Rabu, Februari 23, 2005

(Republik) Ciputat

Apa sih yang terlintas di benak kita kalo kita dengar kata Ciputat???? Waaahhh....dijamin deh pasti hanya satu dan itu pasti, Macet!!!! Yap! Macet, macet, dan macet.

Apanya yang macet, Mas? Waduh, mendingan orang yang masih tanya seperti itu kita ajak sekali-kali mengarungi bahtera kehidupan di Ciputat. ;D Ya lalu lintasnya itu lho yang bikin ngeper! Terutama yang di sekitar Pasar Ciputatnya. Tobatttt...

Jadi jangan heran. Setiap kali kita memperbincangkan sesuatu yang berbau Ciputat, maka langsung deh napsu makan kita hilang.

Masih nggak ngeh juga Mas?

Begini kisahnya. Tidak ada yang istimewa memang sebenarnya Ciputat. Sama seperti daerah-daerah lain di Jakarta. Di sana ada pasar, toko, swalayan, tukang tambal ban, pompa bensin, tukang ojek, angkot, preman, polisi cepek, warung tegal, lapak-lapak pedagang kaki lima, dan lain sebagainya.

Nah, yang spesial memang jalan raya yang melintas di depan Pasar Ciputat itu. Nggak ada abisnya deh yang namanya macet. 24 jam penuh! 24 hours, Mas!

Bayangkan, kita sudah mencoba untuk berangkat ke kantor pagi-pagi buta banget. Sekitar jam 5 pagi dari rumah. Itu saja kalo kita lagi sial buanged neh, kita bisa tertahan di atas kendaraan kita minimal sekitar setengah jam saja. Dan kalo lagi rejeki kita, bisa mangkrak di situ selama 1 jam lebih. Ruar biasaaaa...

Sebabnya bisa macam-macam. Angkot, yang namanya angkot kok ya selaluuuu saja ketiban sial sebagai penyebab kemacetan. Lha kalo lagi ngetem itu memang luar bisa sekali keterlaluannya. Gak bisa deh liat jalan kosong. Walau di tengah jalan sekalipun, teteeebbbb saja ngetem ngerasa tak berdosa.

Ada kejadian yang bisa bikin kita cepet tua lima taon. Alkisah, ada sejawat yang subuh-subuh berniat pergi ke arah Pondok Indah. Dengan bekal mental yang sangat kuat untuk menerjang kemacetan Ciputat, berangkatlah sejawat itu dari daerah Pamulang dengan mobilnya.

Dari Pamulang sampai dekat Pasar Ciputat masih oke-oke saja. Kemudian lalu lintas melambat. Akh, mungkin ada angkot yang ngetem , pikirnya. Sebentar lagi paling juga sudah jalan. Yang pasti klakson-klakson kendaraan yang tertahan sudah nyaring bunyinya. Ditunggu 15 menit belom gerak, masih wajar. 30 menit belom gerak, mulai gelisah. Hampir 45 menit, mulai keringatan. Lha kok sampe 1 jam belom gerak!

Usut punya usut, ternyata di depan pasar ada bis guwwedee yang ngetem. Dan bis tersayang itu ditingal sopirnya ngopi sambil pre-breakfast menunggu penumpangnya penuh. Uwedaaaan!

Belom lagi pedagang-pedagang yang melimpah di pinggir jalan. Sekarang sih sudah lumayan setelah ada penertiban, berupa larangan berdagang di badan jalan.

Kalo diukur-ukur, panjang jalannya yang biang macet gak begitu panjang, sekitar 500 meteran. Bahkan lebarnya juga lumayan, sekitar 15-an meter, dua arah. Tapi ya nggak ngaruh.

Belum lagi kondisi jalan yang blentang-blentong lubangnya di sana-sini. Bisa dibilang, kena macet di Cipuat, pas panas terik atau pas hujan deras sama saja. Menyiksa. Apa lagi yang naek motor, wah, bakalan uji nyali deh!

Mungkin yang belum pernah melihat langsung Ciputat akan berkomentar, “Ya udah, naek motor aja, khan enak tuh meliuk-liuk diantara kendaraan lain.” Gak berlaku aturan kayak gitu, Mas! Semua kendaraan sama derajatnya. Setiap ada celah jalan, semua berhak untuk melewati, tanpa ada aturan untuk mengalah sedikitpun.

Yang pasti kalau naik motor lebih hina lagi. Karena jalan berlubang, maka ketika habis hujan dipastikan akan ada genangan. Nah, itu dia. Genangan dimana-mana, lubangnya dalam, bau lagi airnya! Jadi kalau sampai kita kecipratan airnya, baunya itu lho...Hiiiii...

Wah, susah juga yah? Yap! Tapi kita harus tetap harus bisa mengantisipasi dengan jitu.
Antara lain:
1. Kalo kita mau naik mobil atau kendaraan pribadi, sebaiknya hindari jalan depan Pasar Ciputat. Banyak jalan alternatif yang tidak melewati pasar itu. Lebih jauh memang. Bisa lewat Pondok Cabe, trus nanti tembus Pasar Jumat. Atau lewat jalur Bintaro, nanti bisa tembus Tanah Kusir/Pondok Pinang.

2. Bagi yang biasa naik angkot tapi berniat lebih sehat & berkeringat, bisa jalan kaki saja melintasi Pasar Ciputat. ;D Siapa tau sambil lihat-lihat, nemu barang yang kita butuhkan di sepanjang jalan pasar itu.

3. Yang biasa naik sepeda motor atau diantar mas-mas ojek yang ramah, harus siap-siap aja sedikit bergoyang ketika melintasi jalan berlubang nan merdu itu.

4. Ini yang unik.
Banyak sopir taksi yang langsung menolak ketika kita minta mengantar ke daerah Ciputat. Begitu mendengar kata Ciputat, seketika mereka langsung minta maaf sambil minta ampun (...hehehe...gak ding, berlebihan!) untuk menolak mengantar kita ke daerah tersebut. Walaupun kita sudah yakinkan bahwa daerah yang kita tuju belum tentu melewati Pasar Ciputat. Bahkan untuk perusahaan taksi sekaliber si Burung Biru itu. Apes kan?
Makanya, kiat coba sedikit trik buat mereka...hehehe...Bilang saja kalau kita akan pergi ke daerah di sekitar Ciputat saja. Misalnya daerah Cirendeu, Legoso, Kampung Utan, Pamulang atau Rempoa. Pasti mereka akan dengan senang hati mengantar kita.
Tapi harus benar-benar tidak melewati pasar lho! Kan repot nanti kalo pak sopirnya ngambek. ;D

Begitulah Ciputat. Suatu sisi lain di daerah (pinggiran) Jakarta. Seakan tiada habisnya soal keruwetan lalu lintas di sana. Ada hukum rimba sendiri di sana.

Bahkan sempat terpikir, kalau daerah seperti Ciputat saja keruwetan tersebut tidak bisa diatasi, bagaimana keruwetan-keruwetan masalah di Indonesia ini bisa teratasi juga?

Tidak heran kalo ada ungkapan menarik ketika kita sedang semarak menyambut Pilpres 2004 kemaren. Siapa saja yang memimpin daerah Ciputat berhasil mengatasi keruwetan itu, maka dia sudah pantas menjadi Pemimpin (presiden) di Indonesia! Hehehe...

Ironis!

Selasa, Februari 15, 2005

Lodeh

Tanggal 14 Februari 2005 kemaren, orang-orang ramai merayakan apa yang disebut dengan perayaan valentine. Dimana-mana orang berusaha menunjukkan apa yang mereka yakini sebagai sebuah ungkapan kasih sayang. Pusat perhatian semuanya mengarah ke hal-hal yang berkaitan dengan perayaan tersebut. Tidak ketinggalan ekspose yang lumayan luas dari media massa.
Dan kita mungkin sudah melupakan bahwa beberapa hari yang lalu, kita sempat dibuat was-was oleh adanya ancaman badai tropis Harves yang akan melanda kawasan pantai selatan pulau Jawa. Terutama di daerah Yogyakarta. Kampung halaman Massss...Tanggal perkiraan terjadinya badai sudah jelas, sekitar tanggal 9-11 Februari 2005, pas long weekend lagi.
Yang tidak kalah pentingnya, setelah mendapatkan isyarat ghaib, maka Sri Sultan turun langsung untuk memperingatkan segenap kawulo Ngayogyakarto Hadiningrat untuk mewaspadai ancaman badai tersebut. Masyarakat langsung waspada + siaga 1, sebab Sri Sultan masih banyak dipercaya kalau berkata tentu tak sembarangan, istilahnya Sabdo Pandito Ratu. Apalagi pihak Badan Meteorologi Bandara Adisucipto juga memberikan peringatan serupa tentang ancaman si Harves tadi. Jadi dasarnya nggak cuma wangsit tok, juga ada argumentasi ilmiahnya. Wah....
Sebagai seorang pemimpin, tentu saja Sri Sultan tidak hanya memberikan peringatan saja, tapi kabarnya juga memberikan solusi agar kawulo-nya terhindar dari musibah badai. Nah, ini nih yang menarik. Kepada masyarakat Yogyakarta, Ngarsa Dalem memerintahkan untuk membuat Sayur Lodeh sebagai sarana tolak bala terhadap musibah yang akan terjadi. Pilihan terhadap Lodeh pun ada latar belakangnya. Dahulu kala, konon, ketika Yogyakarta dilanda pagebluk, masyarakat beramai-ramai memasak sayur itu lantas memakannya. Alhasil, banyak yang selamat dari prahara. Sejak itulah, sayur lodeh tolak bala selalu menjadi konsumsi favorit
setiap bakal terjadi sesuatu atau tiap kali ada musibah.


Hosted by Photobucket.com
Ket: Sayur Lodeh siap saji.

Hmmm...sudah berapa tahun yah nggak makan Sayur Lodeh? Wah, kayaknya sudah hampir setahun lebih nih....Lha di Jakarta mau nyari di mana? Yah, mungkin harus blusukan masukkampung-kampung dulu. Kalo makan sayur asem seh masih sering di Jakarta. Warteg banyak yang jual. Lagi pula kalo sayur lodeh sudah mulai terlupakan jhe.... ;D
Kalo pake pengelompokkan, paling tidak ada 12 jenis sayur yang bisa diolah menjadi lodeh tersebut. Antara lain: kluwih, waluh kenthi (waluh kuning), kacang panjang, nangka, kol, daun melinjo, terong ungu, kulit melinjo, tempe gembus, pepaya, lembayung, dan labu siam. Dulu sih makannya suka pake tambahan kerupuk putih ato telor ceplok. Ada juga yang dicampur dengan petai biar terasa lebih sedddaaaap...
Trus, berkaitan dengan ancaman badai tadi ada lagi syarat khusus yang harus di penuhi. Sayur lodeh ini harus dibikin dalam 7 warna (untuk warga di Kabupaten Gunung Kidul) atau 3 warna untuk Kabupaten Bantul. Untuk sayur lodeh dengan 3 warna menggunakan bahan yaitu kluwih, jipang dan terong biru. Sedangkan bagi warga yang berada di Gunung Kidul sayur lodeh dibuat dalam 7 warna yakni: kluwih, daun melinjo, kulit melinjo, biji melinjo, jipang, kecambah dan terong biru. Keren khan???
Terus, prakteknya gimana kalo lodehnya udah jadi? Nah, setelah siap, sayur lodeh tersebut sebagian diletakkan di depan pintu, dan sebagian lagi dikonsumsi oleh seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga diharuskan mengonsumsi sayur tersebut, meskipun hanya satu sendok. Mudah to, Mbak?
Sampun? Namung meniko kemawon? Tidak kawan! Selain sayur lodeh, masyarakat juga bisa melakukan ritual dengan melempar kedelai hitam ke atas genteng rumah masing-masing pada
malam hari. Kenapa malam? Lha kalo siang malah si ayam nanti yang petok-petok minta kedelai’e...hehehe....
Aktivitas tambahan selain nglodeh juga bisa dengan menggantungkan sebutir bawang merah diatas pintu, atau memasang sapu lidi yang ditancapi bawang merah, cabai merah dan bahan rempah tertentu. Sapu lidi tersebut dipasang terbalik dengan lidi di bagian atas, dan diletakkan di balik pintu masuk rumah bagian dalam.
Nah, kemudian apa yang terjadi? Alhamdulillah, badai tropis itu akhirnya tidak jadi lewat pantai selatan Pulau Jawa, tapi ternyata berbelok ke arah timur menjauhi wilayah Indonesia.
Karena urung terjadi, apa yang kemudian dilakukan Sri Sultan? Hal ini lah yang mungkin patut dicontoh oleh para pemimpin kita, MEMINTA MAAF kepada masyarakat. Terutama masyarakat nelayan pantai selatan, yang secara langsung terganggu aktivitasnya akibat ancaman bencana badai tersebut. Jadi Sri Sultan, yang juga Gubernur DIY itu, melalui Pemprov DIY bermaksud melindungi masyarakat dengan memberikan peringatan dini akan kemungkinan bencana. Itu diberikan sebagai upaya antisipasi untuk meminimalkan korban. Karena dilakukan dengan tulus, para nelayan pun merasa tidak terganggu dan justru mengucapkan rasa terima kasih kepada Ngarsa Dalem. Indah bukan?
Setelah hari-hari mencemaskan itu lewat, apa yang kemudian terpikirkan. Istilah kerennya, hikmah apa yang bisa kita ambil dari peristiwa itu? Mmmmm...yang pasti jadi pengen makan
pake sayur lodeh lagi! :D Dengan lodeh, makanan rakyat yang lumayan murah meriah, kita diingatkan kembali untuk menjalani pola hidup sederhana. Semelimpah-limpah ruahnya harta kita, kita diingatkan kembali, bahwa sejatinya kita berasal dari sesuatu yang sangat "sederhana"”. Soal leadership juga ada. Rakyat selain butuh pemimpin, juga butuh seorang junjungan yang bisa diikuti tindak-tanduknya.
Btw, ada yang tertarik bikin sayur Lodeh? Coba aja neh resepnyah, resep standard-nya:
1. Bumbunya ketumbar (1 sendok makan),
2. Bawang merah (10), bawang putih (6) diuleg sama garam.
3. Dimasak sama santan, daun serai (2 batang), lengkuas (2 jari), jahe (2 jari), daun salam, lombok merah (2), lombok hijau (3 lomboknya dipotong besar).
4. Sayurnya terserah, bisa rebung (yang telah direbus berkali-kali, setiap kali airnya dibuang hingga tidak lagi pahit), kentang, wortel, kacang panjang, manisah, terong.

Ok??? Selamat mencoba! (^.^)


Kawulo alit,

Jakarta,
15 Februari 2005

Sabtu, Februari 05, 2005

Jejak yang tertinggal...

Minggu-minggu terakhir mendekati akhir 2004 kemarin, ada sebuah kabar gembira yang kami terima dari rekan sekantor. Bahwa rekan kami, A. S. Laksana, terpilih menjadi Tokoh Pilihan Majalah Tempo 2004 untuk Bidang Seni.
Dasar penilaian dari pemilihan itu berasal dari karya A. S. Laksana, yaitu buku kumpulan cerpen, "Bidadari yang Mengembara" (KataKita, Mei 2004). Di mana dalam buku tersebut, A. S. Laksana berupaya "menggambarkan" segala seluk-beluk "pengembaraan" hidup, mulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, tetangga, teman, sampai menembus segala aspek kehidupan yang mungkin akrab atau bahkan tidak terpikirkan oleh kita selama ini. Ketika kita membaca kumpulan cerpen tersebut, alam pikiran kita akan diajak berjalan-jalan. Sesaat meraba-raba, bahkan kadang kita merasa diraba-raba oleh sebuah situasi, apakah diri kita sedang berada dalam cerita-cerita tersebut atau hanya sekedar halusinasi yang terbangun? Menarik.
Tidak lama berselang, dalam Koran Tempo (bagian Suplemen Ruang Baca) terbitan hari Minggu tanggal 30 Januari 2004, A. S. Laksana kembali bertutur tentang segala pengembaraannya. Mulai dari masa lalu hingga saat ini, ketika salah satu cita-citanya tercapai, menjadi seorang guru! Selengkapnya dapat dilihat di sini.



Rabu, Februari 02, 2005

Reuni

Jakarta, Sabtu, 29 Januari 2005


"Masa lalu. Masa lalu selalu saja meninggalkan jejak yang tertinggal dalam sebuah bingkai-bingkai kerinduan."

11.30 WIB.
Tit...tit...tit...tit...
Sebuah pesan singkat masuk dalam hp-ku. Oh, dari Ayu rupanya. Teman lama. Teman SMA. Sempat kerja di sebuah stasiun radio, dan sekarang lagi merintis sebuah EO. Bunyinya, "Gimana Uf, jadi ketemuan ga? Kamu ga sibuk kan?"
"Ayo aja, tapi aku bisanya abis jam 1an."
"Jam segitu aku masih ada gawe jhe. Kalo jam 5an?"
Segera terbalas,"Gawean nih yeeee...Ayo aja, di PIM aja gimana?"
"Kalo di PS aja gimana? Nyoba nawar neh..."
Hmmm..PS...Plasa Semanggi ato Plaza Senayan? Ah, mungkin Plaza Senayan kali. Setelah berpikir sejenak, boleh juga. Dari segi jarak ga terlalu jauh, dan udah lama juga ga liat keindahan-keindahan dunia di tempat itu...hehehe...Maklum, posisiku lagi di daerah Republik Ciputat.
"Playan to maksudmu?Ketemu di bawah jam yo?"
Balas Ayu, "Yo iyo lah. Ok, sampe ketemu di bawah jam yo!"
Janjian lama yang coba diwujudkan.
Di bawah jam. Memang, kalo di Plaza Senayan, tempat yg paling damai untuk ketemu ada di bawah jam guwede yang ada di lantai II. Tempatnya luas, jadi langsung aja keliatan orang yang kita ajak janjian ketemu.
Ayu. Ayu Australi dulu dikenal. Maklum, udah pernah skul di sana. Program pertukaran pelajar.
Udah seperti apakah dia sekarang yah? Maklum, terakhir ketemu langsung ya pas hari-hari terakhir di SMA. Tahun 1996.Waaaahhhh...hampir 9 tahun yang lalu! Pernah seh ketemu lagi abis 96, tapi pas posisinya Ayu di dalam bis dan aku dengan damainya berada di trotoar depan Universitas Atmajaya Jakarta. Kita hanya saling tersenyum-senyum dan menggunakan bahasa tubuh saja waktu itu. Maklum, belom pegang hp & mau ngomong + teriak2 takut dikira orang ga waras! Hehehe...
"Deal! Paling aku agak telat Yu, maklum masih ujan."
Yah, saat-saat sekarang, ketika hujan mulai rutin mengguyur Jakarta, manajemen waktu menjadi lebih sulit. Jalanan lebih macet, dan sebagai pengendara motor, genangan akibat hujan merupakan salah satu musuh bebuyutan yang harus dengan lincah dihindari.
Jam 17.15 sampailah aku di komplek parkir basement Plaza Senayan. Rame banget. Maklum hari Sabtu. Seperti semula, langsung aku jalan menuju lantai yang berada tepat di bawah jam dinding kuk..kuk..PS. Hmmm...kok ga keliatan ya dia? Coba call ah.
Tuuut..tuuut..tuut..begitu berulang sampe akhirnya aku coba sms.
"Udah sampe mana?"
Lama tak terbalas.
Yo wis, jalan-jalan duluuuuu...weeeh, memang me-nye-gar-kan jalan-jalan di PS. Orangnya cakep-cakep, rapi, wangi, trendy khas metropolitan.
Tiba-tiba Tit..tit..tit..tit..
"Lagi di toilet."
Woooo...
Dan beberapa saat kemudian ringtone dengan lagu opening Srimulat, yang sengaja kupilih untuk caller group friends, berbunyi dengan merdunya. Yap, ada caller id Ayu di sana. Klik yes.
"Lagi di mana, Uf? Aku udah di bawah jam neh."
"Lagi di lantai dua neh. Oke, aku tak turun yoh."
Akhirnya...Whuahahahaha...hahaha...Tawa lepas itu lah yang jadi pembuka pertemuan antara aku dan dia..wuehehehe...
Setelah saling bertanya-jawab perihal kabar masing-masing, kita pun naik ke lantai atas untuk sekedar mencari tempat nongkrong, ngobrol, makan, dan...merokok! :D
"Aku udah ngajak si Titin ama Koko, Uf. Tapi kayaknya si Titin ga bisa deh. Ibunya dateng ke Jakarta. Jadi kemungkinan cuma Koko aja yang bisa ikutan kumpul. Gak tau si Koko ngajak sapa lagi."
Titin dan Koko, teman SMA-ku juga. Ayu, Titin, dan Koko teman satu angkatan. Cuma kita berada di kelas yg beda. Mereka semua satu geng di A2, kalo aku terdampar dengan sukses di A1. Kok bisa kenal mereka, Mas? Waktu yang berjalanlah yang mempertemukan kami waktu SMA.
Setelah sempat linglung di foodcourt menunggu si Koko, tak berapa lama kemudian Mas Koko datang dengan senyum ramah yang lama tak terlihat. Ahhh...9 tahun, mbak! Koko sekarang udah gawe di sebuah perusahaan migas ternama di negeri ini. Hmmm...senyum sebuah ketenangan hidup yang mulai mapan memang sudah terlihat. Hidup yang mapan??? Akh, mbuh! Relatif! Wang-sinawang! ;-p
Akhirnya bersepakatlah kita menuju Space (semoga ga salah denger & tulis) Foodcourt di bawah gerai Sogo. Boleh juga tempatnya. Dan aku baru pertama kali ke tempat itu! Maklum, perut biasanya sudah cukup nyaman dengan semangkuk GulTiks Bulungan ato Nasi Uduk Benhill...hehehe...
Dan setelah tengak-tengok mencari tempat duduk, dapatlah sebuah tempat yang agak pojokan. Lumayan, view-nya deket toliet, jadi kalo ada yang wira-wiri bisa scanning...hehehe...Paling Ayu aja yg langsung manyun kalo denger komentar kaya gitu.
Dengan lugunya muncul pertanyaan standar-ku di tempat kaya itu, "Kita pesen'e dateng ke bakul'e opo didatengin?"
"Ndatengin, Uf. Ntar kita pilih & langsung bayar di kasir."
"Ooooo,"...
"Oke, kita gantian aja kalo gitu, " kata Koko dengan bijaknya.
Sambil menunggu gantian pesen, tersulutlah satu batang rokok LA Light Menthol. Hmmm...ademmmm...
Setelah Koko selesai memesan maem, gantian aku sama Ayu. Pilih sana pilih sini, muter dulu, ketemu menu standard, NASI SOTO + teh! ;-p
Dulu si Ayu kuliahnya terdampar di UI. Kalo Koko nyoba-nyoba kuliah di ITB. Jadi, cuma aku yang teteeeep aja di Jogja. Minimal ampe masa kuliah.
Namanya juga ketemu temen SMA. Kalo ga ngomongin temen-temen SMA yang laen, ya ngomongin masa-masa SMA. Memang biru masa-masa SMA. Sapa aja yang udah di Jakarta, yang masih di Jogja, yang masih seneng kuliah, yang sekolah lagi ke luar negeri, yang udah nikah & yang mo nikah, dan yang..yang..yang lainnya. Oh, iya..dulu SMA kita namanya SMA Negeri 1 Yogyakarta. Gak tau yah? Wah, ora terkenal jebul...
Setelah bersilang sengkurat bercerita soal kondisi temen-temen terkini, terkuaklah fakta bahwa temen-temen sekarang udah lumayan nyebar & kerja di tempat yang macem-macem. Ada yang di Jogja, Jayapura, Samarinda, Sampit, Batam, Riau, Semarang, Bandung, Laut Jawa, Makasar, dan juga Manado. Profesinya ada yang jadi wartawan, jadi PNS, jadi staff BUMN, pegawai bank, peneliti, dosen, wiraswasta, tapi satu hal, angkatan kita tidak ada sama sekali yang sukses jadi TNI & Polri. Bayu Rinasmoko & Fredy Purbiyanto sukses terhempas cita-citanya pas tes jadi CTNI karena masalah kekurangan pada bagian anggota tubuhnya...hehehe...Apa itu???? Tekon dewe to mas!
Di tengah perbincangan, Koko sempat menelpon Ganthang via hp'e. Ganthang?Hah???Wah, kalo Ganthang, Ganthang Gantara Putra lengkapnya, ini udah barengan sama aku bersekolah sejak SMP. Dulu kita di SMP Negeri 5 Yogyakarta. SMA bareng lagi. Trus dia sempet kuliah di UGM setahun, dan akhirnya mencari ilmu lah dia ke ITB.
Sempat aku bercaci-maki penuh kerinduan ama Ganthang via hp'e Koko. Full boso Jowo! Wah, lega rasanya. Dan Koko + Ayu cukup memandang dengan penuh tawa keheranan.
Btw, ada satu hal unik yang selalu aku alami ketika berada di mall. Ketemu dengan seorang teman tanpa janjian terlebih dahulu!! Amazing! Pasti kejadian bertemu seseorang yang aku kenal ato bahkan pernah bertemu dengan seseorang yang tidak ingin ku kenal kembali..huhuhu..Hari itu aku bertemu dengan Eko aka Penyo yang notabene adik kelasku kuliah di komunikasi UGM. Terkaget-kaget lah kita berdua. Wallahualam.
Lumayan lama juga kita nongkrong di Space. Dari jam 18.00 sampai jam 20.00. Dua jam. Hmmm...dua belas tahun (3 taon masa SMA + 9 taon masa berpisah:red) terangkum dalam dua jam. Seru juga. Mereka masih belum berubah.
Kita berpisah kemudian masing-masing dengan tiga tujuan yang berbeda. Ayu ke Pesanggrahan, Koko ke Setiabudi, dan aku ke pinggiran Pondok Indah. Seperti biasa, kita berpisah dengan saling menguluk-salam dan berjanji untuk bertemu kembali. Apakah janji itu akan terwujud? Entah. Waktu jua lah yang kembali kan menjawab...





Hosted by Photobucket.com

Ket: Stadion Kridosono Jogja, 27 Juli 1996.

Nb: Foto di atas adalah ketika sekondan SMAN 1 angkatan 96 abis lulus, sedang berada di lokasi Pesta Pelajar 1996. Foto itu sempat dimuat di Majalah Remaja Hai.