Senin, Januari 15, 2007

Rasanya...

Bila kita akan merasakan sesuatu yang baru, biasanya apa yang kita rasakan? Kita merasa deg-degan, to? Hehehehe.... Begini ceritanya.

Suatu malam ada sms masuk dari Masku. Tertulis:

Wan, kowe duwe konco gol darah O ra? *

Lha, aku sendiri O. Ya sudah, langsung tak jawab:

Aku kie yo O kok, Mas...ono opo? **

Langsung dibalas:

Eyang butuh darah, bisa donor, kan?

Donor darah=sedot darah. Wuaduh!!! Gak kebayang! Belum apa-apa kepala udah nyut-nyutan! Pikiran-pikiran buruk langsung berhamburan di kepala!

Maklum, belum pernah jadi donor sama sekali. Dan kebetulan termasuk orang yang jarang periksa ke rumah sakit. Jadi ya agak parno gitu mendengar kata donor. :)

Tapi, kalau belum pernah mencoba, kok sudah pikiran macam-macam. Gak asyik dong! Apalagi ini demi sebuah misi kemanusian. Perlu dicoba!

Ya sudah. Jumat, 12 Januari 2007. Menjelang siang yang terik, khas kota Jakarta, melintaslah sebuah motor hitam yang sehitam kumbang, melintasi rute Ciganjur-Kramat Raya menuju Kantor PMI DKI Jakarta. Dengan lampu depan hidup tentu saja. Pengendara yang taat! :-p

Yap! Cukup 45 menit untuk sampai di kantor PMI yang seumur-umur di Jakarta baru ngeh kalo ada di Jalan Kramat!

Sambutan yang hangat dari mbak cantik di front office cukup mengurangi rasa nervous. ”Langsung ke bagian donor di sebelah kanan, Mas,” begitu katanya ramah. Nyesss! Langsung deh melangkah mantap ke bagian donor.

”Mbak, saya mau donor.”
”Untuk siapa, Mas.”
“Eyang saya.”
“Sudah bawa surat keterangan, Mas?”
“Surat keterangan?”
“Surat keterangan dari rumah sakit. Bahwa Mas donor dari Eyangnya Mas.”
“Hah? Wah, belum ada, Mbak. Saya tidak tahu.”
“Kalau tidak ada surat keterangan tidak bisa donor, Mas.”
”....”

Walah! Mau nyumbang darah secara sukarela aja kok harus pake surat-surat segala, lho! Langsung deh ngumpat-ngumpat sendiri. Dan pikiran buruk tentang birokrasi di Indonesia muncul kembali. Begitu saja. Klise.

Kalo soal apakah layak atau tidak menjadi donor, di kantor itu pasti ada dokternya, kan? Apakah sehat atau tidak? Apakah terjangkit suatu penyakit atau tidak?
Kenapa harus aturan kaku yang berlaku. Kalau rumah sakitnya di RSCM Salemba, sih, masih mending. Dekat. Coba kalau yang di daerah Bekasi. Bisa pingsan duluan sebelum mendonorkan darah!

Sempat terpekur lumayan lama. Ah, sebuah perjalanan yang sia-sia, neh. Nggak lucu gitu.



Yang menarik. Di tengah kegalauan itu (ehm!), orang-orang yang hilir mudik untuk mendonorkan darahnya cukup memberikan impresi tersendiri. Mereka begitu ringan melangkah untuk mendonorkan darahnya. Ceria. Tanpa beban. Sukarela. Demi sesuatu yang berharga bagi orang lain. Mengagumkan. Aku? Belum pernah sama sekali.

Tidak ingin perjalanan menjadi sia-sia begitu saja, akhirnya aku kontak Masku untuk kondisi yang kualami ini. Maklum, masku yang menyuruh datang ke PMI, tanpa embel-embel harus bawa surat segala.

Akhirnya solusi itu datang juga. Sekitar 30 menit kemudian, Budhe datang menyusul ke PMI dengan bekal surat keterangan bahwa aku donor bagi Eyang. Lega.

Ya sudah. Prosedur menjadi donor mulai aku jalani.



Yang paling awal adalah mengisi form bahwa kita terhindar dari kondisi tubuh yang buruk. Misalnya mengidap virus HIV, habis menjalani operasi, atau pernah menderita sakit malaria. Hal-hal itulah yang bisa membatalkan kita menjadi seorang pendonor. Di dalam form ini juga tercantum data-data diri kita. Misalnya alamat tempat tinggal kita.



Kemudian kita sebaiknya menimbang berat badan kita. Hasil penimbangan ini nanti akan berguna ketika kita mengisi form dan syarat minimal berat badan bagi pendonor.

Setelah mengisi form, untuk lebih mantapnya golongan darah kita diperiksa. Setelah ujung jari tengah tangan kanan di-cubles, diketahui bahwa golongan darahku tetaplah O. :D



Tahap berikutnya adalah pemeriksaan tensi oleh dokter. Waktu itu yang memeriksa kebetulan mbak-mbak asisten dokternya. Waktu diperiksa, tangan kananku sedikit berkeringat dan agak kaku. ”Tegang, ya, Mas?” begitu komentar yang keluar ketika tahu tanganku berkeringat, sambil cengengesan tentu saja. ”Asem!” batinku.

Ketika kondisi tubuhku dinyatakan layak, kok malah tambah tegang, neh. Hmmmm....langsung deh menuju ruang donor darah. Sebuah ruang yang selama ini hanya kulihat di televisi. Untung tv di ruang itu channel yang dipilih adalah MTV. Lumayan memberikan hiburan yang menyegarkan. Apalagi kalau infotainment. Hehehehe....

”Yang mau diambil darahnya tangan kanan atau kiri, Mas?” tanya seorang perawat ramah. Hmmm...bingung juga. Kayaknya sama saja, kan? Mau kanan atau kiri. Tapi karena aku sedang naik motor, aku putuskan tangan kiri saja. Karena tangan kanan nanti mendapat tugas untuk menarik gas motor. Takut kenapa-kenapa. :)

Setelah disuruh rebah dengan santai, mulai lah tangan dioles dengan semacam cairan bius lokal. Tepat di lipatan dalam antara lengan atas dan bawah tangan kiri. Kemudian setelah melalui beberapa proses yang tidak berani aku saksikan, ternyata proses pendonoran sudah dimulai. Diawali dengan rasa ndut...nduuuttt di tangan kiri, akhirnya proses mulai lancar.

”Berapa lama prosesnya, Mas?” tanyaku ingin tahu.
”Sekitar 10 menit, Pak.”

Walah! 10 menit! Lumayan lama juga, yah. Bete juga kalau hanya sekadar berbaring saja, neh. Akhirnya tv bisa dijadikan hiburan untuk menghabiskan waktu yang 10 menit itu. Paling tidak dengan mendengarkan 2 buah video klip, proses akan selesai. Begitu pikirku. Tapi pelaksanaannya tidak begitu. Rasanya tetap lamaaaaa sekali. :p


Ada yang menarik ketika akan dilakukan penyedotan darah tersebut. Ketika tangan akan di-cubles jarum, diloes-oles dulu dengan bahan pembius yang dingin mak nyess itu. Nah, ketika dioles-oles itulah kita diajak ngobrol dengan si Mas perawat.

Awalnya aku anggap sesuatu yang mengganggu. Sudah merasa nervous, masih diajak ngobrol yang nggak penting-penting banget. Rese gitu.

Namun aku sadari, hal itu mungkin sekadar pengalih perhatian saja. Apalagi untuk aku yang baru pertama kali disedot darahnya. Setelah obrolan itu aku ikuti saja dengan santai, membuat perasaan ini menjadi lumayan rileks. Jadi, perawat itu telah melakukan semacam pendekatan interpersonal untuk membuat si pendonor menjadi lebih nyaman.

Benar kata Mas Tukul Arwana, kita harus selalu positive thinking! :-p

Akhirnya proses pendonoran selesai. Lega rasanya. Dan yang lebih lega lagi, kita disuguhi dengan makan siang yang lezat dan gratis. Plus segelas susu coklat! Yedaaaap!




Ketika berada di kantin, ada sebuah banner dengan tulisan mencolok: Kita nantikan kehadiran anda 3 bulan lagi di sini. Kita disuruh mendonorkan darah kita 3 bulan lagi ceritanya. Dan di situ tertulis juga bahwa donor darah bisa membuat tubuh kita menjadi lebih sehat lagi. Karena akan terbentuk sel-sel darah yang baru. Sebuah pemahaman yang baru kudapat.

Akhirnya semua proses donor darah darah selesai. Lega rasanya. Bisa ikut andil membantu sesama, walau dalam hal ini saudara sendiri. Paling tidak aku sudah bisa memulai. Untuk sesuatu yang baru dan aku anggap positif.

Perjalanan ke Ciganjur pun terasa lebih ringan dan santai. Walau panas terik tetap menerpa kepala ini.

Yah, seperti itu ternyata rasanya menjadi donor darah untuk yang pertama kalinya. :)

Salam!

* Wan, kamu punya teman gol darah O, tidak?
**Aku ini ya O kok, Mas...ada apa?




0 comments: