Penugasan
Salah satu aktivitas yang bisa menjadi penyegaran dalam diri kita, di sela-sela rutinitas kerja seminggu, adalah melakukan perjalanan ke luar kota. Setuju?
Weekend kemarin, akhirnya terkabul juga salah satu keinginanku: bisa pergi ke Bandung (lagi)! Lebih tepatnya seh ada tugas kantor, perjalanan dinas! Bareng ama Mas Yayan. Ceritanya kita mau jadi pengisi acara di kampus Universitas Maranatha Bandung. Kita mau kasih materi tentang “Workshop Komik Foto Digital”.
Rencana berangkat dari Jakarta hari Rabu, acaranya di Bandung hari Kamis, Jumat pagi sudah balik ke Jakarta. Asyik juga bisa pergi pas hari kerja…hehehe…
Rabu: 20 April 2005
Berangkat dari kantor sekitar jam 11.00 , teng! Cukup bawa satu backpack, jaket ples topi. Mas Yayan? Sama aja, cukup bawa satu backpack. Cuma isinya backpack Mas Yayan lebih bergizi, ada laptopnya! Hehehe….
Kita menuju Gambir pake Taksi Blue Bird. Memang oke tuh taksi, selalu bisa bikin kita tidur nyenyak selama perjalanan. Tidak perlu merasa was-was. Paling-paling, kita cuma dibangunin aja…”Mas…Mas…sudah sampai, Mas”….;p
Ada yang aneh selama perjalanan menuju Gambir. Jalanan ibukota terasa lebih sepi, terlihat longgar. Jadi aneh aja, nggak seperti biasanya.
Usut punya usut, ternyata memang berkaitan ama pengaturan lalu lintas buat hajatannya negara, Konferensi Asia-Afrika. Acaranya memang di Bandung, tapi tempat nginep tamu ama sidang-sidang diadainnya di Jakarta.
Keroncong Ps Gambir & Stambul Anak Jampang
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, sampailah kita di Stasiun Gambir. Mmmm…masih satu setengah jam lagi. Jadwal kereta ke Bandung jam 13.35 WIB. Seperti biasa, sambil menunggu kereta tiba, waktu kita habiskan sambil ngopi, lunch, ngobrol, dan merokok.
Gambir hampir tidak ada yang berubah selama 4 tahun ini. Hanya ada sedikit perubahan, misalnya, letak dari Mushola yg lebih manusiawi di sisi utara Stasiun Gambir. Taksi-taksi yang tidak se-semrawut dulu lagi. Parkir yang lebih tertata dan terlokalisir. Lumayan lah untuk sekedar dilihat.
Ketika duduk menunggu kereta dari Bandung tiba, ada suasana yg begitu dekat terbentuk kembali. Lantai stasiun yang bergetar ketika ada kereta yang melintas, bunyi klakson kereta (apa sih istilahnya buat klakson kereta?), suara petugas bagian informasi dengan nada dan warna suara yang tidak berubah selama bertahun-tahun itu, orang-orang yang bersliweran menuju kereta yang dituju, bapak-bapak porter berseragam yang harus berlari-lari kecil untuk sesegera mungkin menyelesaikan tugasnya, dan tidak lupa mas-mas calo yang masih saja berkeliaran mencari calon penumpang. Ah, sudah berapa lama yah tidak mengalami hal-hal seperti itu? Hmmm…semua melintas ditemani oleh kepulan asap rokok mild dan seduhan kopi hangat. Slrrrruuuppp…..Ahhhhh…..
Tepat pukul 13.25, kereta api eksekutif Argo Gede dari Bandung tiba di stasiun Gambir. Lumayan neh, biasanya cuma naek Parahiyangan kalo ke Bandung, bisnis lagi…hehehe…
Sambil menunggu penumpang yang turun dari kereta habis, aku dan Mas Yayan duduk-duduk di bagian peron atas, tepat membelakangi taman Monas. Wah, kok jadi agak tegang yah? Ga tau kenapa. Mungkin terlalu exciting aja kali yah mo pergi ke Bandung. ;D
Setelah agak sepi, kita mulai masuk ke gerbong. Kita dapat di gerbong 1, lumayan, deket ama restorasi..;p….Tapi, lha kok? Kursinya masih belum dibalik. Jadi masih menghadap ke arah Jakarta, belom ke arah Bandung. Ya udah, mulai deh acara memutar-mutar kursi. Untung dulu pernah liat pak kondektur muterin kursi kereta eksekutif, jadi, kepake deh di sini. N then, itu juga berlaku ketika ada mojang cakep, parasnya agak2 kayak Audy gituh, mo duduk, tapi ga bisa muterin tuh kursi. Ya udah, dengan kesigapan layaknya marinir, aku bantu puterin aja. Trus, senyum pun terukir di bibirnya yang….ehm!…hehehehe…dikasih senyum aja udah seneng. Dasar yooo…
Menuju Bandung
Tepat pukul 13.45 (telat 10 menit, lumayan lah buat sarana transportasi di Indonesia), sang Argo Gede pun berangkat meninggalkan Gambir menuju kota Bandung. Sambil memeluk bantal kecil, fantasiku pun melayang-layang memikirkan apa saja yang akan kulakukan nanti di Bandung. Dua hari lalu aku sudah mengirim sms. Ingin aku membuat janji bertemu dengan teman lamaku di Bandung. Bukan sekedar teman, sobat tepatnya. Dan itu belum dijawab, berarti pertemuan itu masih bisa gagal terwujud.
Setelah sekitar satu jam lebih aku habiskan waktu dengan mengobrol ngalor-ngidul ma Mas Yayan, ingin rasanya kupejam mataku. Sekedar untuk menghimpun energi agar nanti tiba di Bandung badanku bisa lebih segar. Tapi, pemandangan yang terhampar di luar, membuat mata ini susah untuk terpejam. Sialan.
Bukit-bukit hijau yang terhampar, hamparan sawah yang juga menghijau, sungai-sungai dengan tebingnya yang terjal, tepat dibawah jembatan yang dilalui kereta ini. Kulempar pandangan ke kanan dan ke kiri, sama saja. Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh orang Belanda pada jaman dahulu, bahwa Tuhan menciptakan bumi Parahiyangan sambil tersenyum. Sehingga indah hasilnya. Mmmmm….
Entah mengapa, tayangan di TV kereta (istilah mereka “Show on Rail”) tidak begitu kuperhatikan, dan tidak kuharapkan tepatnya. Lha piye, tiap melihat adegan di tv yang lagi seru-serunya, tiba-tiba saja setiap ada getaran sedikit, layar tv pun berubah menjadi biru. Total. Rata. Weleh-weleh…Jadi kagol, Mas…
Untungnya, aku duduk bersebelahan, diseberangnya tepatnya, dengan seorang wanita. Orangnya tinggi banget (untuk ukuran cewek). Melihat aura mistisnya sih dia seorang WNA. Seseorang yang berbau mandarin tepatnya. Selama perjalanan menuju Bandung, sudah lebih dari 10 kali dia menerima telpon via hp-nya.
Uniknya, dengan lawan bicaranya, dia berbicara dengan berbagai bahasa. Mulai dari bahasa mandarin, bahasa Inggris, sampai bahasa Indonesia yang desah-desah patah. Menarik aja. Kuping ini serasa kemasukan ulat daun. Geli mendengarnya. Tapi, lumayan untuk mengusir rasa bosan dan pegal-pegal yang mulai menyerang. Beda dengan teman di sampingnya. Yang langsung terlelap begitu kereta meninggalkan stasiun Jatinegara. Kok bisa yah?
Tiba di Bandung
Setelah diselingi dengan berbalas sms dengan sobat lamaku, tidak terasa kereta sudah mendekati stasiun Bandung. Mendung menggelayut memayungi kota Bandung. Adem.
Wah, mentang-mentang mau KAA, stasiun terlihat lebih cantik. Secantik mojang yang sedang memadu kasih di peron stasiun kereta sore itu. Sempeeeeeet aja. ;D . Banyak hiasan dengan bermacam pernik. Mulai dari untaian bunga, tulisan Welcome to Bandung, tanaman hias, sampai dengan kibaran bendera dari negara peserta KAA. Layaknya mau diadain karnaval.
Tapi, satu yang belum berubah ketika melongok ke halaman luar atau parkir stasiun, semrawut! Karena lokasi untuk menurunkan penumpang yang datang dan keluar stasiun masih jadi satu. Satu pintu. Tahu begini kok ya didiemin terus yah bertahun-tahun? Heran. Benci aku!
Untunglah, cuaca yang adem dan bersliwerannya mahluk-mahluk Tuhan yang manis dan geulis, ikut mendinginkan hati dan membuat pikiran lebih ngeres…eh, ora ding, lebih fresh. ;p
Setelah sempat disebut-sebut nama kita oleh petugas informasi stasiun yang tidak kita sadari-ini kita ketahui setelah kita bertemu dengan bapak penjemput dari pihak hotel. ;D-kita bersiap menuju mobil jemputan untuk meluncur menuju Hotel Topas.
Hotelnya
Hotel yang berada di daerah Terusan Pasteur itu dari luar terlihat biasa saja, bahkan seperti sebuah guest house. Tapi begitu kaki menginjakkan lobi sampai ke kamar hotel, suasananya ya biasa-biasa saja….hehehe….gak ding, suasana eksotik yang tergambar. Sepintas kaya bangunan Bali gitu lah.
Ahh…kamar hotel dengan segala fasilitasnya. Mengingatkan kembali ketika diri ini masih berkecimpung di dunia event organizer. Berkegiatan dari hotel satu ke hotel lainnya. Dari satu kota ke kota lainnya.
Yo wis, setelah menyegarkan badan dengan air hangat, kita akhirnya putuskan untuk makan malam di hotel saja. Karena malam itu rencananya teman-temannya SMA Mas Yayan mau main ke hotel. Reuni kecil-kecilan katanya. Dulu Mas Yayan bersekolah di SMA 10 Bandung. Wah, jadi membayangkan, mungkin ini bisa menjadi sedikit gambaran tentang diriku juga, yang mungkin 20 tahun lagi akan bertemu dengan teman SMA-ku lagi…hihihi….
Sambil menunggu, kita putuskan untuk memesan makan malam. Dengan udara dinginnya Bandung, akhirnya aku putuskan untuk memesan tongseng kambing, biar badan hangat. Wah, ternyata rasa tonsengnya kurang njawani, kurang sreg aja. Tapi karena lapar, ya sikat aja, bleh! ;p
Setelah satu jam berlalu, akhirnya teman SMA-nya Mas Yayan berdatangan. Ada dua orang, yang satu bernama Bang Alvis, dan yang satunya Kang Entang (sunda banged yoh?).
Ya udah, jadilah reuni menjadi ajang kangen-kangenan yang heboh. Banyak cerita masa SMA yang kembali terbuka kisahnya. Banyak kejadian lucu di sana, itu karena mereka terus-terusan tertawa. Karena aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Maklum, di sana aku minoritas, aku tidak paham dengan bahasa Sunda yang digunakan. Bawaannya kalo ada yang tersenyum, ikut saja tersenyum. Biar terlihat akrab dan berempati. ;p
Tak berapa lama, datanglah seorang lagi teman SMA Mas Yayan yang lain, yaitu Kang Asep (iki juga sunda banged), yang datang dengan kumis tebalnyah. Karena Kang Asep bekerja di Dinas Pariwisata Bandung, yang ikut sibuk juga dengan kegiatan KAA, tidak heran kalau dia datang masih mengenakan celana coklat PNS-nya. Khas.
Semalam (jalan-jalan) di bumi Parahiyangan
Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya kita putuskan untuk mencari tempat makan sekaligus tempat nongkrong di luar hotel. Sekalian cuci mata melihat suasana kota Bandung di malam hari.
Setelah keluar beberapa alternatif, akhirnya tujuan kita arahkan ke Rumah Makan Ampera di Kebon Kelapa. Suasana cukup sepi di sana. Maklum, sudah jam 23.30.
Banyak jenis lauk pauk yang ditawarkan. Semua khas masakan sunda. Apalagi dengan sambel trasinya. Wah, mak lher!
Obrolan di sini cukup seru juga. Karena teman-teman Mas Yayan cukup lama tinggal di kota Bandung, maka obrolan pun beralih tentang kondisi kota Bandung dengan segala permasalahannya.
Setelah cukup kenyang, akhirnya kita putuskan untuk pulang. Tapi berhubung masih dalam suasana reuni dan kangen-kangenan, maka kita sedikit berputar-putar dahulu sebelum menuju hotel. Semacam napak tilas lah bagi bapak-bapak itu. ;-)
Salah satu kawasan yang membuatku tercengang adalah kawasan Braga. Selain dengan gedung-gedung tuanya, ternyata di Braga saat ini penuh dengan diskotek, pub atau pun sekedar kafe. Semua terlihat gegap gempita diiringi dengan musik yang menghentak-hentak. Suasana yang dahulu ketika ke Bandung belum kutemui. Atau belum tahu aja yah???? ;p
Setelah tiba kembali di hotel, Mas Yayan kembali janjian mau ketemuan lagi dengan sohib-sohibnya itu kesesokan harinya. Maklum, besok itu malam libur, jadi kesempatan untuk bertemu masih ada.
Trus, aku? Ternyata gagal untuk reunian dengan teman SMA-ku. Dia akan mudik besok sore. Tidak apa-apa. Karena aku besok juga sudah membuat janji dengan temanku yang lainya. ;D
Bersambung…
Salah satu aktivitas yang bisa menjadi penyegaran dalam diri kita, di sela-sela rutinitas kerja seminggu, adalah melakukan perjalanan ke luar kota. Setuju?
Weekend kemarin, akhirnya terkabul juga salah satu keinginanku: bisa pergi ke Bandung (lagi)! Lebih tepatnya seh ada tugas kantor, perjalanan dinas! Bareng ama Mas Yayan. Ceritanya kita mau jadi pengisi acara di kampus Universitas Maranatha Bandung. Kita mau kasih materi tentang “Workshop Komik Foto Digital”.
Rencana berangkat dari Jakarta hari Rabu, acaranya di Bandung hari Kamis, Jumat pagi sudah balik ke Jakarta. Asyik juga bisa pergi pas hari kerja…hehehe…
Rabu: 20 April 2005
Berangkat dari kantor sekitar jam 11.00 , teng! Cukup bawa satu backpack, jaket ples topi. Mas Yayan? Sama aja, cukup bawa satu backpack. Cuma isinya backpack Mas Yayan lebih bergizi, ada laptopnya! Hehehe….
Kita menuju Gambir pake Taksi Blue Bird. Memang oke tuh taksi, selalu bisa bikin kita tidur nyenyak selama perjalanan. Tidak perlu merasa was-was. Paling-paling, kita cuma dibangunin aja…”Mas…Mas…sudah sampai, Mas”….;p
Ada yang aneh selama perjalanan menuju Gambir. Jalanan ibukota terasa lebih sepi, terlihat longgar. Jadi aneh aja, nggak seperti biasanya.
Usut punya usut, ternyata memang berkaitan ama pengaturan lalu lintas buat hajatannya negara, Konferensi Asia-Afrika. Acaranya memang di Bandung, tapi tempat nginep tamu ama sidang-sidang diadainnya di Jakarta.
Keroncong Ps Gambir & Stambul Anak Jampang
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, sampailah kita di Stasiun Gambir. Mmmm…masih satu setengah jam lagi. Jadwal kereta ke Bandung jam 13.35 WIB. Seperti biasa, sambil menunggu kereta tiba, waktu kita habiskan sambil ngopi, lunch, ngobrol, dan merokok.
Gambir hampir tidak ada yang berubah selama 4 tahun ini. Hanya ada sedikit perubahan, misalnya, letak dari Mushola yg lebih manusiawi di sisi utara Stasiun Gambir. Taksi-taksi yang tidak se-semrawut dulu lagi. Parkir yang lebih tertata dan terlokalisir. Lumayan lah untuk sekedar dilihat.
Ketika duduk menunggu kereta dari Bandung tiba, ada suasana yg begitu dekat terbentuk kembali. Lantai stasiun yang bergetar ketika ada kereta yang melintas, bunyi klakson kereta (apa sih istilahnya buat klakson kereta?), suara petugas bagian informasi dengan nada dan warna suara yang tidak berubah selama bertahun-tahun itu, orang-orang yang bersliweran menuju kereta yang dituju, bapak-bapak porter berseragam yang harus berlari-lari kecil untuk sesegera mungkin menyelesaikan tugasnya, dan tidak lupa mas-mas calo yang masih saja berkeliaran mencari calon penumpang. Ah, sudah berapa lama yah tidak mengalami hal-hal seperti itu? Hmmm…semua melintas ditemani oleh kepulan asap rokok mild dan seduhan kopi hangat. Slrrrruuuppp…..Ahhhhh…..
Tepat pukul 13.25, kereta api eksekutif Argo Gede dari Bandung tiba di stasiun Gambir. Lumayan neh, biasanya cuma naek Parahiyangan kalo ke Bandung, bisnis lagi…hehehe…
Sambil menunggu penumpang yang turun dari kereta habis, aku dan Mas Yayan duduk-duduk di bagian peron atas, tepat membelakangi taman Monas. Wah, kok jadi agak tegang yah? Ga tau kenapa. Mungkin terlalu exciting aja kali yah mo pergi ke Bandung. ;D
Setelah agak sepi, kita mulai masuk ke gerbong. Kita dapat di gerbong 1, lumayan, deket ama restorasi..;p….Tapi, lha kok? Kursinya masih belum dibalik. Jadi masih menghadap ke arah Jakarta, belom ke arah Bandung. Ya udah, mulai deh acara memutar-mutar kursi. Untung dulu pernah liat pak kondektur muterin kursi kereta eksekutif, jadi, kepake deh di sini. N then, itu juga berlaku ketika ada mojang cakep, parasnya agak2 kayak Audy gituh, mo duduk, tapi ga bisa muterin tuh kursi. Ya udah, dengan kesigapan layaknya marinir, aku bantu puterin aja. Trus, senyum pun terukir di bibirnya yang….ehm!…hehehehe…dikasih senyum aja udah seneng. Dasar yooo…
Menuju Bandung
Tepat pukul 13.45 (telat 10 menit, lumayan lah buat sarana transportasi di Indonesia), sang Argo Gede pun berangkat meninggalkan Gambir menuju kota Bandung. Sambil memeluk bantal kecil, fantasiku pun melayang-layang memikirkan apa saja yang akan kulakukan nanti di Bandung. Dua hari lalu aku sudah mengirim sms. Ingin aku membuat janji bertemu dengan teman lamaku di Bandung. Bukan sekedar teman, sobat tepatnya. Dan itu belum dijawab, berarti pertemuan itu masih bisa gagal terwujud.
Setelah sekitar satu jam lebih aku habiskan waktu dengan mengobrol ngalor-ngidul ma Mas Yayan, ingin rasanya kupejam mataku. Sekedar untuk menghimpun energi agar nanti tiba di Bandung badanku bisa lebih segar. Tapi, pemandangan yang terhampar di luar, membuat mata ini susah untuk terpejam. Sialan.
Bukit-bukit hijau yang terhampar, hamparan sawah yang juga menghijau, sungai-sungai dengan tebingnya yang terjal, tepat dibawah jembatan yang dilalui kereta ini. Kulempar pandangan ke kanan dan ke kiri, sama saja. Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh orang Belanda pada jaman dahulu, bahwa Tuhan menciptakan bumi Parahiyangan sambil tersenyum. Sehingga indah hasilnya. Mmmmm….
Entah mengapa, tayangan di TV kereta (istilah mereka “Show on Rail”) tidak begitu kuperhatikan, dan tidak kuharapkan tepatnya. Lha piye, tiap melihat adegan di tv yang lagi seru-serunya, tiba-tiba saja setiap ada getaran sedikit, layar tv pun berubah menjadi biru. Total. Rata. Weleh-weleh…Jadi kagol, Mas…
Untungnya, aku duduk bersebelahan, diseberangnya tepatnya, dengan seorang wanita. Orangnya tinggi banget (untuk ukuran cewek). Melihat aura mistisnya sih dia seorang WNA. Seseorang yang berbau mandarin tepatnya. Selama perjalanan menuju Bandung, sudah lebih dari 10 kali dia menerima telpon via hp-nya.
Uniknya, dengan lawan bicaranya, dia berbicara dengan berbagai bahasa. Mulai dari bahasa mandarin, bahasa Inggris, sampai bahasa Indonesia yang desah-desah patah. Menarik aja. Kuping ini serasa kemasukan ulat daun. Geli mendengarnya. Tapi, lumayan untuk mengusir rasa bosan dan pegal-pegal yang mulai menyerang. Beda dengan teman di sampingnya. Yang langsung terlelap begitu kereta meninggalkan stasiun Jatinegara. Kok bisa yah?
Tiba di Bandung
Setelah diselingi dengan berbalas sms dengan sobat lamaku, tidak terasa kereta sudah mendekati stasiun Bandung. Mendung menggelayut memayungi kota Bandung. Adem.
Wah, mentang-mentang mau KAA, stasiun terlihat lebih cantik. Secantik mojang yang sedang memadu kasih di peron stasiun kereta sore itu. Sempeeeeeet aja. ;D . Banyak hiasan dengan bermacam pernik. Mulai dari untaian bunga, tulisan Welcome to Bandung, tanaman hias, sampai dengan kibaran bendera dari negara peserta KAA. Layaknya mau diadain karnaval.
Tapi, satu yang belum berubah ketika melongok ke halaman luar atau parkir stasiun, semrawut! Karena lokasi untuk menurunkan penumpang yang datang dan keluar stasiun masih jadi satu. Satu pintu. Tahu begini kok ya didiemin terus yah bertahun-tahun? Heran. Benci aku!
Untunglah, cuaca yang adem dan bersliwerannya mahluk-mahluk Tuhan yang manis dan geulis, ikut mendinginkan hati dan membuat pikiran lebih ngeres…eh, ora ding, lebih fresh. ;p
Setelah sempat disebut-sebut nama kita oleh petugas informasi stasiun yang tidak kita sadari-ini kita ketahui setelah kita bertemu dengan bapak penjemput dari pihak hotel. ;D-kita bersiap menuju mobil jemputan untuk meluncur menuju Hotel Topas.
Hotelnya
Hotel yang berada di daerah Terusan Pasteur itu dari luar terlihat biasa saja, bahkan seperti sebuah guest house. Tapi begitu kaki menginjakkan lobi sampai ke kamar hotel, suasananya ya biasa-biasa saja….hehehe….gak ding, suasana eksotik yang tergambar. Sepintas kaya bangunan Bali gitu lah.
Ahh…kamar hotel dengan segala fasilitasnya. Mengingatkan kembali ketika diri ini masih berkecimpung di dunia event organizer. Berkegiatan dari hotel satu ke hotel lainnya. Dari satu kota ke kota lainnya.
Yo wis, setelah menyegarkan badan dengan air hangat, kita akhirnya putuskan untuk makan malam di hotel saja. Karena malam itu rencananya teman-temannya SMA Mas Yayan mau main ke hotel. Reuni kecil-kecilan katanya. Dulu Mas Yayan bersekolah di SMA 10 Bandung. Wah, jadi membayangkan, mungkin ini bisa menjadi sedikit gambaran tentang diriku juga, yang mungkin 20 tahun lagi akan bertemu dengan teman SMA-ku lagi…hihihi….
Sambil menunggu, kita putuskan untuk memesan makan malam. Dengan udara dinginnya Bandung, akhirnya aku putuskan untuk memesan tongseng kambing, biar badan hangat. Wah, ternyata rasa tonsengnya kurang njawani, kurang sreg aja. Tapi karena lapar, ya sikat aja, bleh! ;p
Setelah satu jam berlalu, akhirnya teman SMA-nya Mas Yayan berdatangan. Ada dua orang, yang satu bernama Bang Alvis, dan yang satunya Kang Entang (sunda banged yoh?).
Ya udah, jadilah reuni menjadi ajang kangen-kangenan yang heboh. Banyak cerita masa SMA yang kembali terbuka kisahnya. Banyak kejadian lucu di sana, itu karena mereka terus-terusan tertawa. Karena aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Maklum, di sana aku minoritas, aku tidak paham dengan bahasa Sunda yang digunakan. Bawaannya kalo ada yang tersenyum, ikut saja tersenyum. Biar terlihat akrab dan berempati. ;p
Tak berapa lama, datanglah seorang lagi teman SMA Mas Yayan yang lain, yaitu Kang Asep (iki juga sunda banged), yang datang dengan kumis tebalnyah. Karena Kang Asep bekerja di Dinas Pariwisata Bandung, yang ikut sibuk juga dengan kegiatan KAA, tidak heran kalau dia datang masih mengenakan celana coklat PNS-nya. Khas.
Semalam (jalan-jalan) di bumi Parahiyangan
Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya kita putuskan untuk mencari tempat makan sekaligus tempat nongkrong di luar hotel. Sekalian cuci mata melihat suasana kota Bandung di malam hari.
Setelah keluar beberapa alternatif, akhirnya tujuan kita arahkan ke Rumah Makan Ampera di Kebon Kelapa. Suasana cukup sepi di sana. Maklum, sudah jam 23.30.
Banyak jenis lauk pauk yang ditawarkan. Semua khas masakan sunda. Apalagi dengan sambel trasinya. Wah, mak lher!
Obrolan di sini cukup seru juga. Karena teman-teman Mas Yayan cukup lama tinggal di kota Bandung, maka obrolan pun beralih tentang kondisi kota Bandung dengan segala permasalahannya.
Setelah cukup kenyang, akhirnya kita putuskan untuk pulang. Tapi berhubung masih dalam suasana reuni dan kangen-kangenan, maka kita sedikit berputar-putar dahulu sebelum menuju hotel. Semacam napak tilas lah bagi bapak-bapak itu. ;-)
Salah satu kawasan yang membuatku tercengang adalah kawasan Braga. Selain dengan gedung-gedung tuanya, ternyata di Braga saat ini penuh dengan diskotek, pub atau pun sekedar kafe. Semua terlihat gegap gempita diiringi dengan musik yang menghentak-hentak. Suasana yang dahulu ketika ke Bandung belum kutemui. Atau belum tahu aja yah???? ;p
Setelah tiba kembali di hotel, Mas Yayan kembali janjian mau ketemuan lagi dengan sohib-sohibnya itu kesesokan harinya. Maklum, besok itu malam libur, jadi kesempatan untuk bertemu masih ada.
Trus, aku? Ternyata gagal untuk reunian dengan teman SMA-ku. Dia akan mudik besok sore. Tidak apa-apa. Karena aku besok juga sudah membuat janji dengan temanku yang lainya. ;D
Bersambung…
Lho? Lho?Kok udah selesai?...Trus, itu maksudnya pakai judul Cipularang itu apa dong? Kok ga dibahas di sini???
Lha? Emang harus dibahas? Khan, terserah aku dong mau mbahas ato nggaknya…Kok sampeyan yang repot….
Lho, bukan begitu maksudnya. Khan harus dihargai dong keingintahuan pembaca. Biar tidak bingung geto loh, Mas...
Ya wis, soal Cipularang itu nanti aku bahas wes, beres, tenang wae….tapi nanti yah?
Nah, kalo gitu khan enak, Mas. Tidak menimbulkan pertanyaan di benak pembaca.