Selasa, Agustus 23, 2005

Costumer Service

Image hosted by Photobucket.com

Ketika kita mengalami mati listrik heboh (black out) beberapa waktu lalu, tentu rasa kesal yang masih terasa hingga saat ini. Perasaan tak berkutik semakin terasa, apalagi tidak hanya kita sendiri yang merasakan, tapi hampir seluruh wilayah Jawa dan Bali.

Salah satu kegiatan yang semakin sering saya lakukan ketika layanan-layanan publik mengalami gangguan adalah mengontak perusahaan penyedia layanan tersebut. Salah satunya adalah mengajukan pertanyaan dasar: Mengapa hal itu bisa terjadi? Apa penyebabnya? Kapan kira-kira bisa diatasi problem tersebut?

Instansi-instansi yang paling sering saya kontak adalah PLN dan Telkom. Kedua institusi itu selain lumayan vital sebagai sarana kelancaran aktivitas kantor, juga yang paling sering mengalami gangguan. Huh!

Ada beberapa catatan.

Untuk PT Telkom, upaya menjelaskan problem yang terjadi melalui divisi costumer service-nya selama ini lumayan cukup berprestasi. Mereka bisa membuka sebuah percakapan dengan baik, sekaligus mampu menjawab problem yang ada, serta dengan manisnya akan menelpon balik ketika saluran yang bermasalah sudah pulih. Paling tidak dalam waktu kurang dari satu jam, problem kerusakan jaringan telepon sudah bisa diatasi. Simpatik.

Untuk PLN, bisa menjadi suatu kebetulan yang sengaja atau pun tidak, seperti yang diungkapkan oleh seorang menteri ESDM maupun pada tingkat costumer service-nya, bahwa gangguan aliran listrik bisa terjadi karena suatu sebab yang sama. Yaitu karena ada ular yang menclok di gardu/trafo listriknya. Mendengar hal tersebut, aku mungkin hanya bisa tersenyum. Selain terasa janggal, aku juga tidak sempat untuk membuktikannya. Begitulah.

Saya pernah melakukan suatu eksperimen ketika listrik yang saya gunakan tiba-tiba mati. Setelah beberapa kali tidak ditanggapi serius, saya seketika menelepon bagian costumer service tentang gangguan listrik yang terjadi. Iseng-iseng saya mengaku berasal dari suatu institusi yang bergengsi, sebut saja setingkat BUMN tingkat wahid. Wah, langsung, kurang dari 15 menit mereka sudah datang lengkap dengan teknisi dan supervisor-nya serta mobil operasional. Dan mereka hanya memancarkan mimik kecewa ketika tahu bahwa institusi yang dituju "biasa-biasa" saja. Hehehehe....diskriminatif! ^^V

Yang paling menyebalkan ketika kita berhadapan dengan costumer service adalah ketika kita mendapatkan jawaban: "Tidak tahu!" Karena kita akan berada dalam situasi yang tidak menentu. Tidak ada inisiatif untuk menghubungi kita. Kita dihadapkan pada situasi pasrah. Berat.

Dalam benak saya, divisi costumer service ada dalam lingkup kerja divisi Hubungan Masyarakat (Humas)/Public Relation (PR). Dia sudah dipersiapkan sedemikian rupa untuk berhadapan dengan costumer/consumer-nya dengan segala masalah yang akan timbul. Sehingga mereka akan selalu tampil "cantik" dan jujur. Tanpa harus membohongi publik ketika ada masalah yang harus diungkapkan.

Karena, terus terang saja kita selama ini selalu dalam posisi yang lemah dan harus menerima! Kita akan menerima apa yang disebut denda ketika kita, misalnya, terlambat melakukan kewajiban kita membayar tagihan telepon atau listrik. Tanpa bisa menuntut apap pun ketika kita mengalami kerugian seperti listrik mati secara tiba-tiba atau saluran telepon kita pet ketika kita akan menggunakannya.

Tapi syukurlah. Memang perlu sesuatu yang luar biasa untuk mengubah sesuatu, termasuk perlakuan kita sebagai seorang konsumen dari layanan publik itu. Ditambah dengan presiden yang mengalami sendiri bagaimana situasi yang kusut dan gerah ketika listrik mati, wacana kompensasi kerugian dari para konsumen akan segera kita dapatkan.

Walau masih berupa wacana, tapi tentu masih punya malu lah jika hal tersebut tidak jadi dilakukan. Kecuali kalau masih senang menggunakan topeng. Harapan tetap menjadi sesuatu yang berharga untuk menjadi sebuah kenyataan. Semoga. **

0 comments: