Apa yang membuat kita melakukan kegiatan yang namanya memberi? Ada banyak alasan. Salah satunya karena ada pihak yang pantas untuk menerima. Pantas di sini tentu saja yang membutuhkan.
Apa pula yang kita rasakan ketika mampu memberikan sesuatu kepada orang yang benar-benar membutuhkan dan pantas menerimanya itu? Lega. Yah, salah satunya rasa lega.
Memberi itu dapat dalam bentuk dan istilah yang bermacam-macam. Salah satu yang biasa kita jumpai dan mungkin akrab dengan kita adalah sedekah. Besarnya sedekah tidak ditetapkan. Yang penting kita ikhlas memberikannya.
Dulu orang tua atau para guru sering mengingatkan hikmah dari kegiatan sedekah itu. Di samping akan membantu meringankan beban orang yang kita beri, kita nanti bakal mendapatkan balasan yang lebih banyak dari yang kita keluarkan.
Namun hal itu yang selalu menjadi misteri tersendiri. Balasan itu kita selalu tidak ketahui secara pasti kapan akan kita terima. Dan dalam bentuk seperti apa.
Mungkin saat ini, khususnya di bulan Ramadhan ini, kita pernah atau sering melihat sosok yang bernama Yusuf Mansyur. Seorang ustad muda yang selalu menyeru untuk selalu bersedekah, berapapun harta yang kita ingin sedekahkan.
Semalam, ketika melihat acara di TV, sekali lagi sosok itu terlihat. Semula channel TV ingin kupindah ke acara yang lain. Namun melihat materi dan juga kisah yang dibahas membuat channel tak beralih.
Di situ dikisahkan kembali bagaimana dengan sedekah kita bisa dibebaskan dari masalah finansial yang sedang kita alami. Bantuan bisa datang lewat orang lain, atau melalui orang yang tidak kita duga, namun justru lebih besar nilainya dari yang kita sedekahkan dan kita harapkan.
Memang, sedekah yang kita berikan mungkin bukan berbentuk materi saja. Bisa jadi dalam bentuk bantuan non materi.
Berkaitan dengan sedekah kembali, ada sesuatu yang kadang sering menimbulkan keprihatinan.
Yaitu menjamurnya para peminta sedekah yang kadang membuat kita mengurut dada.
Banyak diantara mereka yang sebenarnya tidak layak meminta-minta sedekah dilihat dari segi fisik dan kemampuannya. Namun mereka selalu memakai jalan pintas mendapatkan cash money.
Atau peminta sumbangan sebuah badan amaliah atau rumah ibadah yang ternyata banyak juga yang fiktif.
Hal-hal seperti itu yang kadang mengurangi kekhusyukan kita beribadah sekaligus keikhlasan kita. Kita selalu berpikir ulang ketika akan meberi sedekah. Benarkah mereka membutuhkan? Apakah sedekah itu tidak akan diselewengkan? Membuat kita ragu.
Mungkin salah satu solusi bersedekah adalah kita memberikan langsung kepada pihak yang benar-benar kita kenal atau ke tempatnya langsung.
Di sekitar kita juga ada sebuah kegiatan yang berhubungan dengan sedekah. Namun lebih ke ritual budaya. Salah satunya adalah Sedekah Bumi yang diadakan di Kelurahan Bandung, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal.
Selain untuk meminta berkah, sedekah bumi juga diselenggarakan untuk menolak bala atau petaka.
"Tradisi sedekah bumi perlu diuri-uri untuk diambil hikmahnya," ujar Al Ustadz Ahmad Rofi'i, tokoh agama yang menyampaikan hikmah sedekah bumi.
Kegiatan itu berfungsi juga sebagai media bagi warga Kelurahan Bandung untuk bersilaturahmi.
Selain itu, sedekah bumi dapat melatih warga untuk gemar bersedekah. Sebab, biaya yang digunakan berasal dari warga dan kembali ke warga.
Kalau dipikir-pikir, orang zaman dahulu itu kreatif-kreatif, yah? Untuk mengajak warga melakukan sedekah, dilakukan melalui ritual budaya. Sehingga masyarakat dapat lebih mudah menerima dan mengikuti kegiatan itu.
Dan di bulan Ramadhan kali ini kitapun kembali diingatkan tentang hal itu, salah satunya kewajiban zakat bagi yang mampu pada saat akhir Ramadhan nanti. Bagaimanapun juga, zakat adalah bagaian rezeki kita yang menjadi hak daripada kaum dhuafa. Kita diberi kesempatan yang baik untuk berbagi. Secara pribadi paling tidak sebagai latihan untuk di bulan-bulan yang lain.***
Kamis, Oktober 12, 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar