Sabtu, Juli 30, 2005

Lidah memang tak bertulang...

Ada kabar dari seberang.

Gambar ini adalah gambaran kecil yang berhasil kami tangkap kemarin di Hotel Radisson SAS Airport Hoofdorp Belanda. Rombongan lelaki paruh baya dengan wajah melayu, tampak segar memasuki lobby hotel, walau cuaca saat itu kurang bersahabat. Di tangan mereka, jelas terlihat tas belanja berlabel merk terkenal bak Gucci dan Bally, yang sudah menjadi pengetahuan umum, sebagai merk barang yang tidak murah. Sekilas, bapak-bapak ini terlihat seperti rombongan turis, yang sedang menikmati zomer vakantie. Siapa sangka, mereka adalah anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Nursyahbani Kartasungkana (PKB), Pataniari Siahaan (PDIP), Andi Matalata (Golkar), Yahya Zaini (Golkar), Agus Tjondro Prayitno (PDIP), Maiyasyah Johan (PDIP), Ishaq Saleh (PAN), Yusuf Fani Andim Kasim (PBR). Berdasarkan beberapa sumber, kunjungan mereka ke Perancis dan Belanda sejak tanggal 25 sampai 28 Juli 2005 adalah rangkaian tour studi banding tentang proses legislasi penyusunan rancangan undang-undang negara.

Seperti yang ditulis Kompas 13 Juli 2005, dana yang bisa dihabiskan Dewan Perwakilan Rakyat untuk perjalanan ke luar negeri jumlahnya sangat besar dalam setahun. Informasi yang diperoleh pers, dana yang tersedia di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR saja untuk sisa anggaran tahun 2005 mencapai Rp 2,5 miliar. Hhmm, pantas saja bapak-bapak ini tampak sumringah, walau sedang menjalankan ‘tugas Negara’. Sekedar gambaran, fasilitas yang diterima anggota DPR apabila ke luar negeri memang banyak. Menurut keputusan Menteri Keuangan, 3 April 1992, fasilitas anggota DPR masuk dalam kategori golongan B: Uang harian perjalanan dinas ke luar negeri untuk ke Amerika Serikat adalah sebesar 315 dollar AS (Rp 2.929.500, asumsi 1 dollar AS = Rp 9.300); Perancis 320 dollar AS (Rp 2.976.000); Korea Selatan 250 dollar AS (Rp 2.325.000); Thailand dan Australia 220 dollar AS (Rp 2.046.000). Di luar itu, DPR juga mendapatkan fasilitas pesawat kelas bisnis. Namun, umumnya anggota Dewan banyak yang menggunakan kelas ekonomi sehingga kelebihan anggaran yang disediakan bisa dibawa pulang. "Selisih kalau pindah kelas dari bisnis ke kelas ekonomi biasanya lebih dari separuh," ucap seorang anggota Dewan, seperti yang dikutip Kompas.

Bicara soal studi banding anggota DPR ke luar negeri bagai memutar kaset baru dengan lagu lama. Apalagi ditambah keadaan dalam negeri yang saat ini memprihatinkan dengan segala permasalahan BBM sampai keluarnya Inpres no. 10 tahun 2005 yang menyerukan penghematan, ditambah kontroversi kenaikan gaji anggota DPR. Surat kabar Sinar Harapan (22 Juli 2005) memberitakan bahwa dari data Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR saat ini, ketua DPR mendapatkan gaji Rp 35,17 juta per bulan. Para wakilnya mendapat Rp 29,89 juta. Sementara anggota dewan Rp 28, 37 juta. Gaji ini dinilai terlalu kecil dan diusulkan untuk ketua menjadi Rp 65,17 juta atau naik 82,5 %. Wakilnya menjadi Rp 51,39 juta, naik 71,8 %. Dan anggota dewan menjadi Rp 38,01 juta, naik 33,9 %. Ini berarti gaji bulanan ketua DPR secara keseluruhan naik 104 %, wakilnya naik 89,5 % dan anggotanya naik 82,8 %.

Mahasiswa dan pelajar Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda menyatakan sikap prihatin; bukan saja atas terselenggaranya studi banding yang sangat tidak tepat dilakukan saat ini sebagai cerminan wakil rakyat yang kehilangan sensitifitasnya atas keadaan krisis bangsa, namun atas segala kebijakan yang bertolak belakang dari usaha memperbaiki keadaan carut-marut Negara.

Ada satu catatan kecil yang rasanya perlu juga kami ungkapkan disini, yaitu kekecewaan terhadap tidak adanya kesempatan berdialog dengan bapak-bapak Baleg DPR. Saat kami membaca susunan acara mereka, ada satu sesi khusus dialog dengan komunitas masyarakat Indonesia di Belanda. Ternyata kami tidak diijinkan mengikuti sesi tersebut dengan alasan sesi itu hanyalah sesi makan malam intern dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), alias sesi siluman.

Satu situasi yang mengecewakan untuk kami, ketika lagi-lagi sikap elit mencerminkan keengganan untuk terbuka pada kami yang notabene rakyat Indonesia, pimpinan tertinggi dari Negara Indonesia yang harus diperjuangkan aspirasinya. Ketika pintu komunikasi tertutup, seolah berdialog dengan kami menjadi tidak esensial dan tidak penting lagi dibanding urgensi studi banding itu sendiri yang menurut kami malah lebih tidak efektif mengingat kemajuan teknologi. Berbagai sarana elektronik padahal bisa dimanfaatkan untuk bertukar informasi bahkan pertemuan online antar benua dengan biaya yang jauh lebih murah dan cakupan peserta yang lebih fleksibel. Perwakilan Indonesia di berbagai negara bisa pula diberdayakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Apakah ini suatu simbol bahwa virus imunitas untuk berdialog dan mendengarkan aspirasi kami sudah mulai menggejala, atau malah sudah akut?

Maka jangan salahkan rekan-rekan PPI Prancis yang memilih walk out saat acara makan malam di KBRI di Paris dengan rombongan DPR, jangan tuding mereka bersikap kekanak-kanakan dengan dalih kabur begitu saja tanpa mau mendengarkan penjelasan anggota DPR, karena mungkin sesungguhnya memang tertutup sudah pintu dialog antara kami, Perhimpunan Pelajar Indonesia di luar negeri ini sebagai salah satu elemen masyarakat Indonesia, dengan orang-orang yang konon mewakili aspirasi kami. Jangan salahkan berita yang terlihat menyudutkan, karena mungkin memang tidak ada niat dari anggota DPR atau siapapun itu untuk meluruskannya.

Dan siang ini, ketika tulisan ini kami rampungkan sebagai sikap kami, mungkin para anggota DPR tersebut sedang duduk dengan nyaman di kursi pesawat kelas bisnis, tersenyum sambil menikmati segelas kopi manis, ditemani sejumlah tas belanja oleh-oleh untuk kerabat dan keluarga, dengan sumbatan earphone di telinga untuk mendengar lagu-lagu indah di pesawat, yang tak seindah suara kami disini.

Selamat Jalan Bapak-bapak…

Leiden, 28 Juli 2005
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda

***
Untuk foto-fotonya, silakan klik saja di sini. Di bagian News, "Studi Banding Oh Studi Banding..."

Salam!

0 comments: