Sabtu, Desember 30, 2006

Dari 06 ke 07

Tahun 2006 sebentar lagi berlalu, bersambut ke tahun 2007. Seperti yang sudah-sudah, setahun waktu berjalan tidak terasa. Terasa sih, kalau pas tiap akhir bulan gajian. :-p

Rabu, Desember 06, 2006

Desember Ceria (Antara DPR, Poligami, dan Smack Down)

Dulu, ketika jaman kuliah, setiap memasuki bulan Desember, suasana kampus selalu semarak. Bukan hanya karena kehadiran adik-adik angkatan baru, yang katanya bisa memberikan semacam semangat baru, namun lebih kepada kegiatan yang seabrek pada bulan itu. Plus hujan yang lebih sering turun tentu saja. Maklum, kampus kami kan banyak pohon, rimbun, jadi tambah sejuk gitu lah…. :D

Selasa, November 21, 2006

Sabtu, November 04, 2006

Senin, Oktober 30, 2006

(Ber)lebaran di Jakarta

Satu hal yang tidak aku duga terjadi di tahun ini adalah aku harus berlebaran di Jakarta.

Satu ritual yang tiap tahun selalu kulalui di kota kelahiran. Ada sebab, ada alasan, ada cerita ketika harus berlebaran di Jakarta.

Sudah lama rencana mudik untuk berlebaran di Jogja disusun. Bareng ama temen naik mobil rencananya. Namun, rencana tinggal rencana. Mobil pada detik-detik terakhir Ramadhan ternyata tidak bisa digunakan untuk mudik. Waduh!

Terpaksa rencana B dilaksanakan. Kita mulai mencari tiket moda angkutan lain Jogja-Jakarta pp. Namun karena pas momen mudik lebaran, maka mencari tiket akhir minggu Ramadhan menjadi sesuatu hal yang mustahil. Kecuali kita mau dengan harga yang nggilani!

Yo wes. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya diputuskan menikmati suasana lebaran di ibukota. Sesuatu yang sama sekali baru kualami. Dengan konsekuensi harus menunda pertemuan dengan keluarga dan teman-teman seperti yang sudah direncanakan jauh sebelum lebaran.

Lebaran tahun ini aku pilih yang hari Senin. Ya yakin aja. Di samping juga karena sebagai pengikut salah satu organisasi massa hehehe...

Karena pilihan yang minoritas itu, ketika berangkat ke tempat sholat di Al Azhar, jalan begitu sepi. Bahkan mungkin bisa dibilang senyap. Mulai ramai dan hiruk pikuk ketika sudah berada di sekitar lokasi.

Setelah sholat, ritual seperti biasanya. Setelah bertelepon ria dengan bapak ibu dan
saudara di Jogja, kemudian dilanjutkan dengan makan ketupat plus opor dan sambal ati.

Silaturahmi ke tempat saudara yang ada di Jakarta dan sekitarnya menjadi menu berikutnya. Ritual yang mungkin tidak bisa dilaksanakan jika berlebaran di kampung halaman.

Begitu juga ritual ketika hari berikutnya, ketika lebaran yang dilaksanakan sesuai dengan keputusan pemerintah. Tujuan kunjungan berganti ke saudara yang berlebaran pada hari Selasa. Suasana tetap akrab, perbedaan tidak menimbulkan kedengkian dan cemoohan. Semua dianggap sebagai berkah.

Jalanan Jakarta nan lengang

Yang pasti, (ber)lebaran di Jakarta menimbulkan suasana yang khas. Jalan-jalan jauh lebih lengang daripada hari biasanya. Banyak warung makan yang tutup. Namun mal dan juga pasar grosir masih saja tumpek blek. Demikian juga tempat-tempat wisata di Jakarta. Kebun binatang Ragunan, Ancol, maupun taman Monas semua diserbu penduduk Jakarta yang ingin menikmati libur lebaran.

Bicara soal warung makan yang tutup, tidak demikian halnya dengan warung sate dan soto yang kebanyakan dikelola oleh saudara kita dari Madura. Mereka tidak mengenal tradisi mudik pada lebaran idul fitri. Tapi justru mengenal mudik ketika lebaran haji (idul kurban). Inilah uniknya Indonesia. Ketika yang lain pergi, ada yang tetap tinggal. Minimal mengurangi jumlah penduduk yang mudik di lebaran ini. Bisa dibayangkan toh kalau orang Madura se Indonesia ikut-ikutan mudik lebaran idul fitri kemarin. Wuah, full house deh jalan-jalan! hehehehe...

Paling tidak, menu sate ayam dan kambing masih bisa hadir di meja makan rumah lah selama libur lebaran. :)

Satu lagi berkah lebaran tahun ini, Jakarta akhirnya diguyur hujan juga. Lumayan segarlah cuaca, walau cuma hujan selama satu jam saja.

Singkat kata singkat cerita, minal aidzin wal faidzin, semoga semua kembali dengan semangat baru untuk sesuatu yang lebih seru! Salam!

Kamis, Oktober 12, 2006

Memberi

Apa yang membuat kita melakukan kegiatan yang namanya memberi? Ada banyak alasan. Salah satunya karena ada pihak yang pantas untuk menerima. Pantas di sini tentu saja yang membutuhkan.

Apa pula yang kita rasakan ketika mampu memberikan sesuatu kepada orang yang benar-benar membutuhkan dan pantas menerimanya itu? Lega. Yah, salah satunya rasa lega.


Memberi itu dapat dalam bentuk dan istilah yang bermacam-macam. Salah satu yang biasa kita jumpai dan mungkin akrab dengan kita adalah sedekah. Besarnya sedekah tidak ditetapkan. Yang penting kita ikhlas memberikannya.

Dulu orang tua atau para guru sering mengingatkan hikmah dari kegiatan sedekah itu. Di samping akan membantu meringankan beban orang yang kita beri, kita nanti bakal mendapatkan balasan yang lebih banyak dari yang kita keluarkan.

Namun hal itu yang selalu menjadi misteri tersendiri. Balasan itu kita selalu tidak ketahui secara pasti kapan akan kita terima. Dan dalam bentuk seperti apa.

Mungkin saat ini, khususnya di bulan Ramadhan ini, kita pernah atau sering melihat sosok yang bernama Yusuf Mansyur. Seorang ustad muda yang selalu menyeru untuk selalu bersedekah, berapapun harta yang kita ingin sedekahkan.

Semalam, ketika melihat acara di TV, sekali lagi sosok itu terlihat. Semula channel TV ingin kupindah ke acara yang lain. Namun melihat materi dan juga kisah yang dibahas membuat channel tak beralih.

Di situ dikisahkan kembali bagaimana dengan sedekah kita bisa dibebaskan dari masalah finansial yang sedang kita alami. Bantuan bisa datang lewat orang lain, atau melalui orang yang tidak kita duga, namun justru lebih besar nilainya dari yang kita sedekahkan dan kita harapkan.

Memang, sedekah yang kita berikan mungkin bukan berbentuk materi saja. Bisa jadi dalam bentuk bantuan non materi.

Berkaitan dengan sedekah kembali, ada sesuatu yang kadang sering menimbulkan keprihatinan.
Yaitu menjamurnya para peminta sedekah yang kadang membuat kita mengurut dada.
Banyak diantara mereka yang sebenarnya tidak layak meminta-minta sedekah dilihat dari segi fisik dan kemampuannya. Namun mereka selalu memakai jalan pintas mendapatkan cash money.
Atau peminta sumbangan sebuah badan amaliah atau rumah ibadah yang ternyata banyak juga yang fiktif.

Hal-hal seperti itu yang kadang mengurangi kekhusyukan kita beribadah sekaligus keikhlasan kita. Kita selalu berpikir ulang ketika akan meberi sedekah. Benarkah mereka membutuhkan? Apakah sedekah itu tidak akan diselewengkan? Membuat kita ragu.

Mungkin salah satu solusi bersedekah adalah kita memberikan langsung kepada pihak yang benar-benar kita kenal atau ke tempatnya langsung.

Di sekitar kita juga ada sebuah kegiatan yang berhubungan dengan sedekah. Namun lebih ke ritual budaya. Salah satunya adalah Sedekah Bumi yang diadakan di Kelurahan Bandung, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal.

Selain untuk meminta berkah, sedekah bumi juga diselenggarakan untuk menolak bala atau petaka.

"Tradisi sedekah bumi perlu diuri-uri untuk diambil hikmahnya," ujar Al Ustadz Ahmad Rofi'i, tokoh agama yang menyampaikan hikmah sedekah bumi.

Kegiatan itu berfungsi juga sebagai media bagi warga Kelurahan Bandung untuk bersilaturahmi.

Selain itu, sedekah bumi dapat melatih warga untuk gemar bersedekah. Sebab, biaya yang digunakan berasal dari warga dan kembali ke warga.

Kalau dipikir-pikir, orang zaman dahulu itu kreatif-kreatif, yah? Untuk mengajak warga melakukan sedekah, dilakukan melalui ritual budaya. Sehingga masyarakat dapat lebih mudah menerima dan mengikuti kegiatan itu.

Dan di bulan Ramadhan kali ini kitapun kembali diingatkan tentang hal itu, salah satunya kewajiban zakat bagi yang mampu pada saat akhir Ramadhan nanti. Bagaimanapun juga, zakat adalah bagaian rezeki kita yang menjadi hak daripada kaum dhuafa. Kita diberi kesempatan yang baik untuk berbagi. Secara pribadi paling tidak sebagai latihan untuk di bulan-bulan yang lain.***

Sabtu, September 23, 2006

Kerokan: Antara Mitos dan Uang Receh

Antara percaya dan agak percaya. Dulu ketika masih kecil, kita sudah dibiasakan oleh orang tua atau yang dituakan untuk tidak sembarangan bicara yang jelek-jelek.

Selain tidak enak didengar juga takut kalau bertuah. Kejadian gitu.

Nah, jumat malam ketika mau jalan untuk pulang kantor, ada kejadian seperti itu. Ada temen yang bilang ke aku untuk hati-hati, karena perasaannya tidak enak. Diucapkan dengan guyon seh, namun tetap aja kok agak gimana gitu.

Ketika sampai di rumah dan siap untuk leyeh-leyeh, lha kok badan agak gimana gitu rasanya. Agak berat dan merasa seperti masuk angin. Aneh. Padahal tadi sebelumnya segar bugar. Karena angin malam juga tidak, karena aku pake jaket ketika berkendara.

Langsung deh inget omongan temen tadi waktu pulang kantor. Jangan-jangan bener firasat tadi, yah? Hmmmm.... :)

Ya wes, tanpa babibu aku minta dikerokin. Entah kenapa yah, kalo belom kerokan tuh kok ya belom manteb gitu. Ntar kalo kerokan udah gak mempan, barulah obat-obatan bertindak. :)

Bicara kerokan, tidak afdol tanpa melibatkan uang receh kebanggaan Indonesia. Urut berdasarkan kenikmatan yang didapat ketika bergesekan dengan kulit kita ketika kerokan: Yang pertama uang receh Rp 5,- keluaran 1974 dan urutan berikutnya uang receh Rp 100,- keluaran tahun 1973. Wah, keluar pas aku belom lahir tuh...hehehehe....

lima rupiah

100 rupiah

Seperti biasa, ketika dibutuhkan kok dua benda itu susah banget nyarinya. Setelah ubek-ubek seisi rumah, akhirnya yang ketemu uang receh yang Rp 100, -. Yah, lumayan, walo lebih perih kalo dibandingin ama yang Rp 5,-. Apa boleh buat. :)

Plus minyak tawon, akhirnya kerokan sukses dilaksanakan. Walau tubuh harus ngolat-ngolet kayak orang dipijat refleksi, namun rasanya kok plong setelahnya. Merasa sehat dan segar kembali.

ornamen bruce lee :p

Sabtu pagi bisa bangun dengan tubuh yang segar. Entah karena hasil kerokan atau semacam sugesti saja.

Kalau kerokan itu sendiri banyak yang pro kontra. Ada yang tidak setuju dan ada yang senang-senang aja. Ada yang bilang tidak baik karena pori-pori kulit jadi terbuka. Namun ada yang bilang justru baik karena dengan pori-pori yang terbuka, maka keringat akan mudah keluar. Dimana ada pendapat bahwa keringat itulah biang penyakitnya. Berkeringat -> Sembuh. :)

Oh, iya, besok sudah masuk bulan puasa. Oleh karenanya mohon maap deh bila ada salah tulis di blog ini. Hmmm...sapa tau kerokan bisa jadi salah satu pengobatan alternatif juga kan ketika kita berpuasa? ;-)

Tabik!

Sabtu, September 09, 2006

Haornas

Hari Olahraga Nasional diperingati setiap tahun untuk memperingati penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional I di Surakarta 9-12 September 1948.

Atlet lempar cakram bertanding dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo, Jawa Tengah

Berkaitan dengan Haornas, yang jatuh tepat pada hari Sabtu (9/9) ini, berikut ini ada postingan yang juga pernah dimuat di sini. Yak!


OLAHRAGA : HOBI ATAU KARIR?

Yogyakarta, medio pertengahan 1995

Tersebutlah tiga orang yang sedang berbincang di pinggir lapangan dalam jeda latihan rutin sebuah klub basket. Tiga orang ini kita sebut saja dengan Mr X, Mr Y, dan Mr Z. Biar kayak kasusnya artis Nia Paramitho dan Gusti Rondo yang masih hot itu loh! Hehehe…

Di sini Mr X dan Mr Y adalah sang anak didik. Sedangkan Mr Z adalah sang pelatih. Mr Z sengaja memisahkan kami di antara yang lainnya yang sedang berlatih basket sekadar membincangkan sesuatu yang sepertinya sepele, namun di kemudian hari ternyata sangat signifikan pengaruhnya terhadap masa depan sang anak didik.

Ada sebuah pertanyaan klise yang diajukan Mr Z kepada kami: "Kalian basket untuk sekadar hobi atau karir?"

Mr X yang pertama kali diajukan pertanyaan sempat tercenung sejenak, meminum air mineral seteguk kemudian secepat kilat menjawab sambil tersenyum simpul, "Hobi!" Dan tidak kalah tangkasnya Mr Z menukas, "Oke, masalah selesai buatmu karena kamu memilih basket hanya sebagai hobi," sambil berkacak pinggang Mr Z melanjutkan, "setelah ini saya tetap melatih dan membina kamu tapi orientasinya berbeda dengan jika kamu memilih basket sebagai karir."

Mr X pun mengangguk mantap dengan pilihannya. Karena saat itu ia sudah menginjak bangku SMA kelas 2 akhir, dimana tahun berikutnya harus bersiap menyongsong ujian masuk perguruan tinggi negeri idaman. Pendidikan bagi dia tetap prioritas pertama.

Untuk Mr Y ternyata memilih yang sebaliknya. Sambil menyeka keringat di dahi ia dengan mantap dan suara bulat, jadi tidak hanya donat yang boleh bulat, menyatakan bahwa basket adalah sebuah pilihan untuk karir dan masa depannya.

Dengan jawaban Mr Y tersebut Mr Z menyatakan dengan tidak kalah mantapnya di depan kami bahwa ia akan habis-habisan juga melatih sekaligus membina demi karir basket dan masa depan Mr Y. Termasuk juga masalah pendidikan untuk jenjang berikutnya.

Kemudian latihan basket hari itu dilanjutkan seperti biasa. Sekitar jam 10 malam latihan berakhir.


Jakarta, April 2006

Ketika sedang membaca sisipan olah raga Rekor dari harian Republika, tiba-tiba wajah Mr X terpaku memandang foto sebesar seperempat halaman tabloid. Foto sosok yang menjadi topik pembahasan dalam sebuah artikel tentang atlet yang berhasil di Indonesia. Atlet basket tentu saja. Yah, siapa lagi kalau bukan Mr Y. Mr X pun terharu.

Kenangan tentang pembicaraan enam mata medio 1995 itu kembali muncul. Seketika itu juga Mr X menelepon ke HP Mr Y.

Panggilan pertama tidak diangkat. Yang terdengar hanya nada dering "Naluri Lelaki" dari grup band Samsons yang lagi nge-hit di Indonesia saat ini. Mr X sempat berpikir, akh, mungkin dia sedang latihan saat ini, tidak sempat menjawab. Mungkin.

Kemudian Mr X iseng mengirim sms. Akhirnya Mr Y merespon sms itu. Sebuah reply yang hangat. Mr Y tidak berubah. Akhirnya Mr X menelepon sekadar colek-colek sambil memberitahu artikel yang baru di baca tadi. Dan ternyata Mr Y belum baca, tertawalah mereka berdua!

Setelah bertukar kabar terakhir, bercerita, dan menanyakan kapan ada rencana pulang kampung, akhirnya mereka menutup pembicaraan dengan saling mengucap salam semoga semua baik-baik saja.

Mr X tahu persis perjalanan Mr Y sampai bisa seperti sekarang. Harus berpindah kota karena harus berpindah klub basket, harus pindah sekolah dan kampus demi karir basketnya juga. Harus menerima sikap sinis dari para senior saat awal-awal masuk di sebuah klub baru. Bahkan ada masa suram ketika kedua lututnya harus bergantian naik meja operasi. Maupun berbagai kesulitan ketika pindah klub dari kota Kembang ke klub di ibukota yang konon memecahkan nilai transfer tertinggi di Indonesia saat itu. Mr X tersenyum sendiri.

Namun halangan itu dapat dilewati dengan mulus. Menjadi iklan cetak untuk sebuah produk air mineral kondang sudah dijalani. Sempat menjadi model untuk baju buatan anak negeri. Juga menjadi model cover sebuah majalah. Yang pasti Mr Y saat ini sudah menjadi pusat perhatian. Sudah jadi public figure kalau bahasa infotainment-nya. :p

Mr X sudah pernah mengalami beberapa kali pembicaraan, baik di tempat umum maupun ketika selesai bertanding, dengan Mr Y terganggu karena banyak fans dari Mr Y yang ingin berfoto bersama. Dan kebanyakan dari mereka adalah para wanita.


Jakarta, menjelang 3 Mei 2006

Di Indonesia, setiap atlet yang ingin menekuni dunia olah raganya itu akan selalu diliputi oleh tiga dilema. Yaitu masalah sekolah, keluarga, dan juga kantor atau tempat si atlet bekerja.

Untuk Mr X, kontradiksi antara pilihan untuk menekuni olah raga atau pendidikan itulah yang dulu bahkan sampai saat ini selalu menggelayuti pikirannya.

Masih belum maksimalnya penghargaan secara materi terhadap para atlet itulah yang selalu membuat olah raga menjadi pilihan kedua setelah pendidikan dalam setiap prioritas para calon atlet ketika dulu ingin menjadikan olah raga sebagai sandaran hidup atau karirnya.

Dulu, dari setiap pertemuan yang terjadi antara Mr X dan Mr Y, selalu saja muncul pertanyaan tentang proses pendidikan yang dijalani Mr Y selama menekuni rutinitas basket di setiap klub yang berbeda-beda.

Dan yang selalu membuat Mr X salut adalah Mr Y akan selalu berusaha mengimbangi kegiatan basketnya dengan proses pendidikan yang dijalaninya. Dengan pertimbangan kesibukan untuk berlatih dan waktu yang tersedia, pendidikan yang diambil adalah strata diploma. Dan bisa diselesaikan dengan baik. Di Unpad lagi! Salut!

Sekadar catatan, sebagai bagian dari konsekuensi klub mengikat atletnya, pendidikan yang dijalani oleh atletnya itu bebas biaya alias ditanggung oleh klub yang bersangkutan.

Mr Y mungkin salah satu atlet yang beruntung. Dari setiap klub yang dibelanya selalu memberikan jaminan kelangsungan pendidikan.

Hal ini sangat penting. Bukan hanya sekadar sebagai pretise, namun lebih bermanfaat bagi si atlet untuk menyeimbangkan fungsi otot dengan fungsi otak. Sebagaimana otot, otak yang terlatih dan sering digunakan untuk berpikir yang konstruktif akan menghasilkan sebuah keputusan atau tindakan yang konstruktif juga.

Karena banyak fakta membuktikan bahwa apabila prestasi seorang atlet dan pendidikan yang dijalaninya bisa seimbang, maka prestasi si atlet pun biasanya juga bagus. Hal ini dapat dilihat di Amerika Serikat, misalnya pada kompetisi NCAA, yang sistem olah raga dan pendidikannya sudah baik, matang, dan berjenjang.

Walaupun sebenarnya di Indonesia hal tersebut sudah cukup lama dirintis. Yaitu sekitar tahun 80-an, dengan membentuk beberapa kantong Pendidikan dan Latihan (Diklat). Antara lain didirikan di Ragunan Jakarta dan di Kota Salatiga.

Ketika menjalani proses di diklat-diklat itu mereka sebenarnya bisa menorehkan prestasi yang membanggakan. Namun yang menjadi masalah adalah setelah mereka keluar atau lulus dari diklat. Belum ada sebuah sistem atau kompetisi yang baik bagi para lulusan.

Setelah keluar dari diklat mereka lebih banyak yang tinggal nama saja. Padahal waktu yang mereka habiskan di diklat cukup banyak. Antara lain harus kehilangan waktu menikmati masa-masa remaja bersama-sama teman-temannya, serta yang agak berat harus berpisah dengan keluarga.

Sekadar catatan, salah satu alumnus Diklat Ragunan yang mempunyai prestasi dunia adalah mantan petenis putri dari Yogyakarta: Yayuk Basuki.

Pada era 90-an pun pemerintah berupaya kembali menjembatani dunia olah raga dan pendidikan itu. Salah satunya menggandeng institusi perguruan tinggi negeri dengan program Pemilihan Bibit Atlet Daerah (PBAD).

PBAD ditujukan bagi mereka lulusan SMA yang memiliki bakat atau keahlian di bidang olah raga. Merke diberi kesempatan menikmati pendidikan di perguruan negeri tinggi negeri tanpa tes seperti halnya mahasiswa umum. Cukup dengan laporan rapor selama belajar di SMA dan sedikit tes keterampilan olah raga sesuai cabang yang dikuasainya.

Namun karena tidak dibekali dengan kurikulum yang sesuai dengan program PBAD tersebut, maka hasilnya pun kembali nihil. Mereka yang berhasil lolos ke PBAD ketika kuliah justru sebagian besar lebih fokus ke bidang pendidikan. Karena apabila mereka mencoba lebih giat berolah raga, maka mereka akan ketinggalan dengan teman mereka yang mahasiswa umum.

Karena kurikulumnya belum tersedia, mereka nanti akan lebih banyak membolos kuliah. Bahkan ada kasus yang tragis ketika seorang atlet karateka nasional harus mengalami ancaman paling kejam di perguruan tinggi, drop out! Sebab dia diharuskan mengikuti pemusatan latihan di luar kota, di mana dia akan banyak bolos dari jadwal kuliahnya.

Karena mengalami kehidupan perkuliahan yang berbeda, antara lain dengan sering membolos itulah pernah muncul istilah yang menegaskan dikotomi antara "atlet yang mahasiswa" dan "mahasiswa yang atlet". Yang pertama dianggap hanya bermodal "nasi" saja sedangkan yang kedua menggunakan otaknya sebagai modal dasar kuliah.

Tidak mengherankan apabila sebuah pilihan dari seorang anak untuk memilih olah raga sebagai jalan karirnya akan menjadi momok tersendiri bagi setiap orang tua. Mereka bisa dipastikan akan bimbang dengan pilihan buah hatinya.

Walaupun untuk saat ini penghargaan terhadap prestasi olah raga secara materi cukup memuaskan, terutama di cabang bulu tangkis dan bola basket, namun tanpa adanya jaminan ketika pensiun dari atlet itulah yang tetap membuat merinding disko.

Kurang dan lebihnya, salam olah raga! ***

Legenda:
Mr X, adalah penulis artikel di atas yang mengaku seorang yang biasa-biasa saja, bahkan cenderung tidak menggemaskan sama sekali. Tapi boleh juga diklik di sini.
Mr Y, adalah sahabat Mr X yang baik hati itu. Bisa diraba di sini.
Mr Z, adalah Mas Budijanto, kiprahnya bisa dikilik-kilik di sini.

Kamis, September 07, 2006

Rest and Relax...

Mau bersantai dulu. Mencoba menikmati suasana. Sambil sedikit berdendang...

The Second You Sleep
by Saybia

Fansite Nederland

You close your eyes
And leave me naked by your side
You close the door so I can't see, the love you keep inside
The love you keep for me
It fills me up
It feels like living in a dream
It fills me up so I can't see
The love you keep inside
The love you keep for me

I stay to watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
It gives me time to stay, to watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
I wish by God you'd stay

I stay awake
I stay awake and watch you breathe
I stay awake and watch you fly, away into the night
Escaping through a dream

I stay to watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
I gives me time to stay
To watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
I wish for God you'd stay

Stay...
Stay...

I stay to watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
It gives me time to stay
To watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
It gives me time to stay
To watch you fade away
I dream of you tonight
Tomorrow you'll be gone
I wish for God you'd stay

Stay...

Stay...
Stay...

I wish for God you'd stay...

Sabtu, Agustus 19, 2006

Bernafas Dalam Lumpur

Photobucket - Video and Image Hosting

Ketika muncul semburan gas asam sulfida (H2S) pada sumur eksploitasi gas Sukowati tanggal 29 Juli 2006 lalu di Bojonegoro, polisi bertanya pada para insinyur geologi yang kini duduk sebagai tersangka dalam kasus semburan lumpur Lapindo Brantas, Sidoarjo. "Bagaimana asal-muasal semburan gas di Bojonegoro?" ujar polisi.

Salah seorang tersangka, dengan nada menggerutu menjawab, "Kalau nama saya sampeyan lepas dari daftar nama tersangka, ilmu geologinya bisa saya terangkan."

Cerita ini telah menjadi "humor hitam" di kalangan praktisi pengeboran, para ilmuwan geologi, dan mereka yang kini "nyaris putus asa" mencari cara menanggulangi semburan lumpur Lapindo yang pelan tetapi pasti seolah hendak menenggelamkan sebagian Kabupaten Sidoarjo itu.

Situasi tersebut juga sekaligus menunjukkan, betapa sebagian besar warga di Sidoarjo saat ini tidak tahu apa yang bisa diperbuat terhadap lumpur panas itu.

...???

* dikutip sebagian dari sini.

Jumat, Agustus 18, 2006

SEPASANG MATA BOLA

Photobucket - Video and Image Hosting

Hampir malam di Jogja
Ketika keretaku tiba
Remang-remang cuaca
Terkejut aku tiba tiba

Dua mata memandang
Seakan akan dia berkata
Lindungi aku pahlawan
Dari pada sang angkara murka

Sepasang mata bola
Gemilang murni mesra
Telah memandang beta
Di stasiun Jogja

Sepasang mata bola
Seolah olah berkata
Pergilah pahlawanku
Jangan bimbang ragu
Bersama doaku

>> buah karya: Ismail Marzuki.

Sebuah lagu yang romantik, heroik, sekaligus patriotik. Karya-karya Ismail Marzuki terkenal sederhana, syairnya yang sangat kuat, melodius, dan punya nilai keabadian. Merdeka!

Kamis, Agustus 17, 2006

Empat rasa, sejuta asa

Photobucket - Video and Image Hosting

Judul : Ortu Kenapa, Sih?
Editor : Benny Rhamdani
Penerbit: Penerbit Cinta


Kalau kita melihat hubungan orang tua dan anak, akan tampak sebuah hubungan yang unik. Unik dalam artian memiliki makna yang dalam dan kompleks.

Seperti yang tertuang dalam buku kumpulan kisah nyata para anggota komunitas Blogfam ini: Teen World – Ortu Kenapa, Sih? – yang diterbitkan oleh Penerbit Cinta.

Betapa tidak, untuk menggambarkan bagaimana hubungan orang tua anak atau bagaimana orang tua mendidik anaknya ketika masih belia bisa digambarkan dalam 4 macam “rasa”: Hobi vs Ortu; Pilihan vs Nyokap; Kenapa Bokap; dan Berakhir Indah.

Digambarkan di sana, orang tua mana yang tidak menginginkan seorang anak yang berbakti kepadanya. Sekaligus diharapkan memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Ditambah lagi bisa berguna untuk dirinya, keluarga, dan bangsanya. Sebuah keinginan yang sempurna.

Secara pribadi mungkin aku tidak mengalami hal yang se-ekstrim seperti yang dialami oleh Lili (Aduh… Sakitnya), karena kebetulan aku juga mulai menggeluti hobi basket ketika masa-masa SMP. Orang tua, terutama bapak, tidak pernah secara ketat mengawasi kegiatan basketku, juga ketika menginjak kelas 3 ketika akan memasuki masa ujian akhir.

Namun empati yang ditimbulkan dalam kisah Lili begitu terasa bagiku. Bagaimana ketika semangat untuk basket sedang menggebu-gebu, namun di sisi lain ada pihak orang tua (sekali lagi seorang bapak) yang menginginkan basket bukan sebagai hobi yang harus digeluti. Sebuah keputusan yang berat bagi seorang ABG yang sedang “ranum-ranumnya”.

Untuk mencapai tahap sempurna itulah yang kadang menimbulkan bermacam gejolak hubungan antara orang tua dan anaknya. Ada kala seorang anak menuruti kata orang tuanya, ada pula kala dimana kata hati sang anak menjadi panduan langkah hidupnya.

Kadang hal itu harus dikecap oleh seorang Sam (Saatnya Menjadi Diriku). Bayangkan ketika memasuki masa ujian, ada beban yang lebih berat disamping bahan ujian yang harus diselesaikan. Yaitu pilihan yang menggelayuti pikiran: pilihan orang tua atau pilihan hati nurani sang anak.

Namun, seperti yang tertulis dalam pengantar buku OKS, rujukan dan masa yang berbeda bisa menyebabkan segala sesuatu tidak bisa seperti yang diharapkan. Rasa posesif orang tua terhadap seorang anak, apalagi terhadap anak tunggal, kadang bisa dianggap memberikan “kacamata kuda” orang tua terhadap situasi dan kondisi luar yang membuat seorang anak membuat pilihan atau diberikan pilihan.

Yang menjadi salah satu poin penting di buku ini adalah ketika penggambaran seorang anak yang memahami pilihan orang tua (dalam hal ini ibu di Ransel Pilihan Ibu) cukup menarik dijadikan salah satu poin penting.

Seingatku, tidak gampang seorang anak ABG bisa berubah pikiran dan menerima apa yang sudah menjadi pilihan ibunya, ketika pilihan itu akan menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya. Dimana hal itu harus dijalani pula dengan perjuangan pulang ke rumah yang berjarak puluhan kilo dari tempat dia belajar.

Di dalam masyarakat Indonesia yang dikenal ramah-tamah, suka tolong menolong, mudah diajak bergotong royong, dan memiliki ikatan sosial yang kuat, terutama di daerah, ternyata memberikan efek yang sungguh berat bagi seorang Ryu Tri (Sepotong Maaf).

Kondisi masyarakat kita harus diakui banyak yang suka menolong juga, namun menolong dalam hal mengabarkan atau memperbincangkan tentang orang atau masalah yang menimpa orang di sekitarnya. Biasa dikenal dengan istilah menggosip.

Betapa seorang Ryu Tri harus “menundukkan” muka setiap keluar dari pintu rumah demi merasa menjadi omongan para tetangga ataupun teman sekolahnya ketika hadir ibu yang kedua. Namun kebesaran hati seorang ibu dan posisi sebagai anak sulung di dalam keluarganya, mampu meneguhkan hati seorang Ryu untuk menyelesaikan masalah dengan bapaknya. Hasilnya sungguh mengharukan. Seorang anak yang justru harus mampu dan bisa memahami kondisi bapaknya, dengan jalan yang terkesan sepele: mau untuk berkomunikasi.

Apakah konflik bisa timbul antara orang tua dan anak saja? Tidak. Ternyata yang cukup potensial menimbulkan konflik di dalam keluarga juga bisa timbul antar saudara kandung. Bisa muncul secara langsung maupun tidak. Bisa secara implisit maupun eksplisit.

Dan hal apa sih yang membuat kita ingin kembali ketika berada jauh dari tempat asal kita? Ya, suasana rumah kita. Tempat keluarga kita tumbuh bersama. Apapun situasi dan kondisi yang ada, konflik yang terjadi, rumah selalu membuat kita ingin kembali. Prakoso Bhairawa Putera S. memberikan gambaran itu. Apalagi dengan saudara yang jumlahnya banyak, suatu konflik intern selalu mengintip setiap hari.

Secara keseluruhan, buku ini memberikan panduan dan pedoman yang baik untuk sasaran pembacanya. Memang, memasuki usia “teen” diperlukan sebuah pegangan yang tepat, diluar bimbingan orang tua tentu saja. Pegangan yang inspiratif, empatif, persuatif, dan sugestif.

Jadi, orang tua juga perlu baca buku ini, lho! :-)

Selasa, Agustus 08, 2006

Rabu, Agustus 02, 2006

Karangwuni-Pleret Bantul, Minggu, 30 Juli 2006

Tepat dua bulan sudah sejak gempa 5,7 skala richter itu terjadi. Akhirnya bisa berkunjung ke tempat saudara yang menjadi korban langsung dari peristiwa alam itu.

Semua yang sejak semula menjadi tanda tanya dan sekadar khayalan, hari itu semua terlihat langsung. Mungkin agak terlambat ketika baru hari itu bisa menjenguk ke lokasi bencana.

Tapi setelah melewati sore melintasi malam yang dingin itu, aku justru merasa waktu itu yang pas berkunjung, paling tidak buat aku.

Paling tidak, secara psikis, kondisi saudara-saudaraku dan para tetangganya jauh lebih bisa menerima musibah itu saat ini. Walaupun secara fisik, terutama bangunan tempat tinggal mereka masih porak-poranda. Beberapa dari mereka semua masih tidur di tenda. Sampai saat ini.

Rumah darurat Kang Fauzan, saudara yang biasa memperbaiki rumahku, ikut jadi korban.

Yang membuat aku terharu, mereka sudah bisa kembali ke kondisi semula. Tertawa, becanda, bahkan kadang mentertawai kondisi mereka tanpa bermaksud saling melecehkan. Banyak mereka ungkapkan cerita lucu di balik musibah yang menimpa mereka. Mereka seperti mempunyai teman bercerita, di luar orang-orang di sekeliling mereka selama ini.

Mereka sudah sangat bersyukur sekali masih diberi keselamatan. Harta bukan segalanya. Mereka sangat menyesali adanya penjarahan bantuan yang dilakukan oleh para korban gempa. Dimana sepupuku mengalami sendiri ketika dicegat oleh beberapa korban gempa ketika akan menyalurkan bantuan. Dia diberi pilihan, barang-barang diserahkan penjarah atau nyawa melayang. Karena pedang sudah dihunus, maka bantuan itupun akhirnya dilepas.

Agak mengerikan sebenarnya cerita yang mereka sampaikan. Ada beberapa saudara yang selamat tanpa mengalami luka di tubuh, justru ketika gempa terjadi mereka tidak berlarian kesana-kemari, hanya berdiam diri. Pakdhe, kakak dari ibu, harus mengalami tembok rumah rubuh di samping, depan, dan belakang tubuhnya. Namun, karena berdiri tepat di kolong pintu, maka terhindarlah dari rubuhan tembok rumahnya.

Pakdhe Bisri dan Kang Fauzan di depan langgar simbah yang roboh bagian imamnya.

Demikian juga dengan kakak sepupuku, kemarin masih bisa bertemu dengannya, walau ketika gempa terjadi harus tertimpa atap rumah dan kepala bersimbah darah. Berhasil selamat dengan cara merangkak di lantai diantara debu-debu pengap yang beterbangan.

Ada satu orang saudaraku yang menjadi korban, terlempar dari lantai dua rumahnya, justru ketika sudah keluar rumah, dan masuk kembali untuk mengambil sesuatu.

Ketika disinggung tentang bantuan gempa, serentak mereka semua mengulum senyum. Senyum kecut. Ternyata bantuan gempa yang dijanjikan oleh bapak wakil presiden, selaku ketua Bakornas, belum sampai ke tangan mereka secara utuh.

Bapak wapres berjanji akan memberikan bantuan sebesar 30 juta, 20 juta, dan 10 juta bagi para korban gempa sesuai kondisi kerusakan tempat tinggal. Pada kenyataannya, mereka disamaratakan semua, semua hanya mendapat 5 juta rupiah. Dan belum semua menerima.

Aku datang sekitar waktu Ashar, dan rencana kembali ke rumah di kota sekitar sebelum maghrib. Namun ada sedikit keingintahuan yang mengurungkan niatku untung pulang lebih awal. Ingin merasakan malam di tempat yang serba terbatas itu.

Ya, Tuhan. Dingin. Dingin sekali. Angin malam begitu bebas masuk ke tempat tinggal darurat itu. Hari itu kebetulan tidak hujan, langit cerah lengkap dengan bintang malamnya, dihiasi juga dengan bulan sabit yang indah. Dan mereka tetap melewatinya dengan hati yang lapang. Aku hanya bisa diam.

Karena besok pagi buta harus kembali ke Jakarta, akhirnya sekitar pukul 10 malam aku putuskan untuk pulang.

Saling bertukar kabar, itu yang mereka pesankan ketika pamit pulang. Mereka juga sangat khawatir ketika sebagian Jakarta diguncang gempa. Mereka sendiri tidak ingin aku mengalami musibah seperti yang mereka alami.

Di sepanjang jalan Bantul-Kota itu aku masih harus melihat para korban yang harus tidur di tempat yang sangat terbatas. Kebetulan saat itu aku naik sepeda motor. Angin malam menusuk tulang sampai tubuh menggigil.**

Ini bukan sosok TKI, tapi seorang biasa saja yang sedang njingkrung, disiram dinginnya Jogja :)

Jumat, Juli 28, 2006

Senin, Juli 24, 2006

Ohhhh….mengapa ini (tetap) bisa terjadi?

Photobucket - Video and Image Hosting

Belum lama berselang, negeri Indonesia gempar! Apa lagi kalau bukan kasus keikutsertaan Nadine di ajang Miss Universe. Selain pose bikininya, juga karena keteledoran ketika sesi tanya jawab yang menyebar ke segala penjuru dunia maya (internet-red).

Ada yang protes, apa yang bisa dibanggakan lewat ajang itu? Kontribusi apa yang bisa diberikan untuk negeri yang sedang dirundung musibah ini?

Melihat hal itu, pemerintah mengambil langkah aman, diam.

Nah, di sore yang hangat-hangat menggemaskan ini, iseng melihat berita di sini. Dan pemerintah ternyata tetap diam juga. Riau juga, gitu, loh! Oh…ohhh...ohhhh….malangnya nasibmu, nak.

Juara Olimpiade Fisika Asia Asal Riau Hijrah ke Singapura
Chaidir Anwar Tanjung – detikcom

Pekanbaru - Tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Riau, peraih medali emas Olimpiade Fisika tingkat Asia memilih pindah ke Singapura. Dikabarkan, perubahan statusnya sebagai warga negara Singapura juga tengah diurus.

Purnawirman merupakan salah satu murid berprestasi di Riau. Namanya mengharumkan bangsa Indonesia dalam Olimpiade Fisika tingkat Asia di Pekanbaru tahun 2004 silam. Dia menyabet medali emas.

Tak cuma itu, pada tahun 2005, Purnawirman kembali menggondol mendali perunggu dalam Olimpiade Fisika tingkat Internasional yang dilaksanakan di Spanyol. Atas prestasi gemilangnya, Pemerintah Provinsi Riau memberinya janji beasiswa menuju perguruan tinggi favorit.

Tapi, semua itu cuma janji belaka. Setelah tamat SMA I Pekanbaru tahun 2005 lalu, Purnawirman bersama orangtuanya dikabarkan menagih janji tersebut. Tapi, bolak-balik mengadu ke Pemprov Riau, mereka tidak mendapat tanggapan apa pun. Keberhasilannya mengharumkan nama bangsa ternyata tidak digubris.

Siapa yang tidak jengkel dengan sikap pemerintah yang acuh tak acuh ini. Walhasil Purnawirman mengambil sikap tegas dengan pindah ke Singapura. Kepindahannya ini dipicu karena sudah ada jaminan beasiswa dari Pemerintah Singapura.

Sekarang, Purnawirman tengah duduk di bangku kuliah di Nanyang Technological University Singapura. Pemerintah Singapura menanggung seluruh biaya pendidikan pemuda berotak encer ini. Tidak cuma jaminan beasiswa, malah Singapura menjamin masa depannya dengan memberikan pekerjaan yang layak buatnya. Siswa asal Riau yang berprestasi itu kini menjadi aset pemerintah Singapura.

Malah Pemerintah Singapura telah mengajak Purnawirman untuk menjadi warga negaranya. Dikabarkan, pemindahan menjadi warga negara Singapura itu masih dalam proses.

Malah Disalahkan

Anehnya, sikap Purnawirman yang pindah ke Singapura ini malah disalahkan oleh Pemprov Riau. Dia dituding tidak melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah atas kenginannya selama ini.

"Wartawan jangan tanya soal itu sajalah. Siswa itu tidak pernah melakukan koordinasi kepada kita, tentang apa yang dia inginkan. Kita ini cukup perhatian kok dengan siswa yang berprestasi," kata Gubernur Riau Rusli Zainal saat ditemui detikcom, usai acara menyambut kepulangan siswa asal Riau peraih mendali emas dalam Olimpiade Fisika di Singapura tahun 2006, Senin (24/7/2006) di Gubernuran Jl Diponegoro, Pekanbaru.

Tidak mau disalahkan begitu saja, Rusli Zainal sangat menyangkan sikap Purnawirman yang saat ini menjadi aset Singapura itu. Menurut Rusli, jika saja ada koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal beasiswa, pihaknya akan menyediakannya. "Tapi kan dia memang tidak koordinasi dengan kita," sesal Rusli Zainal.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Moh Wardan, ketika diminta komentarnya, juga menyalahkan Purnawirman. Dia juga menuding siswa itu tidak pernah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan.

"Ya kalau dia mau pindah dan dibiayai pemerintah Singapura, itu kan hak dia dan kita tidak bisa melarangnya. Lagipula tidak cuma dia yang mendapat beasiswa dari negara asing. Banyak siswa Indonesia yang juga disekolahkan pihak asing," katanya enteng.

Lantas benarkah Purnawirman akan menjadi warga negara Singapura? Wardan belum dapat memastikan hal itu. "Saya belum tahu persis apakah dia akan pindah menjadi warga negara Singapura. Tapi menurut hemat saya, hal yang biasa seorang pelajar berprestasi dibiayai pemerintah asing," kata Wardan.**

Mungkin masalahnya akan berbeda dan mendapat perhatian jika hal yang dipermasalahkan, misalnya, dibatalkannya pemberian dana subsidi untuk partai politik. Dijamin dari RI-1 sampai RI-1000 akan menanggapi, menanggapi dengan uring-uringan nggak jelas!

Jumat, Juli 21, 2006

Mantan

Kata mantan pertama kali atau mulai sering terdengar sekitar masa-masa sekolah dasar dulu. Kata itu sering diucapkan oleh para penyiar TVRI, stasiun tv plat merah ketika masih dalam masa kesendiriannya dulu. :)

Kalau tidak salah digencarkan penggunaannya oleh Bung Harmoko ketika masih menjabat sebagai menteri penerangan. Salah satu alasannya adalah kata mantan lebih pantas digunakan daripada kata bekas. Terutama ketika menempel sebelum kata orang. Mantan pejabat dianggap kata yang lebih tepat dibandingkan dengan bekas pejabat (Untuk yang satu ini, bisa bener juga, yah, si Bung :p).

Mulai saat itulah penggunaan kata mantan menjadi semacam perbendaharaan baru bagi dunia perbahasaan di negeri kita.

Kalau dari segi definisi atau arti kata mantan itu sendiri adalah: seseorang yang telah selesai atau pernah menjabat atau menyandang suatu gelar atau jabatan di masa lalu.

Walaupun penggunaan kata mantan tidak selamanya tepat digunakan untuk semua jabatan yang pernah disandang oleh seseorang. Misalnya untuk seorang guru. Menurutku seorang guru tidak pernah bisa disandingkan dengan kata mantan. Dari zaman sejak masih ingusan sampai diajar oleh bapak dan ibu dosen, mereka semua tetap seorang guru. Rasanya, kok, tidak sampai hati, yah, untuk menempelkan kata mantan untuk guru-guru kita, kurang nyaman juga didengar.

Photobucket - Video and Image Hosting

Nah, lain lagi jika mantan digunakan untuk paduan sebuah kata: mantan kekasih. Kalau yang ini kayaknya justru sangat perlu digunakan ataupun diterapkan. Akan menjadi masalah yang fatal jika kita tetap mengaku atau mengakui kekasih kepada seseorang tentang seseorang yang pernah “jalan bareng” bersama kita.

Uniknya, kata mantan kekasih bisa berkonotasi macam-macam. Mantan kekasih yang sekarang sudah sah menjadi istri/suaminya atau mantan kekasih yang benar-benar sudah terpisahkan. :D

Soal mantan-mantanan ini mulai mencuat lagi ketika band Sheila on 7 menelorkan lagu dengan judul yang agak unik dan terkesan formal: Mantan Kekasih. :)

Sebenarnya cenderung biasa saja musikalisasi lagu itu. Namun, ya, lagi-lagi karena dari judulnya sudah tampil beda, lagu itu jadi sering didengarkan. Atau karena lagu bertema cinta-cintaan selalu “bisa” diterima di telinga, yah? Hehehehe… Begitulah.

Mantan Kekasih
by: 5O7

mantan kekasih yang hilang datang
ungkapkan besarnya penyesalan
bagaimana dia menghancurkan aku
percayalah kau tak aku sesali

awan hitam menghantui langkahmu
bagaimana mungkin jika itu pilihanmu
di sini tak lagi jadi rumahmu

relakanlah semua
berakhirlah sudah
dan biarkan bintang
menuntunmu pulang

haa.. haaa..

kau tak slalu bisa punya yang kau inginkan
kau tak slalu bisa punya yang kau impikan

**

Senin, Juli 03, 2006

Semacam karakter

Ijinkan Aku Menyayangimu

(Iwan Fals)

Andai kau ijinkan walau sekejap memandang
Ku buktikan kepadamu aku memiliki rasa
Cinta yang ku pendam tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih menutup pintu hatimu
Ijinkan aku membuktikan inilah kesungguhan rasa
Ijinkan aku meyayangimu

REFF
Sayangku Ooo...
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku Ooo...
Dengarkanlah isi hatiku

Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Ijinkan aku tetap meyayangimu
* Kembali ke REFF

Lagu di atas memang nyaman untuk didengarkan. Selain lirik yang bagus, cara menyanyikan Mas Iwan memang penuh penghayatan.

Namun ada komentar unik dari seorang kawan: Mas Iwan kehilangan karakternya ketika menyanyikan lagu tersebut. Lho, kok, bisa? Iya. Salah satunya dia harus menyanyikan sebaris lirik yang bertuliskan “Ooo…” itu. =)

Photobucket - Video and Image Hosting

Hal itu bukan Mas Iwan banget kata kawanku tadi. Mas Iwan sudah terlanjur lekat dengan lagu-lagu kritis bertema sosial. Kalaupun harus menyanyikan lagu cinta, tetap dinyanyikan dengan lirik yang romantis namun tegas. Jarang yang mendayu-dayu seperti lagu di atas.

Seperti biasanya, jika sesuatu itu menjadi kontroversi, justru semakin ingin diketahui. Ya, sudah. Esoknya aku langsung usaha sana-sini agar bisa mendengarkan lagu itu. :)

Satu hal lagi yang mengusik otakku adalah sebuah pertanyaan, apa yang disebut dengan karakter itu sendiri? Setelah menyentuh Mas Google, akhirnya aku menemukan beberapa definisi tentang karakter. Antara lain:
- a person of a specified kind (usually with many eccentricities); "a strange character"; "a friendly eccentric"; "the capable type"; "a mental case" (http://dict.die.net/character/)
- Public estimation of someone; reputation: personal attacks that damaged her character
- A notable or well-known person; a personage
- A person, especially one who is peculiar or eccentric: a shady character; catcalls from some character in the back row (http://www.answers.com/topic/character)

Mmm…benar juga. Karakter seseorang bisa dikatakan berubah atau ‘bukan dia yang sebenarnya’ jika dia melakukan sesuatu yang tidak biasanya. Apalagi jika dia seorang tokoh atau dengan melakukan tindakan yang sangat ekstrim.

Wah, berat juga yah bahasannya… :) Tapi sebagai sebuah informasi, ringan-ringan sajalah kita melihatnya.

Bisa juga buat kita untuk menjadi semacam pegangan buat kita sendiri agar kita bisa menjalani segala sesuatu dengan baik dan menyenangkan buat sekitar kita, tanpa meninggalkan apa yang ada dan ingin kita ekspresikan dari diri kita.

Sehingga tidak akan timbul pertanyaan di benak, ‘Kok tidak seperti aku yang sebenarnya, ya?’

Senin, Juni 19, 2006

Manusiawinya manusia

Orang, kalau sudah merasakan sesuatu yang lebih nyaman, untuk merasakan kembali sesuatu yang kurang nyaman, kok, merasa malas menjalani, yah? Gak usah ngomongin orang, diri sendiri aja lah! =)

Misal, dulu kalau ke mana-mana di Jakarta naik angkutan bis kota Metromini atau Kopaja, setelah ke mana-mana sekarang naik sepeda motor atau mobil ataupun taxi, keinginan untuk naik Metromini menjadi malas. Atau minimal terlalu banyak alasan untuk tidak ingin naik Metromini lagi.

Situasi penumpang yang penuh sesak, kondisi pengap bis kota, bahkan ancaman gerayangan para copet yang selalu menghantui benar-benar bisa menjadi sisi pembenar untuk tidak naik Metromini (lagi).

Mungkin itu bisa disebut manusiawi untuk merasa nyaman dengan apa yang sudah dirasakan saat ini, dan enggan untuk merasa kurang nyaman (kembali).

Entah sebuah keberuntungan atau sesuatu yang harus dialami ketika dulu pernah merasakan berbagai macam angkutan umum yang beroperasi di Jakarta ini.

Setiap moda angkutan memberikan sensasi yang luar biasa. Ya, penumpangnya, ya, situasi dan kondisi kendaraannya. Kalau istilah orang yang sedang jatuh cinta, berjuta rasanya, lah!

Setelah gresek-gresek di sana-sini, berbagai angkutan bisa kudapatkan gambarnya. Masing-masing moda angkutan ada kisah yang mengiringinya. Ada yang pernah kunaiki, ada juga yang sebatas dilihat. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

1. Angkot: Biasa digunakan ketika mengawali perjalanan menghabiskan hari-hari di Ciputat. Nomor lambung angkot DO-1 selalu memberikan sinonim yang mesra; Angkot Doi! Dulu pp jauh-dekat sekitar 1500. Setelah BBM naik, ongkos angkot pun ikut naik, menjadi sekitar 2000 pp.

Photobucket - Video and Image Hosting

2. Bajaj: Selalu memberikan solusi paling ideal untuk menembus keruwetan lalu lintas Jakarta tanpa takut kehujanan. Walaupun tidak memberikan jaminan tidak akan terkena cipratan air dari mobil yang melintas di samping bajaj.
Salah satu kenangan terindah adalah ketika bajaj masih diizinkan melintas di halaman Monas. Ketika itu malam tlah merayap melingkupi ibu kota, dari stasiun Gambir dengan bajaj menembus keangkuhan pijar puncak Monas menuju kawasan Thamrin, untuk berganti angkutan ke bus kota jurusan Blok M.

Photobucket - Video and Image Hosting

3. Becak: Belum pernah sama sekali selama di Jakarta naik becak. Beda dengan di Jogja, di Jakarta becak bukan angkutan umum favorit. Mulai dari bentuknya yang sangat ceper, dilihat saja sudah merasa capek. Langsung kasihan dengan si abang becak.

Photobucket - Video and Image Hosting

4. Bemo: Angkutan andalan ketika masih menghuni kawasan Bendungan Hilir (banyak juga yang tidak tahu, lho, kalo Bendungan Hilir itu biasa disingkat dengan Ben-Hil! :p).
Dengan muatan maksimal 7 orang penumpang (1 orang di depan dan 6 orang di belakang), suasana begitu “menegangkan”. Duduk berhimpitan dengan mbak atau eneng manis bikin tegang, begitupun bila duduk berhimpitan plus bersenggolan lutut dengan mas-mas sangar pasar Benhil. Tetap tegang!

Photobucket - Video and Image Hosting

5. Delman: jenis angkutan umum yang juga belum pernah dinaiki selama di Jakarta.

Photobucket - Video and Image Hosting

6. Kereta api (KRL): Salah satu jenis angkutan yang sangat berjasa dalam proses pengerjaan skripsi. Dari Stasiun Pasar Minggu ke Stasiun UI selalu setia menemani. Pernah merasa sia-sia membeli tiket karena tidak pernah ada pemeriksaan tiket. =)

Photobucket - Video and Image Hosting

7. Metromini: Wah, untuk yang satu ini penuh suka dan duka lah. Mulai dari harus berlari mengejar laju bis kota maupun harus adu nyali dengan pencoleng yang siap beraksi.
Bukan bermaksud SARA, namun penyebutan asal daerah dan teman-temannya sangat berpengaruh pada keselamatan jiwa dan barang kita. Hehehehe….
Jalur Blok M – Tanah Abang, Ragunan – Blok M, maupun Pasar Senen – Benhil, sangat berwarna dengan kehadiran de Oranje ini.

Photobucket - Video and Image Hosting

8. Ojek (motor): Pernah memberikan pengalaman yang menakutkan bagi seorang teman yang baru pertama kali naik ojek ini di Jakarta. Cara mengendarai motor dengan metoda gas pol, rem kalau ingat, memberikan getaran yang tak terlupakan. Dia hanya bisa bilang, “Semprul!”
Bisa diandalkan untuk semua orang dari berbagai kalangan bila menginginkan jarak Senayan – Gambir ingin ditempuh selama 10 menit.

Photobucket - Video and Image Hosting

9. Ojek (sepeda): Selalu memberikan pemandangan yang mengharukan bila melihat mereka ngetem menunggu para pengguna jasa mereka. Dengan tenaga yang mereka miliki, mereka bekerja keras menggenjot sepeda. Semakin banyak genjotan, semakin banyak lah rupiah masuk kantong mereka.
Salut juga kepada sebagian di antara mereka yang setia menjadi pengojek sepeda sekadar ingin melestarikan moda angkutan tersebut.
Mudah dijumpai di sekitar Stasiun Kota. Akan muncul pemandangan unik ketika pengguna jasa mereka yang masih menggunakan baju kerja lengkap dengan dasinya, membonceng geyal-geyol mengikuti gerak sepeda menyusuri jalan di kawasan kota tua itu.

Photobucket - Video and Image Hosting

10. River taxi: Sebutan yang keren, walau tak sekeren penampilannya. Terakhir melihat angkutan ini di sekitar wilayah Manggarai, beberapa tahun yang lampau. Saat ini mungkin mudah ditemui di kawasan Jakarta bagian utara.
Salah satu jenis angkutan yang belum pernah dinaiki juga.

Photobucket - Video and Image Hosting

Selamat ulang tahun yang ke-479 Jakarta!

Senin, Mei 29, 2006

Jogja, Sabtu, 27 Mei 2006

Photobucket - Video and Image Hosting

Yang selamat semoga diberi kekuatan lahir & batin serta ketabahan. Bagi yang meninggal dunia semoga diberi tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Amien.

Sabtu, Mei 20, 2006

Trilogi - 3 (Sosok yang Ngangeni...)

Saat ini, siapa yang tidak kenal dengan orang ini? Yah. Mbah Maridjan memang sedang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan keadaan Gunung Merapi.

Sudah sejak 1983 Mbah Maridjan mendapat mandat dari Keraton Yogyakarta, dalam hal ini Sri Sultan HB IX, untuk menjadi Juru Kunci Merapi.

Tugas utamanya yang lain yaitu menjadi petugas saji labuhan di Merapi tiap 30 Rejeb (tahun 2006 jatuh pada tanggal 26 Agustus). Dimana rute labuhan itu sendiri dimulai dari rumah Mbah Maridjan, menuju Paseban Labuhan Dalem yang terletak di Pos II Gunung Merapi.

Mbah Maridjan memang istimewa. Selalu ngangeni sosoknya. Khas orang Jogja. Walaupun memiliki wewenang istimewa dari penguasa Keraton, namun tetap memiliki kepribadian yang rendah hati, ramah, dan santun.

Bahkan dengan tanggung jawabnya yang lumayan besar menjadi juru kunci, himbauan untuk turun gunung tidak dihiraukan. "Yang memerintahkan itu Gubernur, kalau Sri Sultan belum. Gubernur dan Sultan itu beda aturannya. Kalau dari keraton itu belum," begitu jawab Mbah Maridjan setiap polemik itu disinggung.

Yang lebih mengharukan, soal penolakannya untuk mengungsi, seperti diberitakan oleh banyak media, Mbah Maridjan mengatakan, "Di sini (Kinahrejo), saya bisa berdoa untuk keselamatan banyak orang. Tapi kalau saya ikut mengungsi, itu berarti saya mengejar kepentingan pribadi.

Sosok yang relijius ini juga sangat arif dan bijak dalam melihat fenomena alam di sekitar Merapi. Bebarapa diantaranya didapat dari sebuah "pesan". Diantaranya, manusia harus mengurangi tindakan yang merusak alam. "Mereka boleh mengambil pasir di sungai-sungai lereng Merapi, tapi jangan menggunakan mesin. Kalau menggunakan mesin, akibatnya merusak ekosistem, bisa menimbulkan banjir bandang, pohonan roboh," kata Mbah Maridjan.

Ngangeni.

#3

Trilogi - 2 (Misteri Gunung Merapi)

Disebutkan bahwa bagian dari Kraton mahluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh yang digunakan sebagai pintu gerbang utama Kraton Merapi. Gunung Wutoh dijaga oleh mahkluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati”yang bertugas melindungi linkungan di daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.

Selain tempat yang berhubungan langsung dengan Kraton Merapi ada juga tempat lain yang dianggap angker. Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang penduduk dan itu harus dihormati.

Selanjutnya tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dianggap angker. Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu: “Hutan Patuk Alap-alap” dimana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan ternak milik Kraton Merapi , “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.

Beberapa jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh Eyang Merapi. Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan Blumbang, pantang di tangkap atau di bunuh. Selanjautnya kuda yang tinggal di hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan diantara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Kraton Mahluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.

Di puncak Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga disini ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Rama dan Empu Permadi.

Seperti halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi) melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan alam Gunung Merapi.

Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas memelihara kehijauan tanaman Merapi. Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus. Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri. Tokoh berikutnya Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.

Photobucket - Video and Image Hosting
Upacara Labuhan

Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang jawa yaitu dengan mengadakan Selamatan atau Wilujengan, dengan melakukan upacara keagamaan dan tindakan keramat.

Photobucket - Video and Image Hosting
Kediaman Mbah Maridjan

Upacara Selamatan Labuhan diadakan secara rutin setiap tahun pada tanggal kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono X yakni tanggal 30 Rajab. Upacara dipusatkan di dusun Kinahrejo desa Umbulharjo. Disinilah tinggal sosok Mbah Marijan sebagai juru kunci Gunung Merapi yang sering bertugas sebagai pemimpin upacara labuhan. Gunung Merapi dan Mbah Marijan adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Keberadaan lelaki tua Mbah Marijan dan kawan-kawannya itulah manusia lebih, mau membuka mata dan telinga batinnya untuk melihat apa yang tidak kasad mata di sekitar Gunung Merapi.

Photobucket - Video and Image Hosting
Mbah Maridjan

Di Selo setiap tahun baru jawa 1 Suro di adakan upacara Sedekah Gunung, dengan harapan masyarakat menjadi aman, tentram dan sejahtera, dengan panen yang melimpah. Upacara ini disertai dengan menanam kepala kerbau di puncak Merapi atau di Pasar Bubrah.

#2

Trilogi - 1 (Alkisah...)

Sampai saat ini, kemungkinan apakah Gunung Merapi akan meletus atau tidak masih menjadi tanda tanya. Baik bagi kalangan awam maupun para ahli pergunungan.

Semua berpendapat. Semua melihat gejala alam ini sebagai sebuah peristiwa yang istimewa. Demikian juga dengan bapak Presiden kita, yang rela menjadi seperti Pramuka lagi; tidur di tenda komando Depsos! ^^

Gunung Merapi memang istimewa buat kota Jogja. Istimewa secara wujud nyata maupun secara "nyata".

Alkisah...

...Gunung Merapi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Keraton Yogyakarta. Kedua tempat itu tepat membuat garis lurus di bagian utara dan selatan Yogyakarta. Diantara keduanya terdapat Tugu Kota Yogyakarta yang menjadi salah satu landmark kota Gudeg itu.

Poros itu lurus dari utara ke selatan. Memang, Kota Yogyakarta dikenal memiliki tata kota yang sangat arah mata angin. Kita kemana-mana selalu berpatokan utara-selatan-barat-daya. Dijamin tidak akan mudah tersesat!

Beda dengan di Jakarta. Jika buat para pemula di Jakarta bertanya dengan patokan arah mata angin, maka mungkin baru lebaran tahun depan bisa ketemu tempat yang dicarinya. :p

Untuk poros tersebut, di bagian selatan kota terdapatlah pantai yang eksotis dan penuh misteri; Pantai Parangtritis.

Jika salah satunya mengalami suatu masalah, maka Kota Yogyakarta akan terkenan imbasnya juga. Maka, untuk menjaga agar semuanya baik-baik saja, diadakanlah upacara labuhan. Ingat, kan, dulu soal Sayur Lodeh? ^^

Ada cerita lain. Jika ada yang sempat atau mau plesir ke daerah keraton di wilayah Tamansari, maka biasanya akan dikisahkan oleh sang guide tentang makna poros itu tadi. Bahwa poros itu dapat digambarkan sebagai salah satu bagian dari "tubuh" Kota Yogyakarta. Tubuh di sini adalah tubuh seorang laki-laki.

Dikisahkan kalau keraton itu Kepala dari Kota Yogyakarta. Kemudian tangan dari tubuh tadi adalah Jalan KHA Dahlan sebagai Tangan kiri dan Jalan Pangeran Senopati sebagai Tangan kanannya. Bagian dari Badan tubuh tadi adalah jalan yang sangat populer; Jalan Malioboro.

Kemudian bagian Kaki kiri ada di Jalan Diponegoro dan Kaki kanannya terletak di Jalan Sudirman. Jadi, Tugu Kota Yogyakarta digambarkan sebagai apa semua paham, kan? ^^v

#1

Selasa, Mei 02, 2006

Masih sama

Tepat setahun yang lampau, tulisan ini dibuat. Dan ternyata masih sangat relevan untuk kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Masih sama. Sama buruknya.

Untuk ibu bapak guru dari TK sampai perguruan tinggi, bapak penjaga sekolah, ibu bapak kantin yang selalu rela prithilan gorengannya diambili secara gratis :p, ibu bapak TU yang selalu rela direpotin, ibu bapak tukang kebersihan sekolah, ini ada sekadar persembahan sebagai tanda terima kasih.

Salam!


Hymne Guru, buah karya: Sartono


Terpujilah wahai Engkau Ibu Bapak guru

Namamu akan selalu hidup, dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

S'bagai prasasti trima kasihku 'ntuk pengabdianmu

Engkau bagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa

**

Selasa, April 18, 2006

Bobok-bobok...

Ayo, le! Turu awan ndisik, mengko sore lagi entuk dolan!”* Begitu tiap siang ibuku dulu mengingatkan aku untuk tidur siang ketika ada gelagat aku akan main ke luar rumah dengan tetangga sebayaku.

Hal itu hampir terjadi setiap hari. Ketika sore hari selepas Ashar, maka waktu bermain tiba. Mau main sepak bola di alun-alun silakan, mau main layangan di belakang rumah boleh, atau keliling kampung dengan sepeda mini andalan tidak masalah. Yang penting sebelum waktu Maghrib tiba harus sudah pulang ke rumah kembali. Sebelum wewe gombel atau genderuwo keluar dari sarangnya. Kata mitos.

Di Jogja, ritual tidur siang sudah biasa. Terutama untuk anak kecil. Jadi tidak heran, dulu kalau mau mencari teman main diantara jam 1-3 sore susahnya minta ampun. :p

Itu untuk tidur siang. Tidak sulit bagiku. Di samping perintah orang tua, tidur siang merupakan salah satu kegiatan yang nikmat, bahkan sampai saat sebelum pindah ke Jakarta.

Image hosting by Photobucket

Tidur malam juga tidak masalah bagiku. Tidak sulit untuk memejamkan mata. Walaupun habis minum segelas kopi pun, jika sudah niat untuk tidur dan menutup mata, ya sudah, ketika mata terbuka hari sudah pagi kembali.

Untuk tempat tidurnya juga tidak masalah. Mau tidur di sofa, di atas karpet, di atas tikar, apalagi di atas kasur busa yang empuk. Alkisah, ketika belum lama beranjak pindah dari kasur isi kapuk, kalau tidur di kasur busa suka pusing. Karena kasurnya mentul-mentul melulu. =)

Namun, sering juga aku mendengar soal keluhan mengenai sulitnya tidur di waktu malam, apalagi di waktu siang. Bahkan ada yang menyebut dirinya adalah penderita insomnia akut! Wah!

Ada yang mengatakan walaupun badan terasa bugar dan segar, namun tetap saja untuk sekadar memejamkan mata setengah jam saja susah sekali.

Menyimak apa yang ada di sini, mungkin ada beberapa tip yang bisa diikuti oleh teman-teman yang mengalami kesulitan untuk sekadar tidur beberapa menit saja. Apalagi sampai pagi hari.

Pertama, posisi tidur sebaiknya membujur ke arah utara dan selatan. Cara tidur dengan kepala di utara dan kaki di selatan membuat energi tubuh Anda selaras dengan bidang elektromagnetik bumi. Kondisi tersebut akan membantu Anda tidur dengan nyenyak.

Kedua, cobalah menghitung domba dalam pikiran kita. Tapi jangan membayangkan domba yang meloncat-loncat agresif ke sana kemari. Bayangkan si domba kecil yang lucu dan imut, yang sedang berbaring di rerumputan hijau. Ini merupakan tip yang sering kita dengar. Tidak salah juga diterapkan. ;)

Tip lainnya, menggoyangkan jari kaki. Menggoyang atau menggerakkan jari kaki akan membuat kita merasa fun dan juga lebih santai. Kalau rasa santai tersebut sudah dirasakan, tidur pun akan jauh lebih mudah. Terakhir adalah berpura-pura sudah waktunya bangun. Pasti kesal kan, kalau mendengar alarm bangun tidur menyala? Rasanya kita malas bangun dan kelopak mata pun seolah enggan membuka. Nah, kenapa tidak menciptakan situasi seperti itu setiap kali kita akan tidur? Pasti tidur bukan sesuatu yang sulit lagi.

Salam!

* (Jawa: “Ayo, nak! Tidur siang dulu, nanti sore baru boleh main!”)

Sabtu, April 08, 2006

Menjadi lebih baik

Huh!”, “Ck!”, “Walah!”, hingga “Duh, biyuuuung!”, mungkin sederet ucapan-ucapan yang sering kita lontarkan. Semua bernada keluh dan kesah akan sesuatu yang mengecewakan atau sesuatu yang gagal kita capai sesuai target kita.

Kemudian kita kadang bisa langsung jatuh (lebih) terpuruk namun juga tidak sedikit yang bisa langsung melupakan kegagalan itu.

Image hosting by Photobucket

Pernah, dulu, ketika sedang berkutat dengan deadline pengumpulan print out revisi skripsi, bermasalah dengan mesin printer. Ketika diburu waktu, printer dan komputer silih berganti mengalami hang. Tanpa sadar berulang kali terucap kata “Ck”* sebagai buntut kekesalan sekaligus keluh kesah waktu yang terbuang percuma.

Saudaraku yang kebetulan berada dalam satu ruangan, seketika langsung menegur dengan keras tentang keluh dan kesahku itu.

Dengan “hanya” melontarkan kata “Ck” sekali saja apalagi berulang kali, akan membuat keadaan menjadi lebih buruk. Bagi orang lain yang mendengar ternyata akan membuat gusar dan rasa tidak nyaman. Yang pasti orang itu lebih suka mendengar sesuatu yang menyenangkan daripada sebuah celetukan “Ck” tadi, kan?

Selain itu, keluhan seperti itu dapat membuat orang merasa buntu dan bersikap kalah sebelum bertanding. Dan yang pasti tidak menyelesaikan masalah.

Wah, benar juga. Tidak terpikir bahkan terasa sebelumnya akan hal itu. Sepele sepertinya, tapi ternyata memiliki ekses negatif yang cukup nyata. Bahasa gaulnya: punya ekses yang signifikan! ;)

Mulai saat itulah lambat laun celetukan-celetukan "nggak penting" mulai kuhindari. Walau hal itu ternyata tidak gampang. Perlu proses yang lama akan sesuatu yang sudah lama juga kita lakukan. Yap, sebuah proses alamiah.

Dan ternyata untuk bisa mempunyai pikiran positif akan sesuatu hal itu bisa dipelajari atau paling tidak bisa diketahui langkah-langkah agar kita bisa selalu berpikir positif. Seperti yang diperoleh dari situs www.astaga.com kita mungkin bisa mencoba, memahami, bahkan bisa mengajak kepada orang lain untuk mengikuti langkah untuk berpikir postif. Karena semua ini adalah sebuah proses belajar.

Ada 10 poin:

1. Melihat masalah sebagai tantangan. Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia. Ya. Karena dengan segala tantangan itulah hidup menjadi lebih indah.
2. Menikmati hidupnya. Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik. Hal ini mungkin yang membuat setiap pagi menjadi selalu indah dan selalu dinantikan.
3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide. Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik. Walau menerima saran atau kritik kadang sangat pahit, namun inilah gambaran tentang diri kita dari orang lain.
4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas di benak. ‘Memelihara’ pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah. Hal inilah yang kadang tidak kita anggap serius. Namun fakta telah membuktikan! ;)
5. Mensyukuri apa yang dimilikinya. Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya. Sepakat!
6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu. Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif. Untuk para penggemar tayangan infotainment, ini peringatan yang lumayan serius. Demi kebaikan bangsa dan negara. =)
7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan. Pernah dengar pelesetan NATO (No Action Talk Only), kan? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya. Tuntutan untuk kritis kadang bisa dianggap terlalu banyak alasan. Hati-hati, bos!
8. Menggunakan bahasa positif. Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti “Masalah itu pasti akan terselesaikan” dan “Dia memang berbakat”. Setuju!
9. Menggunakan bahasa (Sekolah Bahasa) tubuh yang positif. Diantaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat, antusias, dan “hidup”. Senyum itu ibadah. membuat orang lain tersenyum, akan mendapat pahala juga. Amien.
10. Peduli pada citra diri. Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi juga di dalam. Image. Sesuatu yang sangat penting. Walau tidak bermaksud kepada kita untuk menggunakan "topeng", namun sebagai sebuah penyampaian "diri" sebaik-baiknya di depan orang lain, citra diri baik untuk kita.

Untuk menjadi lebih baik bisa dengan cara belajar. Dan belajar memang akan lebih mudah, menyenangkan, dan bisa jadi candu jika dilakukan secara bersama-sama. So? Belajar, yuk! ^^

Salam!

* bunyinya seperti bunyi binatang cicak.

Jumat, Maret 24, 2006

Hujan turun lagi...

Ketika melihat kejujuran seseorang, apa yang pertama kali kita rasakan? Tentu rasa senang dan respek, bukan?

Itu juga yang aku rasakan jika mendengar lagu-lagu dengan menyajikan lirik yang jujur dari lubuk hati paling dalam. Semuanya begitu berkesan.

Berawal dari penampilan grup musik humor Teamlo yang sedang manggung di stasiun tv TPI membawakan lagu tahun 80-an milik Mas Pance Pondaag, ingatanku kembali ke masa lampau.

Sebenarnya sedikit yang bisa ku ingat kembali lagu-lagu dan juga peristiwa pada medio 80-an itu. Tapi setelah googling, akhirnya aku menemukan sesuatu yang membawa kembali ke era “Tari Kejang” itu.

Contohnya dapat disimak pada lirik lagu dari Mbak Ratih Purwasih feat. Mas Obbie Messakh di bawah ini:

Antara Benci dan Rindu

Yang, hujan turun lagi
Di bawah payung hitam kuberlindung
Yang, ingatkah kau padaku
Di jalan ini dulu kita berdua

Basah tubuh ini, Basah rambut ini
Kau hapus dengan saputanganmu

Yang, rindukah kau padaku
Tak inginkah kau duduk di sampingku
Kita bercerita tentang laut biru
Disana harapan dan impian

Reff:
Benci, benci, benci tapi rindu jua
Memandang wajah dan senyummu sayang
Rindu, rindu, rindu tapi benci jua
Bila ingat kau sakiti hatiku

Antara benci dan rindu disini
Membuat mataku menangis

Yang, pernahkah kau bermimpi
Kita bersatu bagai dulu lagi

Tak pernah bersedih, tak pernah menangis
Seperti saat rindu begini

Deklamasi by Obbie Messakh:
Yang, hujan turun lagi
Ketika kulewati jalan ini
Aku ingat engkau, Yang

Basah tubuhmu, basah rambutmu
Kuhapus dengan saputanganku

Yang, aku pun rindu padamu
Aku pun ingin duduk di sampingmu
Kita bercerita tentang laut biru
Tentang langit biru
Disana impian dan harapan


Dahsyat, yah? ^^

Untuk situasi saat ini, lirik lagu seperti itu dan juga cara menyanyikan lagu dengan menyisipkan sebuah deklamasi (walaupun saat ini Peterpan melakukannya juga untuk lagu "Menunggu Pagi" di album soundtrack Alexandria) terasa lucu dan menggelikan.

Dengan perkembangan musik saat ini yang ditunjang dengan kecanggihan teknologi, kerinduan menyimak lagu era 80-an yang berkesan lugu dan mempunyai lirik yang lumayan panjang itu kembali muncul. Apalagi lagu-lagu yang diselingi dengan deklamasi seperti itu, wah, sippp!!!

Lagu memang media ampuh yang bisa membuat suasana hati menjadi riang, sendu, haru, atau bahkan menderu-deru.

Tahun 80-an merebak apa yang disebut oleh Bung Harmoko sebagai lagu-lagu cengeng. Itu versi dia. Kalau menurutku sih tergantung darimana kita melihatnya. Kalau sebagai sebuah hiburan, lagu-lagu itu tidak harus membuat kita menjadi cengeng lahir-batin.

Dengan TVRI sebagai satu-satunya media elektronik tv yang ada saat itu, maka para artis atau penyanyi yang muncul di tv menjadi pusat perhatian sekaligus idola masyarakat. Mereka begitu cepat meroket popularitasnya sekaligus juga cepat tergantikan oleh artis/penyanyi yang lain.

Dulu ada beberapa acara di TVRI yang menjadi favorit tontonan keluarga. Biasanya jadwal penayangannya pada malam hari sekitar pukul 19.00-22.00 WIB. Nah, aku untuk bisa menikmati tontonan di TVRI itu ada satu syarat yang harus kupenuhi, yaitu harus bobok siang terlebih dahulu! Karena besoknya harus bangun pagi. ^^

Kenapa, ya? Sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu, ketika hal itu kita simak lagi pada saat sekarang kadang menjadi sesuatu yang lucu, menggelikan, dan membuat kita tersenyum simpul.

***

Kamis, Maret 09, 2006

Kumpul Bocah

Rabu, 8 Maret 2006, akhirnya Raju diputuskan bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Langkat di Stabat, Sumatera Utara. Muhammad Azwar atau Raju dinyatakan bersalah atas dakwaan menganiaya.

Sudah tahu semua, kan? Kalau belum tahu, bisa klik di sini dulu.

Singkat kata singkat cerita, si Raju itu diajukan ke pengadilan karena telah didakwa menganiaya teman sepermainan, dalam hal ini kakak kelasnya, si Eman.

Image hosting by Photobucket

Kasus si Raju ini mulai heboh karena si Raju yang ketika mulai berperkara masih berusia di bawah 8 tahun, namun telah diperlakukan layaknya sang terdakwa bagi orang dewasa. Mulai menjalani penahanan di rumah tahanan bersama orang dewasa yang lain serta menjalani proses pengadilan di pengadilan yang tidak diperuntukkan bagi anak di bawah umur.

Di luar carut sengkurat polemik tentang si Raju itu, aku jadi teringat tentang kenakalan-kenakalan di masa bocah dulu. Ada yang membuat tersenyum simpul, membuat geleng-geleng kepala, atau menepuk jidat tak percaya.

Dulu, entah sekarang, yang namanya bocah laki-laki berkelahi itu biasa, bahkan akan tidak biasa jika tidak mengalalmi hal tersebut. Tentu saja disebabkan oleh hal-hal yang sepele, jarang karena masalah politik, misalnya.

Tapi beberapa hal saat itu yang harus diperhatikan ketika berkelahi, tidak boleh saling mengeroyok, atau menggunakan senjata, baik senjata tajam maupun tumpul.

Agak menggelikan juga, bahwa ternyata aku terakhir berkelahi itu ya ketika masa taman kanak-kanak. Setelah berjibaku dengan seorang teman, akhirnya aku nyaris dikeroyok oleh beberapa anak yang lain. Namun keadaan yang semakin parah bisa dihindari karena keburu dipisah oleh ibu guru.

Ketika kecil dulu memang tubuhku lebih besar dan tinggi dibanding kebanyakan anak yang lain, jadi karena kewalahan, mereka main keroyok. Untung dicegah. Kalau tidak bisa gawat, karena ada yang membawa batu sekepalan tangan. :)

Setelah masa TK itu aku bisa dikatakan jarang berkelahi. Salah satunya karena penyaluran emosi mungkin sudah tertampung dalam kegiatan sepakbola. Seingatku dulu waktu main sepakbola di kampung, aku termasuk aliran main tebas dan agak berangasan, namun terampil mencetak gol…hehehehe…

Kalau diingat-ingat, dulu waktu masih bocah ingusan, berkelahi dipandang lebih jantan daripada kegiatan mencuri buah mangga kebun tetangga.

Ada sedikit pesan dan juga pembelajaran bahwa jika kita bersikukuh tentang kebenaran, tidaklah cela jika kita perlu mempertahankan dengan cara berkelahi. Daripada harus diam atau menangis saja ketika kita “dianiaya”.

Tapi itu dulu, ketika masih bocah ingusan dan suka main layangan.

Ketika mulai memasuki masa sekolah menengah sampai waktu kuliah, kegiatan berkelahi sudah tidak ada dalam agenda. Sudah merasa malu, tapi kalau jadi provokator kecil-kecilan masih…hehehehe…apalagi pada waktu demo marak tahun 98-an itu.

Aku tidak bisa membayangkan jika mengalami hal seperti yang si Raju alami. Pasti segalanya akan berubah. Perasaan tertekan, malu kepada teman, guru, dan tentu saja keluarga. Kalau kita sempat melihat liputan tentang si Raju di tv, pasti kita akan ikut merasakan hal tersebut.

Memang, membiarkan anak kecil berkelahi tidak baik. Namun selama orang dewasa tidak berada di samping mereka, perkelahian akan sulit dicegah. Diantara anak-anak itu bisa jadi akan memutuskan untuk saling memukul dengan karakter dan pemahaman lugunya.

Satu hal yang membuat kita tersenyum simpul mengingat masa bocah dulu adalah ketika kita bisa dengan cepat berbaikan, saling memaafkan, dan damai kembali dengan teman yang berkelahi dengan kita. Bisa dengan segera melupakan permusuhan tadi. Hmmm… ;)

Jadi, kalau orang dewasa sampai berkelahi, seperti kembali ke masa bocah lagi, dong? ^^v

Salam!

Rabu, Maret 01, 2006

Mata terbuka...tapi bisa apa?

Freeport dan Ketimpangan

Kunci kasus Freeport Indonesia saat ini sebenarnya terang-benderang. Kita tinggal melihat kembali peristiwa di sekitar penandatanganan Kontrak Karya I pada 1967.

Kita lihat buku Power in Motion. Karya Jeffrey Winters ini mengungkap naskah yang masa rahasianya baru saja kedaluwarsa. Kekayaan Indonesia, menurut naskah tersebut, dibagi-bagi ke berbagai perusahaan dunia dalam sebuah pertemuan di Jenewa pada 1967.

Tim ekonomi Indonesia yang mendapat mendapat julukan Mafia Berkeley hadir pada petemuan itu. Mereka menerima perlakuan itu bahkan seraya berpromosi: Indonesia punya buruh murah, cadangan sumber daya alam, dan pasar yang besar. Pada tahun itulah, Henry Kissinger yang mewakili Freeport mendapatkan Ertsberg, kawasan kaya mineral di Papua.

Melihat situasi peralihan politik pada tahun tersebut, kita bisa meraba adanya deal besar dalam pertemuan Jenewa tersebut. Ini jelas bukan sekadar masalah bisnis, tapi juga kekuasaan. Bukan sekadar konsesi tambang, tapi juga konsesi politik.

Celakanya, yang terciptanya kemudian adalah hubungan antara kekuatan ''ratu dunia'' dan ''hamba sahaya''. Kita bisa semakin merasakannya setelah mengamati bahwa pemerintah Indonesia--sampai kini--selalu tak punya wibawa setiap kali berhadapan dengan Freeport.

Seorang menteri lingkungan kita pernah mengundang bos Freeport Indonesia ke kantornya. Sang bos datang dengan sangat terlambat, namun tak menunjukkan penyesalan. Ia malah duduk dengan arogan di hadapan sang menteri, seraya bersilang kaki.

Situasi tak berubah pada 1991, saat Kontrak Karya II ditandatangani. Para pejabat kita hanya berputar kata-kata saat bicara soal Freeport. Juga, saat ini, ketika banyak pihak menuntut peninjauan ulang kontrak. Pemerintah tampaknya lebih terfokus pada upaya mendapatkan sedikit tambahan penghasilan dari kenaikan harga emas. Pembicaraan tentang kontrak yang berat sebelah dihindari.

Kita sulit memahami bahwa untuk hal-hal sepele seperti pasokan makanan saja kita tak punya martabat di hadapan Freeport. Pasokan tidak datang dari negeri ini, melainkan dari Australia dan Selandia Baru. Kontraknya seperti itu.

Belum lagi bicara soal pembagian keuntungan. Pertama, kita sulit mengaudit nilai kekayaan yang dikeruk dari tanah Papua. Lebih dari 95 persen konsentrat diolah di luar negeri. Kita tak tahu apakah yang mereka peroleh adalah emas atau loyang.

Kedua, pendapatan yang terungkap pun--termasuk dalam catatan Bursa Saham New York (NYSE)--ternyata menunjukkan ketimpangan besar. Total pendapatan negara sejak Kontrak Karya II, 1991, senilai 1,3 miliar dolar AS. Itu pun sudah termasuk royalti, retribusi, iuran, dan pendapatan dari pajak seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Sementara, keuntungan bersih untuk Freeport McMoran mencapai 800 juta dolar setiap tahun.*

Itu saja sudah cukup sebagai alasan untuk mencurahkan empati kita pada saudara-saudara dari Papua. Mereka tetap saja hidup tertinggal padahal gunung emas mereka dibongkar dan kelestarian alam mereka hancur. Mereka hanya bisa marah dengan berdemo dan memblokir jalan, namun sulit berharap lebih pada pemerintah. Mereka malah ditangkapi.

* Kurs Rupiah per 1 Maret 2006: 9.185/dolar AS

***


Ya, kita mungkin baru tersadar kembali sekarang. Ada yang salah dengan bangsa ini. Entah, apa karena kita terlalu sibuk dengan rutinitas kita atau kita sudah sangat skeptis menjurus pesimis dengan adanya perubahan di negeri ini. Perubahan ke arah yang lebih baik tentu saja.

Tepat Rabu, 1 Maret 2006 dinihari jam 00.00 WIB, tarif tol di beberapa ruas tol Jakarta naik. Alasan kenaikan cukup singkat namun membuat kita sebagai rakyat yang selalu setia berupaya membayar pajak tepat waktu pucat pasi, “Karena tarif tol sudah 2 tahun tidak naik.”

Ohhh…itu kata-kata dari seorang pejabat sangat teras yang mengurusi jalan tol. Adakah alasan ataupun kata-kata yang bisa membuat otak kita lebih bisa berpikir kreatif serta bisa memahami sekaligus mematuhi aturan itu dengan sukarela.

Karena tarif tol sudah 2 tahun tidak naik. Memangnya kenapa? Apa kalau sudah 5 tahun kemudian tidak naik berarti itu sebuah peristiwa yang luar biasa?

Berilah kami alasan yang lebih bijak dan melegakan. Mungkin pak pejabat itu sudah tahu reaksi masyarakat akan makin skeptis jika alasan kenaikan yang dikemukakan demi peningkatan layanan jalan tol yang lebih baik. Seakan tidak berkutik.

Bicara Freeport lalu jalan tol? Ya, alasan apalagi dari kenaikan tarif itu jika bukan demi peningkatan pendapatan pemerintah melalui layanan ruas jalan yang katanya bebas hambatan dan nyaman itu.

Jika saja pemerintah punya keberanian sebagai pengelola sah dan berdaulat negara ini meninjau kembali (dan ini bisa dilakukan sesuai perjanjian internasional jika ada pihak yang dirugikan) Kontrak Karya II Freeport yang pembagiannya merugikan anak cucu tujuh turunan itu, dijamin tarif tol tidak perlu dinaikkan, bahkan bisa jadi digratiskan!

Sekadar informasi, pembagian keuntungan Freeport adalah: PT Freeport McMoran 81,28 %, perusahaan swasta lokal (Indocopper investama corp, yang kemudian sahamnya dikuasai juga oleh Freeport) 9,36 %, dan pemerintah 9,36 % %. Wow! Kontrak Karya II dilakukan pada tahun 1991 dan berlaku selama 30 tahun!

Alasan bahwa pembagian untuk negeri ini kecil karena kita belum bisa mengolah hasil bumi sendiri sudah tidak masuk akal. Sudah berapa banyak kita berhasil menciptakan para ahli tambang sejak Kontrak Karya I pada tahun 1967 itu? Bukti sudah berbicara: sangat banyak dan mempunyai kemampuan yang tidak kalah dengan para ahli dari barat. Dan hal ini sudah diyakini oleh Bung Karno ketika menjadi presiden dulu.

Kita akan dikucilkan negara lain jika melakukan peninjauan kembali kontrak itu? Mengapa takut! Kita bangsa yang sangat kaya sumber daya alam sekaligus manusianya. Negara lain akan berpikir ulang memberi embargo total kepada kita.

Bahwa pemerintah kita tidak mampu membeli peralatan raksasa untuk mengolah tambang itu? Tidak masuk akal. Banyak pejabat pemerintah yang mampu menyelenggarakan pesta dengan biaya milyaran rupiah sekali jalan.

Sekarang tinggal keputusan pada pemerintah kita yang sebenarnya sangat berdaulat itu. Tidak heran jika amarah para penduduk asli Papua meledak akhir-akhir ini. Ini mungkin yang disebut dengan efek bom waktu yang sudah terpendam sejak 1967.

Jadi, tidaklah perlu mengiba-iba kepada para pengemplang dana BLBI untuk mengembalikan dananya ke pemerintah. Cukup satu langkah nyata mennjau kembali kontrak karya itu dan sekian masalah pendanaan di negara ini akan teratasi.

***

Rayuan Pulau Kelapa
Buah karya: Ismail Marzuki

Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa

Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala

Reff:

Melambai-lambai
Nyiur di pantai
Berbisik-bisik
Raja Kelana

Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah Airku
Indonesia

(-.-)

Minggu, Februari 26, 2006

Eh, ketemu lagi!

Kalau kita sedang jalan-jalan sendirian di mal atau membuat janji ketemuan paling enak dan nyaman kira-kira di mana? Kalau aku kok paling cocok di toko buku yah. Di samping tidak bengong sendirian kita juga bisa mendapat informasi dengan baca-baca buku atau majalah yang ada.

Sama ketika jaman SMP dulu. Ketika pulang sekolah kita tidak langsung pulang tapi mampir dulu ke sebuah toko buku ternama, sebut saja Toko Buku Je. Ketika itu kita pulang sekolah sekitar pukul 13.30, sambil menunggu sore, kita berombongan menuju toko buku itu. Asyik, ramai-ramai dan kita bisa membaca buku dengan gratis, walau dengan catatan harus membaca sambil berdiri, dilarang keras duduk apalgi lesehan! ^^

Ketika itu ada sebuah momen yang cukup unik dan selalu terkenang. Ketika kita sedang asyik membaca di toko buku itu, tiba-tiba lampu toko padam, sekitar lima menit kemudian lampu hidup lagi. Nah, ketika lampu hidup lagi itulah tiba-tiba ada seorang karyawan yang menggelandang oknum pelajar ke dalam sebuah ruangan.

Usut punya usut ternyata oknum pelajar itu tertangkap basah mencuri buku pas ketika lampu toko tadi padam. Ternyata padamnya lampu tadi disengaja untuk memancing para oknum pengunjung toko yang berniat mencuri. Si oknum pelajar tadi ternyata sudah diamati dan dicurigai sebelumnya. Terjebaklah dia.

Mungkin saat itu penggunaan kamera CCTV belum lumrah. Jadi pengawasan masih secara manual dengan petugas toko yang berjalan hilir mudik dengan ID Card-nya dan menerapkan cara-cara yang cukup unik.

Ada satu hal lagi ketika masa SMP yang cukup mendenyarkan, dimana ada seorang teman punya kebanggaan tersendiri jika dia berhasil mencuri buku di toko tanpa berhasil diketahui oleh pihak keamanan. Ckckckckck…

Lain dulu lain sekarang.

Pada suatu sore yang cerah awal Januari 2006, aku sempat mampir ke sebuah mal di daerah Jakarta Selatan. Dan tujuan utamanya adalah ke toko buku, kebetulan Toko Buku Je juga. Ketika itu memang berniat untuk mencari buku untuk kado ulang tahun. Yap, kado yang paling enak dan tidak membingungkan ketika kita memilih adalah berbentuk buku! Hehehehehe….

Setelah mendapatkan dua buah buku yang dicari, akhirnya aku putuskan melihat-lihat buku lain yang mungkin bisa menambah koleksi. Akhirnya jalan dari satu rak buku ke rak buku yang lainnya. Dari buku-buku novel sampai buku-buku resep masakan. Hihihi…sedaaaap.

Ketika berjalan dari satu rak ke rak yang lain itulah ada sebuah pemandangan yang agak janggal. Lihat gambar 1. Di situ terlihat mas-mas yang sedang membaca buku. Semula terlihat wajar saja. Tidak mulai wajar ketika pandangan matanya penuh selidik, awas, dan mencurigai setiap gerakan yang menjurus ke arah pencurian.

Image hosting by Photobucket
Gambar. 1

Setelah aku lihat dari arah depan, samping, dan belakang, akhirnya aku simpulkan bahwa mas itu adalah petugas toko buku yang biasa disebut dengan pengamanan dalam, dalam hal ini pengamanan yang tidak nampak. Semacam intel gitu lah…

Image hosting by Photobucket
Gambar. 2

Setelah aku sempat berbalas pandang dengan mas itu, dia akhirnya pindah ke rak yang lainnya, masih dengan mata menyelidik dan akting membaca-baca bukunya. Nah, di gambar 2 itulah rak yang kemudian dituju. Kalau mbak-mbak berkaos putih di sebelah kanan itu hanya ketidaksengajaan terpotret, maklum gerakan dibawah sadar. Hehehehe….ya nggak, Mas? :p

Kok aku bisa tahu mas-mas itu intel di toko buku itu? Ya tahu aja. Maklum, dulu waktu sekitar tahun 98-an di kampus banyak intel-intel berkeliaran mengawasi gerakan mahasiswa bahkan ada yang ikut menjadi mahasiswa juga. Jadi ya bisa langsung tahu ciri-cirinya.

Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa intel kita itu masuk kategori intel Melayu. Dimana seharusnya sebagai intel kita tidak boleh terlihat identitas kita, namun yang terjadi di sini malah para intel itu seakan-akan ingin menunjukkan bahwa dia intel. Contoh kasus, klik ini! ^^v

Mas-mas berbaju putih ini dengan rambut cepak, kaos agak ketatnya, badan agak kekarnya, celana kain hitam dengan paduan sepatu kets-nya terlalu mencolok untuk dikatakan tidak ingin diketahui sebagai tenaga pengamanan.

Eh, lha kok ya kemarin pas hari Sabtu, 25 Februari 2006, aku berjumpa kembali dengan mas-mas intel itu di toko buku yang sama. Saat itu penampilannya beda dengan yang dulu, terutama pakaian yang dikenakan. Karena aku terburu-buru, tidak sempat mengambil gambar mas-mas itu. :)

Btw, aku salut juga dengan pekerjaan mas-mas itu. Capek lho kalau harus berdiri berjam-jam di toko dengan tetap harus menjaga konsentrasi. Jadi, selamat berjumpa lagi deh, mas denganku kalau pas ke toko buku!

Salam!

Sabtu, Februari 18, 2006

Senandung

Yuk! Nyanyi, yuk!!!

Siapa Gerangan Dirinya

Aku sayapnya… tambatan hatinya
Yang mengilhami tiap langkah hidupnya
Begitu adanya… dalam goresan pena
Ia suratkan berkala untukku
Tak sekalipun kujumpai dia

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya

Aku nafasnya mungkin pula nadinya
Kan menjaga denyut jiwanya
Berartinya aku dimata hatinya
T’lah meniupkan cinta sejatinya
Sungguh enggan ia merelakan aku

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga hati meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya

By Padi.

...

Oke, yah, lagunya Padi...dalam...bikin merinding...bikin merenung...hehehe...

Bicara bersenandung, paling enak ketika kita lagi ngapain, yah? Ketika sedang memasak, mencuci baju, menyetrika, menimba air, atau ketika mandi?

Kalau aku sih paling pas ketika sedang menyetrika. Wah, kalo sudah ada lagu mengalun, kita sambil bersenandung, pekerjaan menyetrika terasa ringan, terasa lebih cepat selesai, dan yang pasti terasa lebih "adem" lahir batin. ;)

Image hosting by Photobucket

Tapi ini yang agak berbahaya ketika kita menyetrika sambil bersenandung: membuat kita tersenyum-senyum simpul sendirian! ^^