Satu hal yang tidak aku duga terjadi di tahun ini adalah aku harus berlebaran di Jakarta.
Satu ritual yang tiap tahun selalu kulalui di kota kelahiran. Ada sebab, ada alasan, ada cerita ketika harus berlebaran di Jakarta.
Sudah lama rencana mudik untuk berlebaran di Jogja disusun. Bareng ama temen naik mobil rencananya. Namun, rencana tinggal rencana. Mobil pada detik-detik terakhir Ramadhan ternyata tidak bisa digunakan untuk mudik. Waduh!
Terpaksa rencana B dilaksanakan. Kita mulai mencari tiket moda angkutan lain Jogja-Jakarta pp. Namun karena pas momen mudik lebaran, maka mencari tiket akhir minggu Ramadhan menjadi sesuatu hal yang mustahil. Kecuali kita mau dengan harga yang nggilani!
Yo wes. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya diputuskan menikmati suasana lebaran di ibukota. Sesuatu yang sama sekali baru kualami. Dengan konsekuensi harus menunda pertemuan dengan keluarga dan teman-teman seperti yang sudah direncanakan jauh sebelum lebaran.
Lebaran tahun ini aku pilih yang hari Senin. Ya yakin aja. Di samping juga karena sebagai pengikut salah satu organisasi massa hehehe...
Karena pilihan yang minoritas itu, ketika berangkat ke tempat sholat di Al Azhar, jalan begitu sepi. Bahkan mungkin bisa dibilang senyap. Mulai ramai dan hiruk pikuk ketika sudah berada di sekitar lokasi.
Setelah sholat, ritual seperti biasanya. Setelah bertelepon ria dengan bapak ibu dan
saudara di Jogja, kemudian dilanjutkan dengan makan ketupat plus opor dan sambal ati.
Silaturahmi ke tempat saudara yang ada di Jakarta dan sekitarnya menjadi menu berikutnya. Ritual yang mungkin tidak bisa dilaksanakan jika berlebaran di kampung halaman.
Begitu juga ritual ketika hari berikutnya, ketika lebaran yang dilaksanakan sesuai dengan keputusan pemerintah. Tujuan kunjungan berganti ke saudara yang berlebaran pada hari Selasa. Suasana tetap akrab, perbedaan tidak menimbulkan kedengkian dan cemoohan. Semua dianggap sebagai berkah.
Yang pasti, (ber)lebaran di Jakarta menimbulkan suasana yang khas. Jalan-jalan jauh lebih lengang daripada hari biasanya. Banyak warung makan yang tutup. Namun mal dan juga pasar grosir masih saja tumpek blek. Demikian juga tempat-tempat wisata di Jakarta. Kebun binatang Ragunan, Ancol, maupun taman Monas semua diserbu penduduk Jakarta yang ingin menikmati libur lebaran.
Bicara soal warung makan yang tutup, tidak demikian halnya dengan warung sate dan soto yang kebanyakan dikelola oleh saudara kita dari Madura. Mereka tidak mengenal tradisi mudik pada lebaran idul fitri. Tapi justru mengenal mudik ketika lebaran haji (idul kurban). Inilah uniknya Indonesia. Ketika yang lain pergi, ada yang tetap tinggal. Minimal mengurangi jumlah penduduk yang mudik di lebaran ini. Bisa dibayangkan toh kalau orang Madura se Indonesia ikut-ikutan mudik lebaran idul fitri kemarin. Wuah, full house deh jalan-jalan! hehehehe...
Paling tidak, menu sate ayam dan kambing masih bisa hadir di meja makan rumah lah selama libur lebaran. :)
Satu lagi berkah lebaran tahun ini, Jakarta akhirnya diguyur hujan juga. Lumayan segarlah cuaca, walau cuma hujan selama satu jam saja.
Singkat kata singkat cerita, minal aidzin wal faidzin, semoga semua kembali dengan semangat baru untuk sesuatu yang lebih seru! Salam!
Satu ritual yang tiap tahun selalu kulalui di kota kelahiran. Ada sebab, ada alasan, ada cerita ketika harus berlebaran di Jakarta.
Sudah lama rencana mudik untuk berlebaran di Jogja disusun. Bareng ama temen naik mobil rencananya. Namun, rencana tinggal rencana. Mobil pada detik-detik terakhir Ramadhan ternyata tidak bisa digunakan untuk mudik. Waduh!
Terpaksa rencana B dilaksanakan. Kita mulai mencari tiket moda angkutan lain Jogja-Jakarta pp. Namun karena pas momen mudik lebaran, maka mencari tiket akhir minggu Ramadhan menjadi sesuatu hal yang mustahil. Kecuali kita mau dengan harga yang nggilani!
Yo wes. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya diputuskan menikmati suasana lebaran di ibukota. Sesuatu yang sama sekali baru kualami. Dengan konsekuensi harus menunda pertemuan dengan keluarga dan teman-teman seperti yang sudah direncanakan jauh sebelum lebaran.
Lebaran tahun ini aku pilih yang hari Senin. Ya yakin aja. Di samping juga karena sebagai pengikut salah satu organisasi massa hehehe...
Karena pilihan yang minoritas itu, ketika berangkat ke tempat sholat di Al Azhar, jalan begitu sepi. Bahkan mungkin bisa dibilang senyap. Mulai ramai dan hiruk pikuk ketika sudah berada di sekitar lokasi.
Setelah sholat, ritual seperti biasanya. Setelah bertelepon ria dengan bapak ibu dan
saudara di Jogja, kemudian dilanjutkan dengan makan ketupat plus opor dan sambal ati.
Silaturahmi ke tempat saudara yang ada di Jakarta dan sekitarnya menjadi menu berikutnya. Ritual yang mungkin tidak bisa dilaksanakan jika berlebaran di kampung halaman.
Begitu juga ritual ketika hari berikutnya, ketika lebaran yang dilaksanakan sesuai dengan keputusan pemerintah. Tujuan kunjungan berganti ke saudara yang berlebaran pada hari Selasa. Suasana tetap akrab, perbedaan tidak menimbulkan kedengkian dan cemoohan. Semua dianggap sebagai berkah.
Yang pasti, (ber)lebaran di Jakarta menimbulkan suasana yang khas. Jalan-jalan jauh lebih lengang daripada hari biasanya. Banyak warung makan yang tutup. Namun mal dan juga pasar grosir masih saja tumpek blek. Demikian juga tempat-tempat wisata di Jakarta. Kebun binatang Ragunan, Ancol, maupun taman Monas semua diserbu penduduk Jakarta yang ingin menikmati libur lebaran.
Bicara soal warung makan yang tutup, tidak demikian halnya dengan warung sate dan soto yang kebanyakan dikelola oleh saudara kita dari Madura. Mereka tidak mengenal tradisi mudik pada lebaran idul fitri. Tapi justru mengenal mudik ketika lebaran haji (idul kurban). Inilah uniknya Indonesia. Ketika yang lain pergi, ada yang tetap tinggal. Minimal mengurangi jumlah penduduk yang mudik di lebaran ini. Bisa dibayangkan toh kalau orang Madura se Indonesia ikut-ikutan mudik lebaran idul fitri kemarin. Wuah, full house deh jalan-jalan! hehehehe...
Paling tidak, menu sate ayam dan kambing masih bisa hadir di meja makan rumah lah selama libur lebaran. :)
Satu lagi berkah lebaran tahun ini, Jakarta akhirnya diguyur hujan juga. Lumayan segarlah cuaca, walau cuma hujan selama satu jam saja.
Singkat kata singkat cerita, minal aidzin wal faidzin, semoga semua kembali dengan semangat baru untuk sesuatu yang lebih seru! Salam!