sebagai salah satu jalur lalu lintas.
Plengkung ini menghadap utara tepat berada di depan rumahku. Di bagian luar beteng tepatnya. Ada di daerah Yudonegaran. Buat teman-teman yang suka wisata kuliner, jangan sampai lupa tempat ini sebagai patokan. Kenapa???? Karena apabila kita masuk kurang lebih 20 m ke arah selatan melewati plengkung ini, maka kita akan menuju sentra jajan Gudeg khas Jogja. Salah satunya Gudeg Yu Djum yang cukup populer itu.

Image hosted by Photobucket.com
Alun-alun Utara.

Nah, di sinilah dulu tempat bermain sepak bola dengan teman-teman sekampung tiap sore. Tidak peduli cuaca terik, mendung, ataupun hujan lebat, sepak bola jalan terus. Maklum, sebagai anak kampung, kalo ga main bola ga gaul!! :p
Letaknya juga tidak jauh dari rumahku, sekitar 20 m jalan kaki ke arah barat. Kalo tiap pagi, apalagi hari minggu, favorit utk lari pagi. Suegerrrr lahir batin!
Berciri khas mempunyai pohon beringin dua buah, dan berada tepat di depan Istana Kasultanan Jogjakarta.
Tempat diselenggarakannya pasar malam-perayaan Sekaten tiap tahun. Berhubung tetangga, kalau masuk ke pasar malam selalu gratis! hehehehe...

Image hosted by Photobucket.com
Masjid Gedhe Kauman.

Untuk teman-teman yang ingin wisata religi ataupun ingin menunaikan ibadah sholat, bisa dilakukan di masjid ini.
Berada di sebelah barat Alun-alun Utara.
Menjadi bagian penting dari perjalanan hidupku karena dulu Taman Kanak-kanak-ku tepat dibelakang masjid ini.

Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 1967.
Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 2004.

Dulu dikenal sebagai bunderan air mancur (foto atas). Saat ini sering disebut sebagai perempatan Kantor Pos Besar Jogja (foto bawah).
Kenapa air mancurnya dihilangkan? Selain lebih sering menimbulkan lalu-lintas macet, juga karena sering untuk mandi gelandangan dan kungkum* orang gila! hehehehe...
Ditetapkan sebagai titik 0 km untuk wilayah Jogjakarta.
Posisinya sangat vital dan strategis. Berada di antara Jl. Malioboro dan Alun-alun Utara Jogjakarta. Setaralah dengan Bunderan HI yang ada di Jakarta.^^

Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 1938.
Image hosted by Photobucket.com
Foto Tahun 2002.

Inilah yang disebut dengan Stasiun Tugu. Berada tepat di utara Jl. Malioboro. Tempat dimana ujung dari perjalanan kita menuju kota Jogja menggunakan kereta api.
Selain vital, tempat ini cukup melankolis dan selalu menyimpan banyak cerita. Yah, cerita yang selalu datang dan pergi, layaknya deru kereta yang datang dan pergi dari kota Jogja.
Perasaan selalu merasa ringan ketika datang, dan selalu berat ketika meninggalkan.


Itulah beberapa tempat yang bisa menggambarkan kota Jogja secara sekilas. Oh, iya. Kalau sedang berada di Jogja, petunjuk arah angin sangat penting ketika kita menanyakan keberadaan suatu tempat. Hal itu ditunjang dengan tata ruang kota Jogja yang simetris dengan arah utara, timur, selatan, maupun barat.
Oke, selamat menikmati kota Jogja. Semoga membawa kenangan yang indah!

Sumber foto: di klik!

NB: *kungkum=jawa:berendam

Jumat, Oktober 21, 2005

Penyejuk kalbu

Image hosted by Photobucket.com

Bermain dalam drama seri televisi Dunia Tanpa Koma, Dian Sastrowardoyo (23) mendapat kesempatan menjadi wartawati. Tidak saja ikut mewawancarai Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Carlo Tewu, Dian juga ikut rapat redaksi dan melihat bagaimana wartawan stres kalau belum mendapat narasumber. Agar bisa menghayati perannya, Dian mengaku banyak mendapat bimbingan dari Leila Chudori, wartawan Tempo yang membuat skenario drama seri televisi ini.

Dian juga mengaku dapat lebih menghayati sisi-sisi kehidupan pribadi seorang wartawan. Bagaimana ribetnya enggak diongkosin transport, tapi headline-nya harus ok, gimana wartawan enggak brutal ya... , katanya. Artis kelahiran Jakarta, 16 Maret 1982, ini juga tidak ketinggalan mengalami kisah cinta antarwartawan.

Ditanya mengapa ia menerima tawaran serial televisi setelah selama ini ia dikenal lewat film-film layar lebar, seperti Ada Apa Dengan Cinta? dan Ungu Violet, Dian mengatakan, ia merasa bertanggung jawab dengan industri televisi Indonesia. Kalau kita ingin mutunya lebih baik, ya harus ikut terjun dan berpartisipasi, katanya. (EDN)

Coba simak kembali kalimat terakhirnya, “Kalau kita ingin mutunya baik, ya harus ikut terjun dan berpartisipasi….” Wah, berasa ringan terucap, tapi artinya dalam dan penuh perjuangan. Apalagi diucapkan oleh seorang dek Dian. Sedap.

Akhirnya, harapan untuk mendapatkan (bakal) sebuah tontonan yang menyejukkan mata di televisi lokal akan terwujud. Hmmm….sebuah impian yang lama terpendam.

Sebab, walau kita memiliki hampir 10 stasiun tv, tapi kegiatan saling mengekor program cukup merisaukan selera menonton. Sinetron yang katanya religius namun terbungkus nuansa mistis itu, yang saat ini sedang in dan katanya berating tinggi, kadang membuat muak. Terlalu berlebihan dan juga sering tidak tepat menempatkan gambar dengan materi religinya.

Untung di rumah sudah ada fasilitas tv kabel. Bukan bermaksud sok elit atau apa, tapi itu merupakan sebuah solusi terbaik daripada mata jadi bebal dan perilaku merah. Eh, kebalik yah? Hehehehe….

Mau menuntut program seperti itu ditarik juga tidak bijak. Banyak orang yang bisa hidup dari program itu. Lebih baik kita cari solusi mulai dari diri kita.

Selama ini, yah, cukup lama memang, kalau kita ingin melihat akting seorang Dian Sastro harus merogoh kocek kita untuk Mas 21. Tontonan eksklusif. Kecuali stasiun tv yang kadang menampilkan film Dian dalam kurun waktu yang tidak tentu. Kalau kata Samuel Beckett sih bagaikan menunggu si godot… ^^

Dan yang pasti para rekan wartawan di lapangan akan mendapatkan partner yang lebih menyenangkan dan ramah daripada seorang Andi Mallarangeng sekalipun….hehehehehe….

Mungkin bisa jadi para wartawan yang biasanya di bagian kantor ingin kembali turun ke lapangan. :p

Oke. Berarti nanti kalau sudah tayang akan ada 2 tontonan favorit. Yang pertama penampilan dari grup musik humor Teamlo, dan yang kedua tentu saja drama tv dengan aktris seorang Diandra Paramitha Sastrowardoyo.

Beruntungnya stasiun tv yang mendapatkan hak siarnya. Dijamin ratingnya akan tinggi! Hehehehe….

Oh, iya. Buat yang diujung jalan sana, jangan jealous, yah! ^^v

Note:
Sekadar survey kecil-kecilan, setujukah anda para darah muda jikalau dek Dian main di program televisi??? Tulis 1 jika setuju, tulis 2 jika setuju sekali….hehehehe….nggak ding….tulis 2 jika tidak berkenan. Berikan juga alasannya. Terima kasih!

Salam menyentuh kalbu!

Jumat, Oktober 14, 2005

Wakuncar *

Image hosted by Photobucket.com

Hai...hai...hai! Jumpa lagi bersama Kak Nunung!!!! Hehehehe...iya yah...udah bertaon2 ga ngisi blog...maklum, lagi banyak kleleran di jalan.

Hmmm...hari ini udah Jumat lagi. Udah weekend lagi. Gak terasa, waktu memang cepat berlalu jika kita sedang berkutat dengan rutinitas kita. Sebentar lagi mau lebaran, wuih....

Gimana yah, mau berusaha cuek dengan keadaan sekitar kok tetap ga bisa. Itu lho, dimana-mana sekarang lagi mewabah apa yang dinamakan Kartu Kompensasi BBM. Wah, seru aja, melihat senyum dikulum orang yang kebagian, sekaligus sebuah kantor kecamatan yg lebur karena diserbu warga yang tidak terdata sebagai warga miskin di wilayahnya. Hmmmm....

Sebentar lagi mudik. Mudik ke Jogja. Yah, semua pembicaraan di setiap ajang bebrayan dengan rekan selalu itu topiknya. Ada yang ngomongin soal tiket yang harganya meroket seiring dengan kenaikan harga BBM, di Jogja nanti acaranya mau ngapain aja, kepengen reunian ama temen sekolah dulu, mau wisata kuliner lagi, atau sekadar ingin memegang Tugu Jogja saja....hehehehe...kurang kerjaan.

Lumayan, hari-hari ini puasa selalu ditemani oleh mendung dan rintik hujan. Adem. Jadi ga berasa kalo lagi puasa. Tapi ya itu, mbikin liyer-liyer.**

Merasa juga kalo habis melewati beberapa momen yang lumayan merdu. Sayang, ga sempet terdokumentasikan. Jadi pingin hunting lagi. Ngajak sapa yah????

Momen. Yah, momen. Dari setiap lagu MP3 yang diputar, momen-momen itu selalu saja kembali melintas. Melintas begitu saja, tapi berulang-ulang. Membelai. Tuh khan, karena cuaca mendung, jadi kebawa mendayu-ndayu gene...hehehehe...yo ben!

Jumat, sore sudah menjelang. Besok sudah hari Sabtu. Lama sudah tidak ke Mangga Dua. Lihat-lihat barang dan siapa tahu bisa beli sesuatu yang sip!Ke Mangga Dua, ke Thamrin aja belom sempet....hehehehehe... ^^v

Oke, mungkin ini dulu deh grundelan ngalor-ngidul untuk akhir pekan ini! Met weekend! Ciao!

*Waktu kunjungan yang mencar-mencar ^^v
**Jawa = terkantuk-kantuk

Kamis, September 29, 2005

Harap-harap cemas...

Image hosted by Photobucket.com
Foto: detik.com

Ketika pertiwi belum hilang bersedih dari berbagai deraan musibah, kembali kita dihadapkan pada sebuah situasi yang membuat kita kelu. Kenaikan harga BBM.

Terungkap bahwa kenaikan terjadi demi sebuah pengurangan subsidi BBM bagi kemaslahatan yang lebih luas dan banyak. Menarik dan mengharukan.

Di lain pihak terjadi di depan mata sebuah tindakan penimbunan dan tindakan gila dengan menyedot pipa minyak Pertamina oleh orang Pertamina sendiri secara ilegal. Sekali lagi, ilegal! Dan tiap tahun orang itu bisa mengeruk hampir 1 triliun lebih, secara ilegal. Hebat, kan????

Lihat di internet, baca di koran, menyaksikan di tv, semua orang mengantri BBM demi harga yang lebih murah sebelum tanggal 1 Oktober, batas mulainya kenaikan harga terbaru.

Tua, muda, kakek, nenek, semua ikut dengan segala macam wadah demi setetes yang begitu berharga. Ya, setiap tetes akan terasa sekali sebagai hitungan rupiah untuk situasi saat ini.

Ah, jadi penasaran. Akhirnya siang ini aku nimbrung antri BBM di SPBU. Wah, panjang juga yang ikut antrian.

Semua wajah yang terlihat dari deretan antrian menampakkan wajah yang harap-harap cemas. Cemas akan kehabisan stok BBM. Tak banyak yang bercakap. Tentu lain dengan yang selesai dilayani, wajah lega terpancar. Seperti saat menunggu kelahiran bayi. Yah, seperti itulah.

Tak lama kemudian, SPBU ditutup karena (katanya) stok habis. Wah, beruntung juga aku ikut masuk antrian yang kebagian. Yah, semoga bukan katanya, karena yang menjerit (hatinya) di luar sana masih banyak. Indikator bensin sudah limit, mau didorong kok ya mobil. Kalau sepeda onthel mah, ayo!

Begitulah. Semua meradang! Nelayan meradang! Ibu-ibu meradang!

Segala teori dan logika ekonomi para menteri demi kenaikan harga BBM tidak digubris (rakyat)! Mereka hanya tahu harga BBM telah naik dan merekalah yang harus terbebani. Geram.

Rencana pengumuman kenaikan harga BBM sekitar pukul 10 malam pada tanggal 30 September 2005. Wah, tanggal itu....historis....hehehehehe...ngerti laaaaaahh... ^^v

Dulu kala ketika BBM naik, rakyat sebelumnya juga meradang, namun luruh lagi. Apakah besok juga akan begitu? Rakyat akhirnya akan menerima (pasrah) dengan kenaikan nanti? Hmmmm....cukup tabah dan sabar juga ya kita ini sebagai warga negara dan bangsa. Atau nrimo????

Hebat deh kalau begitu. Karena kita kemudian tidak terjebak dan hanyut dalam situasi yang chaos dan rusuh. Salut.

....nyak! minyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk!!!

Senin, September 19, 2005

Etika

Image hosted by Photobucket.com

Mungkin kalo kita ingat, dulu kala ketika masih dalam masa pertumbuhan, kita mungkin sering mendengar apa yang disebut dengan budi pekerti. Yap, suatu tolak ukur tentang perilaku yang sepatutnya kita lakukan dalam bersosialisasi.

Orang tua atau bahkan bapak ibu guru kita seringkali mengingatkan kita akan hal-hal yang berkaitan dengan budi pekerti idem dito masalah etika berperilaku.

Ingat ketika jaman SMP dahulu kala, ibu guru mata pelajaran PKK sering mengutarakan tentang hal-hal yang tidak elok untuk dilakukan. Tidak elok itu ya tidak enak dipandang mata lah… ^^

Misalnya, jangan duduk di depan pintu, makan jangan sambil berjalan, kalau bersin ditutup, menguap jangan asal njeplak, kalau melewati orang yang lebih tua harus bersikap sopan, mau masuk rumah ketok pintu lebih dulu, membuang sampah di tempatnya, kalau memberikan sesuatu atau berjabat tangan kalau memungkinkan dengan tangan kanan, dilarang membicarakan keburukan orang lain, membiasakan antri, menggunakan suatu barang jikalau sudah selesai harus mengembalikan ke tempat semula, dan lain-lainnya. Banyak deh pokoknya….. :p

Dulu kala ketika hal-hal tersebut selalu ditekankan, serasa menjadi sebuah teror. Tidak boleh inilah, tidak boleh itulah, sebaiknya seperti inilah….$@#&**?!+$##

Namun, layaknya batu yang ditetesi air terus-menerus, akhirnya peringatan-peringatan yang bertubi-tubi itu menjelma menjadi suatu pengertian alam bawah sadar ketika kita berbuat sesuatu di kemudian hari.

Jika kita akan melanggar apa yang dulu kala selalu ditekankan, kita sontak akan merasa ada yang mengerem. Kita menjadi berpikir, bolehkah sesuatu ini kita lakukan? Bolehkah sesuatu itu kita kerjakan?

Dan ternyata sedikit (sebenarnya) banyak, hal-hal itu sangat membantu dalam aktivitas sosial kita. Karena sudah menjadi sesuatu yang umum dan dipahami hampir semua orang, kita merasa nyaman melakukannya.

Memang, masalah budi pekerti atau pun tata karma memang hal yang relatif. Namun, dengan sedikit bantuan olah pikir dan logika, tentu hal tersebut dapat menjadi suatu nilai positif tersendiri.

Melihat situasi dan kondisi terkini negeriku yang (sebenarnya) kaya raya dan subur makmur, tapi ternyata carut-marut dan terpuruk dimana-mana, timbul satu pertanyaan, mungkinkah karena etika sudah tidak menjadi pegangan lagi?

Mungkin hanya rumput yang bergoyang, yang akan bisa menjawab…

Selasa, September 13, 2005

Mas Boy

Image hosted by Photobucket.com

Ketika membaca tulisan mas yg agak ganteng ini, aku jadi ingat juga kejadian beberapa tahun yang lampau. Ini juga masih berhubungan dengan film juga.

Jogjakarta, medio akhir 80-an.

Dunia perbioskopan Jogja menggeliat hebat. Hampir semua bioskop yang ada di kota gudeg saat itu sedang bergairah.

Antrian di depan loket menjadi hal yang biasa. Dan mayoritas penonton adalah para kawula muda serta remaja putri yang sedang riang gembira.

Layaknya anak muda yang sedang memasuki masa puber, mereka sedang dalam situasi berusaha mencari jatidiri dan sosok yang selalu menjadi kiblat maupun panutannya.

Sekitar paruh waktu itu, sosok dan juga fenomena yang sedang heboh adalah sosok "Mas Boy". Sosok yang mencuat dari film remaja "Catatan Si Boy".

Aku jadi tidak habis pikir, dulu kok aku bisa nonton film itu di bioskop, yah? Kalo tidak salah film itu sudah mencantumkan kata-kata "17 th ke atas" deh....tapi aku yang masih imut dan bersahaja waktu itu sudah bisa nonton tanpa ada halangan sama sekali. Hmmmm...mungkin karena ditunjang tubuhku yang (katanya) bongsor, yah??? :p

Yap. Mas Boy. Diperankan oleh aktor Onky Alexander, sosok maya berusia 21 tahun yang awalnya muncul dari sebuah sandiwara radio di Prambors FM Jakarta.

Tokoh fiksi bernama lengkap Raden Ario Purbo Joyodiningrat, divisualisasikan sebagai seorang mahasiswa berdarah biru yang kaya raya, mengendarai mobil-mobil mewah (BMW), otaknya tokcer, rajin beribadah, suka menolong sesama, namun....nah, ini yang paling menarik hati para kawula muda: playboy dan punya hobi pacaran....hehehehehe....Mas_Tom banged deh....kekekekeke...

Tak pelak....hehehe....ada juga ya istilah kayak gini....sosok Mas Boy menjadi panutan cowok-cowok saat itu, sekaligus menjadi sosok idaman kaum hawa.

Semua kemudian menjadi ke-Mas Boy2-an. Rambut agak gondrong klimis, wajah bersih, lengan baju dilinting, bercelana jeans, sambil menenteng jaket di bahunya. Jago berkelahi lagi. Maskulin abis, pokoke.... :p

Ada satu sosok juga yang membuat heboh kala itu. Yak, betul kata Mas_Tom: sosok si Emon. Sosok sahabat Mas Boy, yang mengalami gejala transeksual itu, menjadi sosok kocak yang memberi hiburan tersendiri sekaligus mendobrak ketabuan menampilkan tokoh seperti dia di layar lebar. Saat itu sosok Emon diperankan oleh aktor Didi Petet.

Yang unik, ketika figur Mas Boy mulai meredup pada medio 90-an, sosok ke-Emon2-an justru semakin merajalela dalam dunia layar lebar maupun layar perak di Indonesia. Sampai saat ini. Kenapa ya, Mas Tom??? ^^

Oke, sebagai pengobat rasa rindu akan film "Catatan Si Boy" dan sosok seorang Mas Boy, berikut ini ada sebuah lirik lagu yang ikut ng-hit saat Film Catatan Si Boy beredar. Dengan judul yang sama dengan filmnya dan dinyanyikan oleh Mas Ikang Fawzi.

Fyi, lagu ini juga semakin sering diperdengarkan di ruangan kantorku....hehehehe....lha, lucu juga jhe kata-katanya......Selamat bernostalgia!


Catatan Si Boy by Ikang Fawzi

Siapa tak kenal dia
Boy anak orang kaya

Punya teman segudang
Karena pergaulannya

Baik budi dan tidak sombong...jagoan lagi pula pintar...oh Boy..
Cermin anak muda

Semua liku remaja
Impian kawula muda
Maka tak heran jika gaple pun dijabannya

Baik budi dan tidak brutal
Jagoan lagi pula pintar...oh Boy..
Semua dekat padanya

Kehidupannya...tak kenal frustasi
Tiada rumus gengsi...hatinya pun bersih..

Boy...boy...si boy...
Satu imajinasi...anak muda masa kini...pemuda yang seksi...

Boy...boy...si boy...
Satu imajinasi...anak muda masa kini...pemuda yang seksi...(2x)

**

Selasa, September 06, 2005

Asuransi

Liburan panjang akhir pekan (2-4 September 2005) kemarin, aku isi dengan acara mudik ke kampung halaman. Yah, sudah lama tidak mudik dan dalam rangka ada acara juga. Biasa, mantenan!

Rencana awal sudah disusun untuk sebuah liburan yang menyenangkan demi menikmati kota tercinta dalam 3 hari. Rencana tinggal rencana.

Dengan menggunakan mobil, mudik hemat ini (maklum, pake mobil, dan kita orang tinggal naik saja, kecuali yang yahud nyopir, harus menyetir mobil bergantian), punya rencana muluk ke kampung menghabiskan waktu dengan kegiatan yang semarak dan merdu-merdu.

Berangkat dari Jakarta aku berempat dengan temanku yang lain. Start hari Kamis jam 10 malam dari Wisma Dharmala Sudirman. Kita rencana mau lewat tol Cipularang via jalur Bandung-Ciamis dan lurus terus sampai Jogja.

Namanya musibah ternyata memang tidak bisa ditolak kalau sudah jatah kita. Kurang lebih sebelum pintu keluar tol Cikarang Pusat, sekitar pukul 01.30 dinihari, mobil kita (Innova) 'menyundul' mobil yang berada di depan.

Untung. Yah, sekali lagi untung...hehehe...mobil tidak berjalan kencang, karena saat itu lalu lintas memang sangat padat.

Ya sudah, tanpa banyak bicara kita langsung terlibat pembicaraan seru khas kasus tabrakan pada umumnya. Memang, kita berada pada posisi yang salah, karena kita menabrak dari belakang. Karena kita sebagai orang yang bertanggung jawab...hehehehe...tentu saja kita akan membereskan semua urusan mobil yang kita tabrak itu (sebuah kijang kapsul).

Yang tidak kita duga, ternyata bagian depan mobil kijang itu rusak parah, sehingga berakibat mesin tidak bisa dihidupkan. Ceritanya dia 'nyundul' truk yang ada di depannya, dan truk itu pun ternyata meneruskan perjalanannya tanpa berhenti terlebih dahulu. Hal ini sebenarnya yang membuat kita agak susah membuat kronologis lengkapnya. Maklum, yang di rombongan kita yang masih melek pas kejadian hanya mas sopirnya... :p

Uniknya, rombongan kijang kapsul yang berjumlah 3 orang itu juga akan menuju ke arah yang hampir sama dengan kita. Mereka akan menuju ke kota Magelang. Sebuah kota di sebelah utara Jogja.

Singkat kata, semua menjadi agak cerah ketika kata asuransi terucap. Yap, dengan jaminan asuransi ternyata membuat semua pihak bisa tersenyum kembali.

>> Sebagai catatan saja, asuransi yang ini atau yang ini, pelayanannya cukup memuaskan. Di samping cepat menanggapi keluhan dari pihak costumer, juga cukup simpatik ketika beberapa hari kemudian mereka menghubungi kita untuk mengkonfirmasi layanan yang sudah diberikan oleh mereka (after sales service).

Setelah mobil kijang selesai di derek keluar tol dengan mobil derek tol yang (katanya) gratis itu, kita akhirnya memutuskan kongkow-kongkow sambil istirahat sejenak menunggu mobil derek dari pihak asuransi yang akan membawa kijang kembali ke Jakarta.

Total jendral kita nongkrong di tol untuk mengurusi segala tetek bengek itu selama 2,5 jam. Sekitar pukul 03.00, kita akhirnya bisa melanjutkan kembali perjalanan menuju kota Jogja.

Karena ada insiden dan kita harus transit dulu di kota Ciamis "Manis", maka waktu kedatangan di kota tercinta pun jadi molor. Kita baru masuk Jogja sekitar pukul 16.00 WIB pada hari Jumat. Mundur 4 jam dari perkiraan semula.

Hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa tadi...ehm...ehm...jikalau kita ingin melakukan perjalanan jarak jauh dengan mobil, sebaiknya:
>> Cek kondisi mobil.
>> Cek juga apakah mobil yang akan dipakai ada asuransinya, dan dari perusahaan asuransi mana. Ini ternyata sangat membantu menenangkan jiwa dan kantong kita....hehehehe
>> Siapkan kaset atau CD musik sebanyak dan sevariatif mungkin sebagai teman mengusir rasa kantuk. Sebisa mungkin yang mas sopir cocok, jadi nggak bikin bosan. Kalau kemarin itu kaset yang aku bawa total ada 15 biji, mulai dari Koes Ploes sampai Phil Collins. Sayang, yang lagu ndangdut tidak ada.... ^^v
>> Untuk jarak seperti Jakarta-Jogja, minimal harus ada 2 orang sopir.

Sebagai sebuah pengalaman pertama bagiku, semoga tulisan ini bisa memberi sebuah pencerahan.

Secara singkat acara liburan di Jogja cukup menyegarkan jiwa dan mengenyangkan....hehehehe....walau ternyata membuat mas ganteng ini jadi senewen, karena aku hari Minggu kemarin harus absen ke ABC Senayan. :p

Salam!

Selasa, Agustus 30, 2005

Kebakaran?!?!??

Image hosted by Photobucket.com

Pasar Melawai di kawasan Blok M Jakarta Selatan, pada hari Senin (29/08/05) pagi, terbakar hebat.

Pasar yang selalu dipenuhi pengunjung tiap hari itu, memiliki 3 lantai dengan beraneka ragam pedagang. Sebagian besar menjual baju dan bahan konveksi dengan harga yang bersahabat.

Dengan mengerahkan hampir 40 armada pemadam kebakaran selama Senin pagi sampai Selasa pagi, hari berikutnya, Pasar Melawai meregang habis tidak kuasa menahan kobaran si jago merah. Ironisnya, jatuh korban jiwa seorang petugas pemadam kebakaran, yang tewas terjebak api di lantai 2.

Konon, kobarannya pun istimewa. Menurut saksi mata, kobarannya membesar meliputi 3 babak. Yaitu pada pukul 11.00 WIB, 15.00 WIB, dan 19.00 WIB (Senin, 29/08/05).

