Selasa, Februari 15, 2005

Lodeh

Tanggal 14 Februari 2005 kemaren, orang-orang ramai merayakan apa yang disebut dengan perayaan valentine. Dimana-mana orang berusaha menunjukkan apa yang mereka yakini sebagai sebuah ungkapan kasih sayang. Pusat perhatian semuanya mengarah ke hal-hal yang berkaitan dengan perayaan tersebut. Tidak ketinggalan ekspose yang lumayan luas dari media massa.
Dan kita mungkin sudah melupakan bahwa beberapa hari yang lalu, kita sempat dibuat was-was oleh adanya ancaman badai tropis Harves yang akan melanda kawasan pantai selatan pulau Jawa. Terutama di daerah Yogyakarta. Kampung halaman Massss...Tanggal perkiraan terjadinya badai sudah jelas, sekitar tanggal 9-11 Februari 2005, pas long weekend lagi.
Yang tidak kalah pentingnya, setelah mendapatkan isyarat ghaib, maka Sri Sultan turun langsung untuk memperingatkan segenap kawulo Ngayogyakarto Hadiningrat untuk mewaspadai ancaman badai tersebut. Masyarakat langsung waspada + siaga 1, sebab Sri Sultan masih banyak dipercaya kalau berkata tentu tak sembarangan, istilahnya Sabdo Pandito Ratu. Apalagi pihak Badan Meteorologi Bandara Adisucipto juga memberikan peringatan serupa tentang ancaman si Harves tadi. Jadi dasarnya nggak cuma wangsit tok, juga ada argumentasi ilmiahnya. Wah....
Sebagai seorang pemimpin, tentu saja Sri Sultan tidak hanya memberikan peringatan saja, tapi kabarnya juga memberikan solusi agar kawulo-nya terhindar dari musibah badai. Nah, ini nih yang menarik. Kepada masyarakat Yogyakarta, Ngarsa Dalem memerintahkan untuk membuat Sayur Lodeh sebagai sarana tolak bala terhadap musibah yang akan terjadi. Pilihan terhadap Lodeh pun ada latar belakangnya. Dahulu kala, konon, ketika Yogyakarta dilanda pagebluk, masyarakat beramai-ramai memasak sayur itu lantas memakannya. Alhasil, banyak yang selamat dari prahara. Sejak itulah, sayur lodeh tolak bala selalu menjadi konsumsi favorit
setiap bakal terjadi sesuatu atau tiap kali ada musibah.


Hosted by Photobucket.com
Ket: Sayur Lodeh siap saji.

Hmmm...sudah berapa tahun yah nggak makan Sayur Lodeh? Wah, kayaknya sudah hampir setahun lebih nih....Lha di Jakarta mau nyari di mana? Yah, mungkin harus blusukan masukkampung-kampung dulu. Kalo makan sayur asem seh masih sering di Jakarta. Warteg banyak yang jual. Lagi pula kalo sayur lodeh sudah mulai terlupakan jhe.... ;D
Kalo pake pengelompokkan, paling tidak ada 12 jenis sayur yang bisa diolah menjadi lodeh tersebut. Antara lain: kluwih, waluh kenthi (waluh kuning), kacang panjang, nangka, kol, daun melinjo, terong ungu, kulit melinjo, tempe gembus, pepaya, lembayung, dan labu siam. Dulu sih makannya suka pake tambahan kerupuk putih ato telor ceplok. Ada juga yang dicampur dengan petai biar terasa lebih sedddaaaap...
Trus, berkaitan dengan ancaman badai tadi ada lagi syarat khusus yang harus di penuhi. Sayur lodeh ini harus dibikin dalam 7 warna (untuk warga di Kabupaten Gunung Kidul) atau 3 warna untuk Kabupaten Bantul. Untuk sayur lodeh dengan 3 warna menggunakan bahan yaitu kluwih, jipang dan terong biru. Sedangkan bagi warga yang berada di Gunung Kidul sayur lodeh dibuat dalam 7 warna yakni: kluwih, daun melinjo, kulit melinjo, biji melinjo, jipang, kecambah dan terong biru. Keren khan???
Terus, prakteknya gimana kalo lodehnya udah jadi? Nah, setelah siap, sayur lodeh tersebut sebagian diletakkan di depan pintu, dan sebagian lagi dikonsumsi oleh seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga diharuskan mengonsumsi sayur tersebut, meskipun hanya satu sendok. Mudah to, Mbak?
Sampun? Namung meniko kemawon? Tidak kawan! Selain sayur lodeh, masyarakat juga bisa melakukan ritual dengan melempar kedelai hitam ke atas genteng rumah masing-masing pada
malam hari. Kenapa malam? Lha kalo siang malah si ayam nanti yang petok-petok minta kedelai’e...hehehe....
Aktivitas tambahan selain nglodeh juga bisa dengan menggantungkan sebutir bawang merah diatas pintu, atau memasang sapu lidi yang ditancapi bawang merah, cabai merah dan bahan rempah tertentu. Sapu lidi tersebut dipasang terbalik dengan lidi di bagian atas, dan diletakkan di balik pintu masuk rumah bagian dalam.
Nah, kemudian apa yang terjadi? Alhamdulillah, badai tropis itu akhirnya tidak jadi lewat pantai selatan Pulau Jawa, tapi ternyata berbelok ke arah timur menjauhi wilayah Indonesia.
Karena urung terjadi, apa yang kemudian dilakukan Sri Sultan? Hal ini lah yang mungkin patut dicontoh oleh para pemimpin kita, MEMINTA MAAF kepada masyarakat. Terutama masyarakat nelayan pantai selatan, yang secara langsung terganggu aktivitasnya akibat ancaman bencana badai tersebut. Jadi Sri Sultan, yang juga Gubernur DIY itu, melalui Pemprov DIY bermaksud melindungi masyarakat dengan memberikan peringatan dini akan kemungkinan bencana. Itu diberikan sebagai upaya antisipasi untuk meminimalkan korban. Karena dilakukan dengan tulus, para nelayan pun merasa tidak terganggu dan justru mengucapkan rasa terima kasih kepada Ngarsa Dalem. Indah bukan?
Setelah hari-hari mencemaskan itu lewat, apa yang kemudian terpikirkan. Istilah kerennya, hikmah apa yang bisa kita ambil dari peristiwa itu? Mmmmm...yang pasti jadi pengen makan
pake sayur lodeh lagi! :D Dengan lodeh, makanan rakyat yang lumayan murah meriah, kita diingatkan kembali untuk menjalani pola hidup sederhana. Semelimpah-limpah ruahnya harta kita, kita diingatkan kembali, bahwa sejatinya kita berasal dari sesuatu yang sangat "sederhana"”. Soal leadership juga ada. Rakyat selain butuh pemimpin, juga butuh seorang junjungan yang bisa diikuti tindak-tanduknya.
Btw, ada yang tertarik bikin sayur Lodeh? Coba aja neh resepnyah, resep standard-nya:
1. Bumbunya ketumbar (1 sendok makan),
2. Bawang merah (10), bawang putih (6) diuleg sama garam.
3. Dimasak sama santan, daun serai (2 batang), lengkuas (2 jari), jahe (2 jari), daun salam, lombok merah (2), lombok hijau (3 lomboknya dipotong besar).
4. Sayurnya terserah, bisa rebung (yang telah direbus berkali-kali, setiap kali airnya dibuang hingga tidak lagi pahit), kentang, wortel, kacang panjang, manisah, terong.

Ok??? Selamat mencoba! (^.^)


Kawulo alit,

Jakarta,
15 Februari 2005

0 comments: