Minggu, Februari 12, 2006

CPNS

Hari Sabtu, 11 Februari 2006 kemarin serentak di seluruh Indonesia diadakan tes tertulis untuk para CPNS. Ya, CPNS, Calon Pegawai Negeri Sipil.

Image hosting by Photobucket
Situasi tes CPNS di Stadion Bung Karno.

Jumlah yang mengikuti tes tersebut lumayan banyak, ratusan ribu. Menyebar untuk berbagai instansi pemerintahan.

Dengan jumlah seperti itu, tes tersebut menggunakan berbagai tempat yang ada di masing-masing kota. Kebanyakan memanfaatkan sekolah, gedung pemerintah, maupun stadion olahraga.

Nah, yang menjadi perhatianku adalah pilihan yang terakhir itu. Stadion olahraga, stadion terbuka tentu saja.

Membaca berita foto di harian ini pada hari Minggu, kepalaku langsung ikut pening. Bagaimana tidak, pada pelaksanaan tes CPNS di kota Medan yang menggunakan fasilitas stadion Teladan, sebanyak 11 peserta jatuh pingsan sebelum selesai mengerjakan soal-soal tertulis itu.

Mereka pingsan karena tidak kuat berada di bawah terik matahari dari jam 8 pagi sampai selesai tes pada pukul 13.30. Ada jeda istirahat siang memang, tapi bagaimana bisa sebuah tes yang mengharuskan kita berkonsentrasi penuh dan memiliki konsekuensi yang nyata sebagai syarat kelulusan dilewati dengan cara demikian? Masih mending pas kita di-Ospek. Ini sudah dipanas-panasin, disuruh mikir lagi! hehehehe... ^^V

Image hosting by Photobucket
Episode "semaput" di Medan itu.

Ada yang salah di sini ketika memutuskan menggunakan fasilitas stadion itu. Okelah demi efisiensi biaya. Okelah demi kita yang terbiasa hidup di alam tropis yang cenderung panas ini. Kalau untuk kegiatan kampanye pilkades atau tontonan musik ndangdut sih tidak masalah. Lha ini untuk tes CPNS?

Kalau diadakan di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, San Siro, atau Allianz Arena sih gak masalah. Lumayan sejuk. :)

Bisa dibayangkan rusuhnya kalau tiba-tiba turun hujan di stadion yang disesaki 15.000 peserta tes. Dijamin bakal berlarian atau yang apes lagi kertas ujian akan hancur lebur kena air hujan. Mengenaskan lagi kalau situasi yang tidak terkendali menyebabkan mereka kalut dan bisa saling menginjak dan berhimpitan!

Memang tidak terjadi di semua kota. Tapi satu contoh itu di masa yang akan datang harus tidak boleh terjadi lagi. Dengan sebuah awalan yang tidak beres seperti itu, entah proses berikutnya.

Salam!

Minggu, Februari 05, 2006

Rasa Aman

Apa ya definisi rasa aman itu? Apakah sebuah rasa dimana kita merasa dapat melakukan segala hal tanpa ada gangguan sama sekali? Ataukah rasa dimana kita akan merasa tenang jika apa yang kita miliki tidak diusik oleh orang yang tidak kita kehendaki? Ataukah perasaan yang nyaman dimana kita tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada seseorang? Atau…??? Apakah…??? Pertanyaan yang terus menggelayut.

Perasaan aman atau tidak aman mungkin baru kita rasakan ketika aktivitas kita terganggu oleh sesuatu yang ekstrim. Misal: seseorang yang mengambil sandal jepit kesayangan kita yang ditaruh di depan pintu rumah, ada pencoleng di lampu merah yang tiba-tiba menggetok kaca mobil kita kemudian meminta agak paksa benda berharga milik kita, penjambret yang tiba-tiba merebut tas ketika kita sedang asyik menunggu bis di halte, bahkan oleh benda mati semisal pohon yang rantingnya tiba-tiba jatuh nyaris menimpa kepala kita.

Image hosting by Photobucket

Untuk selalu memikirkan rasa aman itu ternyata banyak enerji yang harus kita keluarkan. Terutama enerji psikis. Kita kemanapun, dimanapun, sedang apapun akan selalu memikirkan hal itu. Kita akan merasa lelah. Harga itu mungkin yang harus kita bayar jika kita tidak mendapat jaminan bahwa kita merasa aman.

Untuk mendapatkan jaminan rasa aman itu mungkin kita harus mengorbankan sesuatu. Misalnya untuk rasa aman di rumah kita memperkerjakan seorang tenaga satuan keamanan; untuk uang, kita harus bersedia pergi ke bank atau meluangkan waktu ke ATM; untuk menyeberang jalan kita harus bersedia naik ke jembatan penyeberangan; atau sekadar menyediakan flash disk atau hardisk eksternal untuk back up file kita yang ada di komputer.

Terlalu memikirkan rasa aman itu sendiri ternyata akan berakibat negatif juga. Membuat kita tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak berani melakukan aktivitas apa-apa.

Sebagai solusi mungkin sikap waspada yang bisa kita lakukan. Waspada memang tidak bisa begitu saja kita lakukan. Waspada dengan bekal pengalaman akan segala hal menjadi penting. Waspada tanpa perhitungan juga akan sia-sia.

Contoh kecil dapat kita lihat ketika berhadapan dengan pengemis anak kecil yang banyak bertebaran di jalan raya. Dengan wajah lusuh dan lugunya mungkin bisa membuat kita trenyuh. Namun kalau kita perhatikan, mereka melakukan hal itu tidak dengan sendirinya, namun mereka dikerahkan dengan sengaja demi keuntungan pihak tertentu saja. Waspada dengan tetap “melihat” dan “mendengar”.

Aku sontak kembali memikirkan “rasa aman” kembali ketika terjadi sesuatu hal yang agak berlebihan mungkin. Dua hal saja aku ambil contoh.

Yang pertama ketika dalam perjalanan pulang kantor sahabatku harus merelakan tasnya diambil paksa oleh pencoleng saat ketika berjalan di dekat markas pasukan elit ini. Aku heran, pencoleng itu memang nekat sekali, atau karena situasi yang memungkinkan ketika kita akan merasa aman-aman saja berada di dekat markas itu. Tanpa tetap bersikap waspada ketika membawa tas milik kita.

Yang kedua kejadian yang belum lama terjadi. Sebuah mobil yang berada di garasi berhasil dibawa kabur oleh pencurinya. Mungkin itu hal yang biasa terjadi di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Yang tidak biasa adalah kejadian itu terjadi pada rumah yang letaknya satu jalan dengan rumah pribadi pimpinan tertinggi institusi ini.

Wah, kok bisa, yah?

Ada sebuah ungkapan yang kebetulan sama dari dua sumber yang berbeda sebagai tanggapan ketika aku menanyakan mengapa dua kejahatan hal itu bisa terjadi. Yaitu salah ketika kita merasa aman berada di dekat sebuah tempat yang kita duga akan memberikan rasa aman untuk diri kita. Karena amannya atau wibawa dari tempat-tempat itu hanya berlaku bagi institusi maupun orang yang berada di tempat itu. Belum tentu berlaku bagi kita yang berada di luar lingkup. Hal itulah yang membuat kita berkurang “rasa waspada”nya.

Jadi kangen dengan suasana ronda di kampung-kampung. Dimana semua warga kampung merasa saling memiliki, saling menjaga, sehingga rasa aman terbangun. Semua dijalankan tanpa pamrih, walau mungkin kita harus merelakan tiap malam menyediakan sejumput beras sekadar untuk pengganti biaya operasional ronda. Kita akan merasa aman dan tenang di lingkungan itu dengan situasi “waspada bawah sadar” yang terbentuk dari sikap kekeluargaan yang kental itu.

Berangkat dari situasi tersebut, mungkin para pencoleng akan merasa risih sendiri ketika akan bertindak, karena akan dihadapkan pada situasi bagaimana jika keluarga atau saudara si pencoleng itu mengalami tindak kejahatan juga. Walau selama ini kita lebih banyak dihadapkan pada sikap untuk maklum bahwa mereka mencoleng hanya demi sesuap nasi untuk perut mereka dan anak istrinya. Sebuah kenyataan yang kadang menimbulkan senyum getir, bahkan ketika melihat langsung aksi mereka. Yah, senyum kehidupan.

Waspodolah! Waspodolah! Waspodolah!

Jumat, Januari 27, 2006

Goyang Lidah

Per hari Kamis, tanggal 26 Januari 2006, aku baru tahu jikalau Tempe Mendoan itu adalah tempe goreng yang digoreng setengah matang! Hahahaha…..sebelumnya tahunya ya, “Ini tempe kok nggorengnya kurang mateng,yah…tapi kok enak….” Dan akhirnya aku menemukan tempat orang menjual Tempe Mendoan paling enak se- Jabodetabek. Yup, tepat di belakang kompleks kantor.

Image hosting by Photobucket

Nah, susunan wajib di meja yang harus tersedia ketika makan Tempe Mendoan ya seperti yang terlihat pada foto diatas. Terdiri dari:
1.Tisu, nggak enak dong kalo tangan kita berlepotan minyak terus kita membersihkan minyaknya tersebut dengan mengusapkan telapak tangan kita ke rambut atau kaki kita, seperti yang biasa dilakukan mbah-mbah kita jaman dulu :p
2.Kopi/teh hangat, selain melancarkan tempe yang mungkin ngganjel di kerongkongan, juga akan menambah rasa pada goyangan lidah kita.
3.Tempe Mendoan plus lombok rawit yang kecil nan imut tersebut. Yah, kayak sayur tanpa garam deh kalau makan Tempe Mendoan tanpa si lombok.

Selain itu bagi ibu-ibu PKK yang ingin mengajarkan para remaja putrinya bagaimana cara membuat adonan bumbu Tempe Mendoan, berikut ini ada resep dari Bu Joko. Siapakah Bu Joko itu? Bu Joko itu adalah istrinya Pak Joko. :D Inilah resepnya:
1. Sediakan tepung terigu sekitar ¼ kg untuk 20 potong tempe.
2. Loncang, yang kemudian dipotong kecil-kecil.
3. Tumbar dan juga bawang putih secukupnya.
4. Garam secukupnya.
5. Air putih secukupnya.
6. Tumbuklah si no. 3 dan 4 dalam cowek kesayangan Ibu.
7. Campurkanlah si no. 6 dengan si no. 1, 2, dan no. 5 dalam satu wadah.
8. Setelah no. 7 beres, celupkanlah tiap potong tempe sebelum masuk ke penggorengan.
9. Goreng dalam wajan dengan panas api yang secukupnya juga. Jangan lupa digoreng setengah matang. Lebih merdu rasanya kalau digoreng dengan pemanas kayu bakar. Lebih greng!!
10. Lombok rawit nan mungil dan imut sebagai pendamping setia. Boleh yang warna merah atau ijo. Untuk komposisi warna bagus yang merah. Jangan rawit yang warna oranye, terlihat funky dan gaul!!!
11. Kalau dijual tempenya Rp 500, -/potong :p
12. Selamat mencoba!!!

Sebuah catatan, satu hal yang agak menyesatkan dalam setiap kandungan resep adalah kata-kata “secukupnya”! Hehehehe….

*Cokot tempenya, terus ngletus lombok rawitnya…nyam..nyam…nyaaammm….wuaaaahhhh lezaaaaatttt….ssslllrruuuuppp…Jangan lupa seruput kopinya!*

Salam hangat…sehangat dan juga segurih Tempe Mendoan yang habis turun dari penggorengan! ^^v

Rabu, Januari 18, 2006

Tour of Duty

Berhubung dua minggu kedepan aku akan ditinggal oleh sekondan kantor yang diundang menghadiri acara ini, maka untuk sementara tidak ada lagi teman ngobrol dan diskusi soal sepak bola yang seru dengan beliau.

Maklum, kita punya dukungan tim sepakbola yang berlawanan. Jadi ya tiap kita ketemu di kantor, pasti kita akan saling menyindir dan saling mengolok jika tim jagoan kita kalah. Tentu dalam batas humor saja, tanpa perlu lempar batu atau lompat meja layaknya ‘oknum’ anggota DPR RI.

Tidak hanya di tingkat klub di Eropa, di tingkat lokal pun kita tiba-tiba bisa menjadi sangat-sangat fasis dengan klub pujaan kita. Beliau sejak dahulu kala memuja klub PSIS. Nah, kalo aku jelas merunut akar sejarah pasti pejah gesang mendukung secara fanatik klub PSIM. Tanpa bisa ditawar-tawar lagi!!! Hehehehe…

Yang datang ke acara tersebut dari Indonesia ada tiga orang, salah satunya Mas Eka Kurniawan. Yah, hitung-hitung jadi duta bangsa lah! :)

Yang cukup menarik dan semoga terkabul, beliau mempunyai cita-cita ingin berfoto bersama dengan Mas Marco van Basten, legenda sepakbola Belanda yang harus pensiun dini karena cedera kaki yang parah. Wah, impian yang indah. Lha wong aku aja mau foto ama dek “itu” ada saja yang menghalang-halangi! Hahahaha….*merujuk*

Satu hal yang kadang menjadi bahan renungan, seseorang untuk mencapai batas tertentu ada yang dengan sangat mudah mencapai. Namun ada juga pihak yang harus melewati beberapa masa bahkan tahap untuk mencapai batas itu.

Contohnya ya beliau ini. Berawal dari sebuah acara para sastrawan di kota Bandung, yang kebetulan dihadiri wakil dari pihak ini, maka beliau bisa pergi ke negeri dibawah permukaan laut itu.

Pihak penyelenggara acara itu rupanya sangat tertarik dengan karyanya. Sebelumnya aku cukup penasaran, karya apa sebenarnya yang membuat mereka tertarik. Ternyata sebuah cerpen.

Sebuah cerpen yang untuk tahap sempurna menurutnya harus di’sempurnakan” selama bertahun-tahun. Ya, bertahun-tahun.

Sebuah perjuangan. Lahir dan batin. Coba bandingkan dengan para wakil rakyat di DPR yang bisa-bisanya melakukan studi banding ke luar negeri ketika para anggota dewan di negara yang dituju sedang memasuki masa reses alias masa libur alias masa tidak ngantor.

Kemarin ketika mereka ke Mesir baru kena batunya. Masyarakat menghujat. Mereka merasa seperti ditelanjangi. Namun hebatnya ada yang merasa senang dan tenang-tenang saja.

Okelah. Hari-hari ini akan banyak pekerjaan. Untuk online mungkin juga jadi hal yang jarang. Terutama pas jam kantor…hehehehe….

Untuk yang mau kunjungan hibah kebudayaan semoga diberi kelancaran dan disana tidak turun hujan salju terus. Kalau hujan salju tiap hari bisa gawat. Tubuh bisa mengkeret… :p Semoga akan banyak cerita menarik dari sana!

Salam!

Selasa, Januari 10, 2006

Fenomena

Setelah sekian banyak kita menemui berbagai fenomena negatif yang menimpa negeri bernama Indonesia, semisal, korupsi uang negara, penjarahan kayu di hutan-hutan lindung, pencemaran lingkungan, penyakit yang mewabah, hingga penjualan manusia-manusia ke negeri jiran, ada sebuah fenomena positif yang disisakan tahun 2005 yang baru saja berakhir, Peterpan.

Itu bukan tokoh fiktif dari negeri dongeng, namun grup musik anak-anak muda dari kota Bandung yang mampu mengharu-biru dunia musik Indonesia.

Image hosted by Photobucket.com

Mulai dari anak kecil sampai orang tua menggandrungi mereka. Dari para pengamen jalanan yang juga mengalunkan lagu-lagu Peterpan sampai para pekerja kantoran.

Bahkan ada suatu kenyataan yang cukup mengharukan ketika Peterpan melakukan pentasnya di kawasan Senayan, cukup banyak para penonton yang terdiri dari para ibu-ibu sambil menggendong bayi mereka yang masih balita.

Di situ sempat terungkap, bahwa ada harap dari ibu-ibu itu bahwa mereka ingin anak mereka kelak bisa seperti si Ariel, sang vokalis Peterpan. Tidak tahu, ingin mirip seperti apanya. Apakah kemampuan bermusiknya? Apakah hokinya? Apakah kemiripan fisiknya? Atau bahkan kehidupan asmaranya? Hehehe…Entah.

Dari segi materi juga cukup menghenyakkan. Dari informasi seorang rekan yang kebetulan berprofesi sebagai seorang jurnalis sebuah tv swasta, dari penjualan album Peterpan, masing-masing personel grup itu mendapatkan mobil BMW seri 7 sebagai bonus. Wow. Kalau aku mending mentahnya aja. Ntar buat beli rumah di Cikeas Bogor. Jadi kalau berangkat ke Jakarta bisa bareng rombongan pak presiden, dijamin tidak macet :p

Bahkan ada seorang pemain sepak bola klub kebanggaan kota Bandung yang berasal dari Thailand memborong album Peterpan untuk rekan-rekannya di Thailand. Menurut dia lagu-lagu Peterpan enak didengar, musikalitasnya ringan, istilah gaulnya easy listening. Yah, lumayanlah, ada fenomena positif dari Indonesia yang bisa diperkenalkan di luar negeri. :D

Peterpan sekarang sedang menikmati ketenaran. Segala yang berbau Peterpan bisa untuk dijual.

Dan Ariel sekarang mungkin lebih mudah menghemat enerji ketika menyanyi di atas panggung. Dengan sebagian besar penonton yang sudah hafal lagu-lagu mereka, Ariel tinggal menyorongkan mik kearah penonton ketika butuh waktu untuk sedikit menarik nafas. Dan semua penonton pun menyanyikan dengan riang.

Jadi, selain grup Ratu, Peterpan inilah fenomena musik Indonesia di tahun 2005. ^^v

Salam!