Karena istimewa itu, akhirnya timbul pikiran macam-macam, pasar itu terbakar atau sengaja dibakar?

Karena beberapa waktu lalu, ketika sebuah bangunan ingin didirikan untuk menggantikan bangunan yang lama, maka bangunan lama itu mengalami kebakaran terlebih dahulu. Apalagi jika pemilik atau penghuni bangunan lama itu terlibat pembicaraan alot untuk upaya alih kepemilikan. Hal itu juga sering terjadi pada komplek pemukiman padat penduduk.

Apakah sistem di gedung untuk mengatasi kebakaran di pasar itu tidak bekerja? Sebuah pertanyaan retoris jika kita selalu melihat fasilitas umum yang tidak pernah mengalami peawatan sama sekali tersebar dimana-mana.

Yang pasti dengan terbakarnya Pasar Melawai itu, ribuan padagang mulai resah dengan hangusnya barang dagangan mereka. Apalagi tidak ada prosedur ganti rugi dalam peristiwa itu.

Bang Yos sendiri, sudah menegaskan bahwa kebakaran pasar itu adalah alami. Tanpa ada faktor kesengajaan. Apalagi ketika ada isu akan dibangunnya hotel mewah di atas tanah Pasar Melawai itu, Bang Yos pun mengakui tidak mengetahui.

Bagaimanapun, sekali lagi, rakyat kecil harus menjadi korban.

Sabtu, Agustus 27, 2005

Gambar Porno Bisa Bikin Buta

Buta, karena melihat gambar porno bukan hanya mitos belaka. Yale University asal Amerika mampu membuktikan bahwa melihat gambar porno bisa menyebabkan kebutaan pada siapa saja. Waspadalah! Waspadalah! ^^

Melihat gambar porno buat sebagian orang bisa jadi hiburan, pekerjaan, atau hanya sekedar sarana menyalurkan rasa penasaran. Berbagai sensasi bisa dirasakan ketika menikmati gambar tersebut, namun hati-hati efek yang mengikuti di belakangnya.

Dikutip Femalefirst, Jumat (26/8/2005), penelitian yang pernah dimuat di Psychonomic Bulletin membuktikan hal tersebut. Ratusan relawan dilibatkan dalam penelitian yang digarap bersama oleh Nashville University dan Yale University.

Dalam penelitian tersebut responden diminta untuk melihat adegan-adegan yang menimbulkan rangsangan seksual di tengah gambar-gambar biasa. Hasilnya, terbukti bahwa sesaat setelah menyaksikan gambar tersebut para relawan merasakan buta sesaat.

Efek ini tak hanya ditumbulkan oleh gambar-gambar porno. Pemandangan sadis yang mengundang rasa trauma juga bisa memancing terjadinya hal ini.

Menurut para peneliti setelah melihat gambar sensual para relawan tersebut tak dapat mendeteksi penampakan visual apapun. Nah, untungnya hal ini hanya berlangsung selama 1/5 detik.

Kebutaan sesaat itu disebabkan karena kerja otak yang memancing emosi. Hal yang sama juga akan terjadi ketika para pejalan kaki menyaksikan korban kecelakaan yang berdarah-darah. Begitu juga misalnya ketika seorang pengendara motor baru saja melihat papan iklan yang merangsang seksual. Seketika itu juga, ia bisa merasakan kebutaan sementara.

>> Wah, kalo soal pengendara motor, melihat sesosok kaum hawa yang "merdu" pun bisa bikin buta sesaat, juga bisa bikin benjol-benjol! Masuk got karena meleng! kekekeke...Apalagi kalo lihat Mas_T, wah, bisa kehilangan kesadaran sesaat! Maklum, ganteng & keren abizz! *luaarrriiiiiii* ^^v

So, hati-hati ya! :p

Sumber: klik!

Jumat, Agustus 26, 2005

6 dekade

"Tapi siapa yang tahu rahasia yang tersimpan dalam hati kecil tiap-tiap orang, kalau tidak lidah sendiri yang membilang." (Abdoe'l Xarim M.s. - Cerita dari Digul).


Sudah 60 tahun Indonesia merdeka. Sudah 6 dekade kita lewati sebagai sebuah perjalanan bagi bangsa.

Banyak impian dan harapan milik para pendiri bangsa yang sudah atau mungkin masih belum terwujud hingga 17 Agustus 2005 ini.

Dengan awalan beberapa daerah yang terpecah-pecah, kemudian dapat menjadi satu pada akhirnya. Negara Kesatuan begitu orang menyebutnya. Perjuangan lahir batin sudah ditempuh. Deraian air mata dan darah sudah tak terhitung banyaknya untuk sekedar mewujudkan sebuah Republik Indonesia.

Masa berganti, para penguasa pun ikut berganti. Kalau kita amati, sama apa yang diinginkan para pemimpin dengan suara hati rakyat Indonesia. Sebuah negara yang aman, makmur, tentram, subur, dan sejahtera.

Dua orde yang lumayan panjang sudah dilewati, berganti dengan apa yang disebut dengan orde reformasi. Sebuah orde yang memberikan kesempatan lebih banyak kepada rakyat untuk menentukan sendiri apa yang terbaik untuk bangsa dan negaranya.

Namun keinginan sebagian besar komponen bangsa ternyata hanya sebatas keinginan saja. Mereka lebih banyak berada pada posisi penonton. Bahkan tidak sedikit yang menjadi korban atau pun dikorbankan untuk upaya mencapai impian-impian itu. Impian yang akhirnya tetap belum terwujud.

Tahun 2004. Sebuah ritual demokrasi untuk mencari seorang sosok yang bisa jadi menjadi seorang "sang ratu adil". Sosok yang menjadi tumpuan untuk membawa kapal yang hampir karam bernama Indonesia menuju samudra kehidupan berbangsa yang lebih beradab.

Namun kembali kita seperti dihadapkan pada sebuah situasi yang justru semakin tidak pasti dan semakin kacau balau. Semua orang yang mempunyai kuasa ingin bertindak sesuai dengan keinginan dan kepentingannya sendiri. Tidak ada kontrol dan nurani.

Sang bakal ratu adil pun semakin lama semakin tidak kuasa untuk menanggung beban dan harapan dari apa yang disebut dengan rakyat. Situasi menjadi terombang-ambing. Lempar tanggung jawab menjadi menu keseharian.

Kita hampir bingung, mana sekarang yang disebut dengan Negara Republik Indonesia ini? Masih kah dari ujung Pulau Weh sampai belahan Papua di ujung timur sana?

Tidak cukup lidah yang membilang saja, sebuah tindakan dengan nurani yang tulus dan self of belonging terhadap republik, harus menjadi kunci untuk meraih kehidupan berbangsa yang lebih beradab! Semoga!

Dirgahayu Republik-ku!

Rabu, Agustus 24, 2005

Pantun - Lomba 17-an Blogfam

Menanti Sebuah Jawaban
Itu lagunya Padi
Duh..duh..dek Dian
Dambaan setiap hati

Kalau lah naik sampan
Kita harus punya nyali
Masa-masa kemerdekaan
Harus diisi dengan yang berarti

**

Pak RT lewat
Membagikan surat
Ayo berangkat tirakat
Biar Indonesia tetap kuat

Kamu mengajakku
Eh, aku malah malu-malu
Indonesia ingin maju
Singsingkan lengan baju

Selasa, Agustus 23, 2005

Costumer Service

Image hosted by Photobucket.com

Ketika kita mengalami mati listrik heboh (black out) beberapa waktu lalu, tentu rasa kesal yang masih terasa hingga saat ini. Perasaan tak berkutik semakin terasa, apalagi tidak hanya kita sendiri yang merasakan, tapi hampir seluruh wilayah Jawa dan Bali.

Salah satu kegiatan yang semakin sering saya lakukan ketika layanan-layanan publik mengalami gangguan adalah mengontak perusahaan penyedia layanan tersebut. Salah satunya adalah mengajukan pertanyaan dasar: Mengapa hal itu bisa terjadi? Apa penyebabnya? Kapan kira-kira bisa diatasi problem tersebut?

Instansi-instansi yang paling sering saya kontak adalah PLN dan Telkom. Kedua institusi itu selain lumayan vital sebagai sarana kelancaran aktivitas kantor, juga yang paling sering mengalami gangguan. Huh!

Ada beberapa catatan.

Untuk PT Telkom, upaya menjelaskan problem yang terjadi melalui divisi costumer service-nya selama ini lumayan cukup berprestasi. Mereka bisa membuka sebuah percakapan dengan baik, sekaligus mampu menjawab problem yang ada, serta dengan manisnya akan menelpon balik ketika saluran yang bermasalah sudah pulih. Paling tidak dalam waktu kurang dari satu jam, problem kerusakan jaringan telepon sudah bisa diatasi. Simpatik.

Untuk PLN, bisa menjadi suatu kebetulan yang sengaja atau pun tidak, seperti yang diungkapkan oleh seorang menteri ESDM maupun pada tingkat costumer service-nya, bahwa gangguan aliran listrik bisa terjadi karena suatu sebab yang sama. Yaitu karena ada ular yang menclok di gardu/trafo listriknya. Mendengar hal tersebut, aku mungkin hanya bisa tersenyum. Selain terasa janggal, aku juga tidak sempat untuk membuktikannya. Begitulah.

Saya pernah melakukan suatu eksperimen ketika listrik yang saya gunakan tiba-tiba mati. Setelah beberapa kali tidak ditanggapi serius, saya seketika menelepon bagian costumer service tentang gangguan listrik yang terjadi. Iseng-iseng saya mengaku berasal dari suatu institusi yang bergengsi, sebut saja setingkat BUMN tingkat wahid. Wah, langsung, kurang dari 15 menit mereka sudah datang lengkap dengan teknisi dan supervisor-nya serta mobil operasional. Dan mereka hanya memancarkan mimik kecewa ketika tahu bahwa institusi yang dituju "biasa-biasa" saja. Hehehehe....diskriminatif! ^^V

Yang paling menyebalkan ketika kita berhadapan dengan costumer service adalah ketika kita mendapatkan jawaban: "Tidak tahu!" Karena kita akan berada dalam situasi yang tidak menentu. Tidak ada inisiatif untuk menghubungi kita. Kita dihadapkan pada situasi pasrah. Berat.

Dalam benak saya, divisi costumer service ada dalam lingkup kerja divisi Hubungan Masyarakat (Humas)/Public Relation (PR). Dia sudah dipersiapkan sedemikian rupa untuk berhadapan dengan costumer/consumer-nya dengan segala masalah yang akan timbul. Sehingga mereka akan selalu tampil "cantik" dan jujur. Tanpa harus membohongi publik ketika ada masalah yang harus diungkapkan.

Karena, terus terang saja kita selama ini selalu dalam posisi yang lemah dan harus menerima! Kita akan menerima apa yang disebut denda ketika kita, misalnya, terlambat melakukan kewajiban kita membayar tagihan telepon atau listrik. Tanpa bisa menuntut apap pun ketika kita mengalami kerugian seperti listrik mati secara tiba-tiba atau saluran telepon kita pet ketika kita akan menggunakannya.

Tapi syukurlah. Memang perlu sesuatu yang luar biasa untuk mengubah sesuatu, termasuk perlakuan kita sebagai seorang konsumen dari layanan publik itu. Ditambah dengan presiden yang mengalami sendiri bagaimana situasi yang kusut dan gerah ketika listrik mati, wacana kompensasi kerugian dari para konsumen akan segera kita dapatkan.

Walau masih berupa wacana, tapi tentu masih punya malu lah jika hal tersebut tidak jadi dilakukan. Kecuali kalau masih senang menggunakan topeng. Harapan tetap menjadi sesuatu yang berharga untuk menjadi sebuah kenyataan. Semoga. **

Kamis, Agustus 18, 2005

Kado

Hari Kamis, 18 Agustus 2005, sehari setelah HUT RI ke-60, sekitar pukul 10.25-16.00 WIB, sebagian besar masyarakat Indonesia di Pulau Jawa dan Bali, mendapatkan kado istimewa dari pemerintah Indonesia: LISTRIK MATI TANPA PEMBERITAHUAN SAMA SEKALI! Sedaaaaaab...

Wuiiihhh....langsung deh, imbas yang pertama terjadi: PANAS! Yap, udara langsung gerah. Kalau mental sih sudah teruji untuk kejadian listrik mati, tidak emosi lah.

Ya wes. Tunggu punya tunggu, akhirnya listrik hidup pukul 16.00 WIB. Senyum sedikit mengembang, langsung menghidupkan komputer, online, lihat berita di internet. Hmmm...ternyata semua mengalami mati listrik. Ya presiden, ya dirut PLN juga. Semua merasakan. Lumayan adil lah.

Tapi ada satu berita menarik di sini, yaitu:"Mati Listrik di Jepang: Dirut PLN Mundur & Ada Ganti Rugi."

Bagaimana jika mati listrik di siang bolong seperti Kamis (18/8/2005) ini terjadi di Jepang? Kepala PLN-nya buru-buru mundur karena malu dan yang jelas, ada ganti rugi.

"Beberapa tahun yang lalu di Kuala Lumpur juga ada kejadian yang sama. Mahathir langsung pecat Dirut PLN-nya." Lengkapnya klik sini.

Mungkin nggak ya pejabat mundur itu terjadi di Indonesia? Kalo setahuku sih pejabat di sini kalo kena kasus langsung ngeles aja ketika dimintai tanggung jawabnya. "Listrik mati itu khan karena bla...bla...bla..."

Mungkin pejabat PLN baru mundur atau dimundurkan kalau listriknya mati tanggal 17 Agustus kemarin, yah? Hehehe....kalau itu yang terjadi, satu kompi bisa langsung dimutasi tuh.... ^^

Btw, terima kasih terucap untuk Pemerintah Indonesia atas kado ini, semoga dengan kejadian ini, semua bisa menjadi lebih baik.

*Bletakh!*

Senin, Agustus 08, 2005

Seiring

Image hosted by Photobucket.com

Waktu berlalu kala dulu
Masa indah masa kelam

Teringat saat seia-sekata
Keinginan bahagia dan bersama

Tiada kata yang bisa
Tuk menyatukan semua rasa

Dalam dekap, dalam lelap
Langkah indah menderap

Kuingin genggam, kuingin redam
Semua asa yang melanggam

Kita tetap bertahan, karna ada yang menahan
Rasa cinta yang perlahan...

...menyatukan, sampai waktu kan meninggalkan

Selasa, Agustus 02, 2005

Nama

Apa sih gunanya nama itu sebenarnya? Kalo cari gampangnya tujuan ada nama ya untuk mempermudah kita dalam menyebut seseorang atau sesuatu agar kita tidak salah. Salah menentukan atau pun salah tentang apa yang kita inginkan.

Kadang kita tidak sadar kalau nama yang kita sandang sampai saat ini mempunyai sejarah tersendiri. Bagaimana dulu orang tua kita mencarikan nama untuk kita sampai tunggang-langgang lahir batin.

Ingin memberi nama sesuai keinginan sendiri, tapi juga kadang harus mendengarkan saran sekaligus keinginan para "sesepuh" agar masukan dari mereka dikabulkan. Bahkan belum lama ini temanku pun belum siap memberikan namanya juga ketika anaknya sudah lahir. Tidak ingin buru-buru dan sembarangan. Karena memang diharapkan, anaknya kelak akan membawa amanah sesuai nama yang disandangnya.

Dalam kehidupan nyata, sering kita lihat pada beberapa orang, ternyata apa yang telah mereka lakukan dan peroleh, bisa sesuai dengan nama yang mereka sandang. Kita ambil contoh yg mudah saja, misal Pak Amien Rais. Amien = dapat dipercaya (arab), Rais=pemimpin (arab). Dan telah beberapa organisasi atau pun lembaga mempercayai beliau untuk menjadi pemimpin. Itu salah satu contoh saja. Mungkin banyak contoh yang lainnya di sekitar kita.

Shakespeare mungkin pernah berkata, "What's in a name?" Tapi justru dari nama itu lah banyak cerita tercipta.

Ada kalanya orang tertimpa sial karena memiliki nama yang sama dengan orang yang seharusnya mendapat kesialan itu. Di lain waktu, orang tersenyum-senyum ketika berurusan dengan orang lain lancar karena meyebutkan nama seseorang sebagai keyword. Bahkan dengan nama yang dimilikinya, orang bisa mendapatkan rejeki yang tidak sedikit. Beragam.

Di beberapa tempat kadang kita menemui seseorang yang berwajah pribumi, tapi mempunyai nama bule. Bahkan nama orang beken. Misalnya nama pemain sepak bola Zinedine Zidane, Maradona, Zico, Ronaldo, atau pun nama artis Erick Estrada. Bahkan ada teman SMA yang namanya Yasser Arafat, plus tanpa brewok sama sekali.

Di dalam masyarakat yang masih mengenal trah, nama juga memegang peranan penting. Kita akan bisa diketahui kedudukan sosial kita apabila di dalam nama kita tercantum nama suatu trah tertentu. Apalagi kalau menyangkut nama bangsawan. Wah, tambah keren lah. Tidak sembarang orang boleh menyandang nama itu.

Dalam sebuah pergaulan pun kita sering mendengar nama-nama yang bisa menimbulkan konotasi macam-macam. Ada yang bisa menimbulkan kesan sexy, jantan, berwibawa, bahkan lucu dan unik. Contohnya tidak usah saya tuliskan, bisa menimbulkan gejolak. ;p

Sekarang mengenai sejarah namaku terbentuk....(^-^)V Namaku Irwan Rouf. Irwan dari gabungan dua kata "lahIRe aWAN" Awan = siang, dari bahasa jawa. Yap, aku dilahirkan pas terik-teriknya matahari sekitar pukul 12 siang. Kemudian Rouf berasal dari nama kakek dari pihak ibuku. Berasal dari bahasa arab, dimana Rouf itu berarti kasih sayang. Tanpa ada maksud apa-apa, hanya saja Rouf ini merupakan nama sponsor, karena sebelumnya namaku adalah Irwan Awan. Karena ada keinginan dari pihak keluarga kakek untuk mengabadikan nama Rouf pada namaku, maka nama Awan tereliminasi dengan sukses. Semua setuju, semua senang, dan semua bahagia.

Dengan membawa embel-embel nama Irwan Rouf pun bisa menjadi cerita yang lucu dan unik. Kadang ada yang protes, kenapa namanya Irwan Rouf, kok kesannya kombinasi yang nge-drop. Yang satu punya kesan jawa, dan satunya lagi kesan arab. Biasanya langsung aku jawab, "Yah, yang satu namaku waktu masih di kampung, dan yang satu nama panggilanku waktu di kota." ;D

Mungkin ketika tidak ada yang mengapresiasi nama kita, maka semua terlihat berjalan seperti biasa saja. Lain halnya ketika kita bertemu dengan orang yang sedikit banyak bertanya soal asal-usul nama kita. Kadang kita suka gelagapan sendiri kalau tidak siap ditanyai soal nama kita. Maklum, sesuatu yang jarang kita hadapi, walau itu atribut dari diri kita sendiri.

Ketika di Bandung, aku pernah dikenalkan oleh temanku kepada temannya. Seketika setelah mendengar namaku Rouf, orang itu pun langsung mengapresiasinya. Menanyakan artinya dan tanpa diduga-duga sebelumnya ia berkata, "Kasih sayang, sama seperti orangnya, penuh kasih sayang......," padahal temannya itu cowok....hihihihi....amfuuun..

Semenjak kecil sampai SMP, panggilanku Irwan. Beranjak SMA sampai kuliah, panggilanku ganti dengan Rouf. Mempunyai nama agak panjang memang kadang sedikit merepotkan.

Aku ketika itu sengaja mengganti dengan Rouf, karena ketika masa orientasi di SMA dulu, ada tugas membuat tulisan nama asli kita dengan Rapido ukuran 0,3, ukurannya rinci sampai milimeter. Dan apabila tulisannya salah atau mblobor, harus diulang terus sampai benar. Karena Irwan 5 huruf, maka kupilih saja Rouf yang 4 huruf, lebih pendek.....hehehe...tapi ya itu, selalu ada komentar, "Alaaaah, nggayaaaaa.....dulu namanya Irwan aja sekarang ganti Rouf. Huuu....waguuuu...."

Lepas dari itu semua, ketika orang tua dulu memberikan nama kepada kita, tentu berharap agar nama itu mampu menjadi teman melangkah dan lampu suar bagi jalan hidup kita. Hidup senang, tentram, dan bahagia. **

Punya cerita menarik yang lain tentang nama? Bagaimana dengan namamu?

Minggu, Juli 31, 2005

Sabtu, Juli 30, 2005

Lidah memang tak bertulang...

Ada kabar dari seberang.

Gambar ini adalah gambaran kecil yang berhasil kami tangkap kemarin di Hotel Radisson SAS Airport Hoofdorp Belanda. Rombongan lelaki paruh baya dengan wajah melayu, tampak segar memasuki lobby hotel, walau cuaca saat itu kurang bersahabat. Di tangan mereka, jelas terlihat tas belanja berlabel merk terkenal bak Gucci dan Bally, yang sudah menjadi pengetahuan umum, sebagai merk barang yang tidak murah. Sekilas, bapak-bapak ini terlihat seperti rombongan turis, yang sedang menikmati zomer vakantie. Siapa sangka, mereka adalah anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Nursyahbani Kartasungkana (PKB), Pataniari Siahaan (PDIP), Andi Matalata (Golkar), Yahya Zaini (Golkar), Agus Tjondro Prayitno (PDIP), Maiyasyah Johan (PDIP), Ishaq Saleh (PAN), Yusuf Fani Andim Kasim (PBR). Berdasarkan beberapa sumber, kunjungan mereka ke Perancis dan Belanda sejak tanggal 25 sampai 28 Juli 2005 adalah rangkaian tour studi banding tentang proses legislasi penyusunan rancangan undang-undang negara.

Seperti yang ditulis Kompas 13 Juli 2005, dana yang bisa dihabiskan Dewan Perwakilan Rakyat untuk perjalanan ke luar negeri jumlahnya sangat besar dalam setahun. Informasi yang diperoleh pers, dana yang tersedia di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR saja untuk sisa anggaran tahun 2005 mencapai Rp 2,5 miliar. Hhmm, pantas saja bapak-bapak ini tampak sumringah, walau sedang menjalankan ‘tugas Negara’. Sekedar gambaran, fasilitas yang diterima anggota DPR apabila ke luar negeri memang banyak. Menurut keputusan Menteri Keuangan, 3 April 1992, fasilitas anggota DPR masuk dalam kategori golongan B: Uang harian perjalanan dinas ke luar negeri untuk ke Amerika Serikat adalah sebesar 315 dollar AS (Rp 2.929.500, asumsi 1 dollar AS = Rp 9.300); Perancis 320 dollar AS (Rp 2.976.000); Korea Selatan 250 dollar AS (Rp 2.325.000); Thailand dan Australia 220 dollar AS (Rp 2.046.000). Di luar itu, DPR juga mendapatkan fasilitas pesawat kelas bisnis. Namun, umumnya anggota Dewan banyak yang menggunakan kelas ekonomi sehingga kelebihan anggaran yang disediakan bisa dibawa pulang. "Selisih kalau pindah kelas dari bisnis ke kelas ekonomi biasanya lebih dari separuh," ucap seorang anggota Dewan, seperti yang dikutip Kompas.

Bicara soal studi banding anggota DPR ke luar negeri bagai memutar kaset baru dengan lagu lama. Apalagi ditambah keadaan dalam negeri yang saat ini memprihatinkan dengan segala permasalahan BBM sampai keluarnya Inpres no. 10 tahun 2005 yang menyerukan penghematan, ditambah kontroversi kenaikan gaji anggota DPR. Surat kabar Sinar Harapan (22 Juli 2005) memberitakan bahwa dari data Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR saat ini, ketua DPR mendapatkan gaji Rp 35,17 juta per bulan. Para wakilnya mendapat Rp 29,89 juta. Sementara anggota dewan Rp 28, 37 juta. Gaji ini dinilai terlalu kecil dan diusulkan untuk ketua menjadi Rp 65,17 juta atau naik 82,5 %. Wakilnya menjadi Rp 51,39 juta, naik 71,8 %. Dan anggota dewan menjadi Rp 38,01 juta, naik 33,9 %. Ini berarti gaji bulanan ketua DPR secara keseluruhan naik 104 %, wakilnya naik 89,5 % dan anggotanya naik 82,8 %.

Mahasiswa dan pelajar Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda menyatakan sikap prihatin; bukan saja atas terselenggaranya studi banding yang sangat tidak tepat dilakukan saat ini sebagai cerminan wakil rakyat yang kehilangan sensitifitasnya atas keadaan krisis bangsa, namun atas segala kebijakan yang bertolak belakang dari usaha memperbaiki keadaan carut-marut Negara.

Ada satu catatan kecil yang rasanya perlu juga kami ungkapkan disini, yaitu kekecewaan terhadap tidak adanya kesempatan berdialog dengan bapak-bapak Baleg DPR. Saat kami membaca susunan acara mereka, ada satu sesi khusus dialog dengan komunitas masyarakat Indonesia di Belanda. Ternyata kami tidak diijinkan mengikuti sesi tersebut dengan alasan sesi itu hanyalah sesi makan malam intern dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), alias sesi siluman.

Satu situasi yang mengecewakan untuk kami, ketika lagi-lagi sikap elit mencerminkan keengganan untuk terbuka pada kami yang notabene rakyat Indonesia, pimpinan tertinggi dari Negara Indonesia yang harus diperjuangkan aspirasinya. Ketika pintu komunikasi tertutup, seolah berdialog dengan kami menjadi tidak esensial dan tidak penting lagi dibanding urgensi studi banding itu sendiri yang menurut kami malah lebih tidak efektif mengingat kemajuan teknologi. Berbagai sarana elektronik padahal bisa dimanfaatkan untuk bertukar informasi bahkan pertemuan online antar benua dengan biaya yang jauh lebih murah dan cakupan peserta yang lebih fleksibel. Perwakilan Indonesia di berbagai negara bisa pula diberdayakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Apakah ini suatu simbol bahwa virus imunitas untuk berdialog dan mendengarkan aspirasi kami sudah mulai menggejala, atau malah sudah akut?

Maka jangan salahkan rekan-rekan PPI Prancis yang memilih walk out saat acara makan malam di KBRI di Paris dengan rombongan DPR, jangan tuding mereka bersikap kekanak-kanakan dengan dalih kabur begitu saja tanpa mau mendengarkan penjelasan anggota DPR, karena mungkin sesungguhnya memang tertutup sudah pintu dialog antara kami, Perhimpunan Pelajar Indonesia di luar negeri ini sebagai salah satu elemen masyarakat Indonesia, dengan orang-orang yang konon mewakili aspirasi kami. Jangan salahkan berita yang terlihat menyudutkan, karena mungkin memang tidak ada niat dari anggota DPR atau siapapun itu untuk meluruskannya.

Dan siang ini, ketika tulisan ini kami rampungkan sebagai sikap kami, mungkin para anggota DPR tersebut sedang duduk dengan nyaman di kursi pesawat kelas bisnis, tersenyum sambil menikmati segelas kopi manis, ditemani sejumlah tas belanja oleh-oleh untuk kerabat dan keluarga, dengan sumbatan earphone di telinga untuk mendengar lagu-lagu indah di pesawat, yang tak seindah suara kami disini.

Selamat Jalan Bapak-bapak…

Leiden, 28 Juli 2005
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda

***
Untuk foto-fotonya, silakan klik saja di sini. Di bagian News, "Studi Banding Oh Studi Banding..."

Salam!

Rabu, Juli 20, 2005

Mari Belajar Membaca!

Yahhh...setelah sebelumnya aku menulis yang agak-agak berat, sekarang aku mau menuangkan kembali apa yang Mas Samuel Mulia sudah kemukakan di surat kabar ibu kota. Topiknya seh ringan-ringan saja, tapi bisa menjadi berat juga bila kita salah menempatkannya. Yap, ini soal mengucapkan sesuatu saja. Oke, selamat membaca!

”Aduh... capek banget habis dari karefor nih,” kata suara wanita cantik yang masuk ke gendang telinga saya, di suatu siang di sebuah kedai kopi hotel berbintang.

Cantik untuk wanita Jakarta yang dimaksud adalah kulit putih—harus putih—muka berminyak sedikit, rambut panjang lurus dan sedikit diwarnai di beberapa bagian, lengan yang padat berisi tetapi tetap kelihatan langsing dan mulus, perut yang baru mau menipis atas usaha suntik-menyuntik alias tusuk jarum, rias wajah yang lembut dan berpakaian dalam sapuan warna pastel yang anggun, dengan jas pendek plus bros kembang kain, yang menjadi aksesori nyaris semua perempuan Jakarta. Seluruh penampilannya itu masih ditimpali lagi dengan tas Birkin Hermes, yang menjadi tas wajib wanita metropolitan Jakarta.

Awalnya saya tak mengerti apa yang dimaksudkannya dengan kata karefor tadi. Kemudian selang beberapa lama setelah percakapan pembuka yang singkat itu berlangsung, saya tahu bahwa yang dimaksudnya adalah hipermarket bernama Carrefour yang buatan Perancis itu. Carrefour yang dimaksudnya seharusnya dilafalkan seperti kar -fur, karena label itu adalah label dalam bahasa Perancis, dan bukan sebuah kata dari bahasa Inggris.

Dua hari setelah itu, teman pria saya dengan bangga menunjukkan jam tangan terbarunya, di sebuah pesta perkawinan seorang sahabat. Percakapan di antara beberapa pria soal mengoleksi jam tangan supermahal. ”Aku sih seneng banget sama jam Kartir-ku ini,” katanya. ”Kartir?” pikir saya.

Sama seperti kejadian dengan wanita cantik tadi, di awal percakapan sebelum ia menunjukkan jam yang dikenakannya saya tak mengerti apa yang dimaksudnya dengan kata Kartir. Pada akhirnya saya tahu yang dimaksudnya adalah jam tangannya yang bermerek Cartier. Cartier adalah merek yang berasal dari bahasa Perancis, dan seharusnya dibaca seperti kar-ti-e (seperti melafal huruf e). Sejak kejadian itu, saya menjulukinya dengan sebutan Mas Kartir.

Tak hanya Cartier atau Carrefour, label mode Perancis seperti Christian Dior juga sering kali didengungkan sebagai Christine Dior. Saya kok pikir yang paling cocok pakai nama Christine ya cuma aktris kawakan kita Christine Hakim bukan? Bahkan suatu siang teman saya malah dengan bangga nyerocos lewat telepon genggamnya bahwa dia senang sekali dengan koleksi ”Dyer” yang terbaru yang dilihatnya di Singapura. Maksud teman saya itu adalah Dior.

Kejadian-kejadian melafalkan dengan cara kurang tepat juga dialami seorang teman ibu saya yang sudah cukup berumur yang mengajak saya untuk menemaninya berbelanja di butik yang menurutnya bernama Versase. Saya pikir itu butik penjual vas-vas bunga terbuat dari kristal. Ternyata, maksudnya Versace butik pakaian buatan Italia itu.

Dan yang tentu belakangan sangat digandrungi semua perempuan adalah memiliki tas Birkin atau Kelly buatan Hermes.

Hermes merupakan nama keluarga Perancis pemilik butik kondang itu, dan label itu sering kali dilafalkan keliru. Hermes seharusnya dibaca tanpa mendengarkan vokal dari huruf H. Jadi, er (seperti melafal huruf r) dan mes (seperti melafal nama penyanyi Memes istrinya Pak Adhie MS).

Lafal dan pengetahuan

Apa pentingnya melafalkan dengan benar? Mampu melafalkan dengan benar menunjukkan pengetahuan Anda yang luas, bahkan lebih dari hanya sekadar membeli, memiliki barang mewah dan mahal, atau sekadar terlihat up to date, terlihat tak kalah mentereng. Melafal dengan baik dan benar mencerminkan seberapa tingginya Anda menempatkan diri untuk gaya hidup yang Anda pilih.

Kita sering kali keliru bahwa tinggi rendahnya gaya hidup ditentukan dengan banyak sedikitnya barang-barang mentereng yang kita pakai. Gaya hidup yang disebut ”sempurna” adalah gaya hidup yang mampu menghadirkan paduan gemerlapnya barang mentereng di badan Anda dengan cemerlangnya isi kepala Anda.

Jangan sampai pada suatu hari Anda sudah kelihatan cantik, gaya, menggunakan barang-barang terbaru dari rumah-rumah mode terkenal, ceplas-ceplos berbahasa campur Inggris Indonesia seperti kebanyakan kaum jet set Jakarta, dan kemudian Anda membuat kekagetan seperti satu teman wanita saya, yang hanya cuma bisa gaya dengan ikut-ikutan memesan escargot dengan pengetahuannya yang minim, seminim rok yang dipakainya malam itu.

”Saya juga mau pesen escargot-nya Mas,” katanya memberi instruksi kepada si pramusaji. ”Mas... esnya jangan banyak-banyak....”

Supaya Tidak Salah Melafalkan

Chanel: merek kondang dari negeri anggur ini dibaca seperti sya dan nel. Bukan sye dan nel seperti para manusia Amerika menyebutnya, atau manusia yang senangya keamerika-amerikaan. Chanel adalah nama Perancis dan bukan sebuah kata Inggris. Karena itu ya jangan diinggris-inggriskan. Anda tak mau bukan nama Anda yang sangat Indonesia diinggriskan?

Cartier: merek jam buatan Perancis. Dilafalkan kar-ti-e bukan dibaca kartir.

Image hosted by Photobucket.com

Haute Couture: dibaca seperti membaca ot-ku-tur bukan hot ku-cur.

Dior: Sebut saja seperti menyebut di dan or.

Givenchy: adalah juga label Perancis. Dilafalkan seperti ghi-fang-syi.

Lanvin: Nama ini juga berasal dari nama keluarga Perancis. Dilafalkan sebagai lang-fang dan bukan lan-fin.

Versace: Label Italia yang dimiliki keluarga Versace. Dilafalkan sebagai ver-sa-ce (dibaca seperti membaca che-guevara). Ingat ini nama Italia. Orang Amerika sering kali menyebutnya sebagai Ver-sa-ci. Anda tak perlu ikut-ikutan menyebutnya demikian. Anda bukan orang Amerika, bukan?

Hermes: Huruf H tidak perlu diperdengarkan. Sehingga label ini dibaca seperti er (seperti menyebut huruf r) dan mes (seperti penyanyi Memes). Umumnya dalam bahasa Perancis huruf s di akhir kata tidak dibaca, tetapi untuk menyebutkan label ini maka suara huruf s diperdengarkan.

Yves Saint Laurent: dibaca seperti if-sang-lorang. Label ini sering disingkat sebagai YSL. Meski demikian, di Negeri Anggur, orang jarang menyebut tiga huruf ini kalau menyebut nama desainer legendaris itu.

Image hosted by Photobucket.com

Ungaro: Meskipun dalam menulis huruf g hanya satu, tetapi label ini dilafalkan seperti seolah menggunakan dua huruf g. Ung-ga-ro.

Bagaimana dengan kamu? Punya pengalaman menarik tentang hal tersebut?

Jumat, Juli 15, 2005

Heran...

Image hosted by Photobucket.com

Sesuai dengan keputusan menteri Kominfo, Bpk. Prof. Sofjan Djalil, mulai tanggal 15 Juli 2005 dinihari, semua siaran televisi di Indonesia dihentikan penayangannya dari pukul 01.00-05.00 wib. Hal itu berkaitan dengan anjuran bapak presiden dalam hal ini mewakili pemerintah untuk menyukseskan “Gerakan Hemat Energi”.

Hemat energi? Ya, karena pemerintah mulai kewalahan plus kelabakan dalam menyediakan tenaga energi bagi masyarakatnya. Dalam hal ini untuk penyediaan bahan bakar minyak dan stok listrik dari PLN.

Tapi, sekali lagi, logika yang berjalan dalam kasus ini kembali dipertanyakan. Untuk hemat listrik, caranya dengan membatasi jam siaran televisi. Yang bener aja, om!

Ok, berusaha tetap dengan logika, seperti kata mas Katon Bagaskara. Kalo jam siaran dibatasi, diharapkan para pecinta siaran televisi akan menghentikan rutinitasnya itu, kemudian diikuti dengan mematikan lampu ruangan, dan memilih bobok saja. Selesai? Belum.

Itu bisa berlaku bila dilakukan oleh orang yang benar-benar hanya melihat siaran televisi dari jam 01.00 sampai 05.00 sebagai hal yang biasa dan rutinitas yang biasa juga. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang melihat siaran televisi pada rentang waktu itu sebagai hal yang tidak biasa-biasa saja? Tentu akan memiliki implikasi yang signifikan, dong!

Yap! Bagaimana dengan bapak-bapak penjaga keamanan sekaligus portal di perumahan-perumahan yang menjadikan siaran televisi sebagai teman pengusir rasa kantuk (asal jangan pengusir kewaspadaan lho, pak…)? Mas-mas yang nongkrong di gardu untuk tugas siskamling? Penggemar wayang kulit yang memang biasa ditayangkan pada dinihari? Orang-orang yang ternyata harus terbangun saat dinihari dan membutuhkan sedikit hiburan dengan menonton tv? Apakah orang-orang seperti mereka juga dipikirkan oleh pengambil kebijakan itu? Akh, jumlah mereka yang seperti itu khan sedikit. Itu kilah bapak-bapak pejabat yang ingin menerapkan peraturan itu.

Bahkan ada seorang pejabat negara yang biasanya bijak dalam berkata, ternyata harus berkomentar sedang saja bahwa: begadang itu bukan hal yang baik. Heran. Tapi kalo begadang versi lagunya om Rhoma memang tidak baik. :D

Oke lah. Kita memang masih sedikit harus bijak juga, bahwa kita yang selama ini menonton televisi dengan gratis, mungkin juga harus menerima juga keputusan ini. Tapi apa salahnya sih kita diberikan kesempatan dulu untuk menerima tawaran pembatasan itu?

Dan pahitnya lagi, kita-kita yang kebetulan berlangganan tv kabel (kabelvision) pun harus terkena imbasnya juga. Sudah membayar untuk sebuah pelayanan siaran televisi 24 jam, ternyata terkena juga peraturan ini. Padahal ini jelas-jelas layanan yang disediakan oleh pihak swasta. Dan kita sudah menunaikan kewajiban kita. Tidak ada kompensasi apa pun! Heran. Kesal. Komplit!*/

Secara kebetulan, kamis malam, malam sebelum malam jahanam…hehehe….aku melintas di kawasan istana negara. Agak aneh memang. Lingkungan istana terlihat lebih gelap dan remang-remang. Jadi ketika melihat mas-mas tentara yang menjaga istana, rasanya begidik aja. Situasi mencekam yang terlihat. Oh…ternyata lumayan konsisten juga mas presiden, ada penghematan, jadi listrik-listrik taman yang nggak perlu banged, dimatiin…oke lah…lumayan.

Tapi, apa yang terjadi di seberangnya? Tepatnya di taman Monas. Beberapa lampu spot yang sekian watt itu masih asoy saja menari-nari. Tidak ada acara apa pun di taman itu. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 wib. Kalau sudah tidak kompak sendiri seperti ini, kita sebagai wong cilik khan jadi semakin nggak asoy lagi khan sama segala kebijakan pemerintah yang sekarang ini. Sudah menjadi kesadaran pribadi bahwa kalau mau hemat energi itu ya harus atas kesadaran dari dalam hati masing-masing individu. Tidak bisa dikekang sana-sini. Sudah diatur-atur, tidak mendapat contoh yang baik lagi. Heran.

Hmmmm….padahal mas-mbak, ya…kalau dilihat-lihat jajaran para menteri itu orang yang terbiasa berpikiran logis kan, ya? Bahkan ada yang sudah menyandang titel profesor juga kan, yah? Jadi, kita itu dianggap kaya anak kecil gitu lho...ketika si anak nggak boleh maem permen, ya udah, permennya disembunyiin...tanpa ada penjelasan yang logis sama sekali…..Kasian deh pak menterinya…hehehe…

*/ Akan ada tulisan tersendiri soal ini.

Kamis, Juli 07, 2005

Tentang DPR di Sebuah Tembok

Di daerah Blok M, di sebuah tembok yang biasa dikencingi sopir taksi, saya membaca sebuah tulisan kecil: “DPR kura-kura!” (Itu sudah saya halus-haluskan sendiri, tulisan sesungguhnya adalah “DPR an…!”) Tulisan itu kecil saja; tapi saya bisa membacanya karena malam itu saya tidak kuat menahan kencing dan akhirnya saya memutuskan kencing di tempat sopir-sopir biasa kencing itu.

Tulisan itu kayaknya sudah dibikin sebelum Badan Legislatif DPR merencanakan liburan lima hari ke Perancis dan Amerika Serikat dengan biaya hampir satu miliar rupiah untuk 30 orang. Katanya studi banding. Tapi alasan itu agak sulit dipercaya. Menurut penelitian terbaru yang saya baca, otak para anggota DPR kita merupakan salah satu benda di dunia ini yang kemurniannya selalu terjaga, dan karena itu tidak mungkin disusupi oleh ide-ide atau pengetahuan apa pun. Jadi saya yakin, setelah studi banding pun, keadaan otak mereka tetap akan seperti sediakala.

Kembali ke tembok yang sering dikencingi, tulisan “DPR kura-kura!” itu pun tampaknya sudah ditulis sebelum DPR mengajukan proposal kenaikan tunjangan yang jenisnya lucu-lucu. Ada tunjangan untuk penyerapan aspirasi masyarakat, besarnya Rp4,5 juta sehari. Ada tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan operasional khusus, dan sebagainya. Nah, tunjangan operasional khusus ini jumlahnya paling besar. Mungkin setiap anggota DPR sedang merencanakan aksi-aksi khusus yang memang membutuhkan biaya besar. Misalnya, operasi plastik bagi yang tidak tampan; atau mengecilkan bentuk hidung yang kebesaran; atau untuk membiayai kursus kepribadian.

Akibatnya, jika semula orang-orang di Senayan itu memperoleh 20-30 juta tiap bulan, maka dengan kenaikan berbagai tunjangan yang mereka minta itu, kelak mereka akan menerima 35-80 juta tiap bulan.

Saudara-saudara anggota DPR, anda semua tak perlu curiga bahwa tulisan di tembok dekat Blok M itu dibuat oleh orang yang sirik terhadap rencana piknik dan usulan kenaikan tunjangan yang konon disetujui oleh semua anggota DPR. Si penulis “DPR kura-kura!” (sebetulnya “DPR an….”) itu, saya yakin, sudah menulis jauh sebelumnya. Kalau tidak percaya, silakan anda datangkan ahli purbakala untuk mengetahui umur tulisan itu. Lagipula, di tembok-tembok mana pun (tak hanya di dekat Blok M), setiap orang memang boleh menulis apa saja, asal tidak ketahuan. Kalau sampai ketahuan, misalkan anda menulis “DPR kambing”, maka anda pasti ditangkap dan diadili dengan tuduhan membocorkan rahasia negara.

Selain tulisan di atas, sebetulnya masih ada satu tulisan lagi di dekatnya. Tulisan itu berbunyi: “Kami membutuhkan wakil rakyat, tapi partai-partai hanya menyediakan gerombolan pengemis untuk menguasai Senayan.”

Saya sedih ketika membaca koran pagi tadi. Saya sedih karena hari-hari ini banyak yang menyerang DPR. Tapi, saya yakin sekali, anggota DPR kita adalah para patriot sejati yang pantang mundur. Mereka pasti akan tetap minta kenaikan tunjangan sekalipun di seluruh tembok, yang biasa dikencingi oleh sopir maupun anjing, orang-orang menuliskan caci maki untuk mereka.***

(Di kutip dari sebuah "cubitan mesra" seseorang di sini)