“Bayur..Bayur...,” begitu kata sopir Mikrolet M-09 menyingkat kata Kebayoran Lama. “Tabang...Tabang,” itu singkatan untuk Tanah Abang.
Saat ini, entah sudah berapa unit jumlah armada Mikrolet M-09 Jurusan Tanah Abang Kebayoran Lama. Sampai-sampai, jalan yang sempit terasa menjadi sangat sempit saking banyaknya M-09. Bahkan, di beberapa penggal jalan yang dilalui M-09, beroperasi pula M-11 jurusan Tanah Abang-Kebon Jeruk. Jalan pun menjadi penuh.
“Penumpang memang banyak, tapi mobilnya juga banyak,” komentar para sopir.
Di salah satu Mikrolet M-09 bernopol B 2135 WT, seorang bapak tua berusia 62 tahun asyik memainkan kemudi. Masih lincah, meski rambutnya memutih semua dan kulitnya keriput. “Nama saya... sebut saja 2135, seperti nomor mobil ini,” katanya, Selasa (27/12) siang, sambil terkekek.
Tiba-tiba, sang kakek menghentikan mikroletnya, nyut...Beberapa penumpang terdorong ke depan. Rupanya ada dua orang calon penumpang yang menyetop mobilnya secara mendadak. Sambil menunggu penumpang naik, sang kakek menyalakan rokok kretek yang sudah sejak tadi disimpan di antara jemarinya.
“Huk...uhuk...,“ Pak 2135 terbatuk-batuk. Buru-buru dia meneguk air minum.
“Ka1au dulu biasanya saya merokok satu bungkus, sekarang saya kurangi jadi enam batang sehari,” ujarnya.
“Hei..,” seorang sopir dan mikrolet lain meneriaki sang kakek saat mendahului.
“He orang gila,” sahut Pak 2135 dengan sama kerasnya.
Sambungnya, “Kami bercanda saja. Sama-sama satu garasi, satu bos.” Pak 2135 me lafalkan huruf “R” menjadi “L” karena rupanya tidak satu pun gigi yang masih tersisa.
“Rawa Belong...,“ katanya sambil menghentikan mikroletnya. Seorang penumpang turun dan menyodorkan Rp 1.000.
Mobil kembali melaju dengan cepat, mendahului beberapa kendaraan pribadi. Pendek kata, gayanya tidak kalah dengan sopir-sopir yang masih muda. “Saya termasuk tidak beruntung, jadinya ya begini ini. Saya sudah 14 tahun bolak-balik Kebayoran Lama-Ta nah Abang pegang mobil ini, sampai kusut he-he-he.”
Pak 2135 kembali menyedot rokok kreteknya, sementara beberapa penumpang mulai tertarik menyimak ceritanya. “Uhuk...uhuk....”
Dia melanjutkan, “Memang sepertinya lama, 14 tahun, sejak tahun 1990. Tapi, hitungannya termasuk baru. Sebelumnya, wah saya kerja macam-macam, enggak karu-karuan. Nasib saya saja memang tidak beruntung, jadinya ya seperti ini.”
Diungkapkan, saat ini jarang sekali dia mendapatkan uang Rp 50.000 sehari, tidak seperti sebelum tahun 2000. “Ya tidak tahu mengapa saya dapatnya cuma Rp 20.000 paling banyak. Mungkin karena Indonesia memang ekonominya tidak stabil, ya.”
Itulah mengapa Pak 2135 kemudian meminta jasa orang yang bisa membuat pemakaian bensin menjadi lebih irit. “Orang itu kayaknya cuma bersihin karburator saja. Tapi kok memang benar-benar irit, percaya gak, ha-ha-ha.”
Hampir sampai Pasar Kebayoran Lama, dan penumpang tinggal dua orang. Laju mikrolet mulai merayap karena macet. Maklum, jalan makin menyempit. Trotoar diserobot pedagang kaki lima. Sebagian badan jalan diambil untuk ngetem sejumlah mikrolet.
“Saya tugas dari jam 12 siang sampai 9 malam. Bensin bisa habis Rp 23.000, setoran Rp 45.000. Digabung dengan yang shift pagi, jadi Rp 82.000 sehari. Kebeneran, bos yang punya mobil memang orangnya sosial, jarang ada deh zaman gini,” kata sang kakek lagi.
Tiba di ujung jalan, dua penumpang terakhir turun. Mobil pun kosong. “Eh, saya belum cerita, ya. Anak saya satu dan sampai sekarang masih menganggur” kata pak sopir. Senyum tuanya mengembang, tulus. (IVV) – Disadur dari Kompas “Kolom 1-3”Hmmm...seorang kawan pernah berkata: dengan melihat, mendengar, dan merasakan, kita punya kesempatan untuk berintrospeksi dan bersyukur...
Betapa Allah sudah sayang kpd kita,
betapa Allah sudah limpahkan RahmatNya pada kita,
betapa Allah sudah limpahkan HidayahNya pada kita,
betapa Allah sudah limpahkan RejekiNya pada kita.
Sehingga Insya Allah dengan sadar kita dapat memahami, menyadari, dan ikhlas menyimpulkan:
Sepusing-pusingnya kita, ”mereka” lebih pusing,
serepot-repotnya kita, ”mereka” lebih repot,
sesusah-susahnya kita, ”mereka” lebih susah,
sebokek-bokeknya kita, ”mereka” lebih bokek...
0 comments:
Posting Komentar